NYEKAR JELANG PUASA?

0
1220

 

”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului (jw nglancangi) Allah dan Rasulnya, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS. 49/al-Hujurat : 1}

 

Setiap bulan Suci Ramadhan datang (jw:megengan), acap kita saksikan sejumlah orang memadati kuburan. Hingga memacetkan jalanan dan terhambatnya laju puluhan bahkan ratusan kendaraan.

Umumnya mereka yang hadir di sana adalah untuk nyekar, yakni menabur aneka bunga (jw:sekar) di atas pusara keluarga atau kuburan orang yang dianggap alim dan shalih/shalihah. Amalan tersebut dikenal dikalangan masyarakat dengan istilah ”nyekar”.

Tujuannya untuk menghormati keluarga atau tokoh yang telah meninggal dunia, dan ada juga yang untuk meringankan siksa yang sedang diderita oleh ahli kubur.

 

DALIL AMALAN NYEKAR.

Dalil yang gunakan bagi sejumlah ummat Islam yang suka Nyekar adalah hadits dari Jabir bin ‘Abdillah ra. Yang mengatakan bahwa Nabi saw.bersabda :

Saya melewati dua buah kubur yang penghuninya tengah diadzab (disiksa). Saya berharap adzab keduanya dapat diringankan dengan syafa’atku selama kedua belah pelepah (kurma) tersebut masih basah” (HR. Bukhari dan Muslim).

Yang satu disiksa karena waktu hidupnya suka menfitnah dan mengadu domba, sedang yang satunya disiksa karena tidak istinjak (cebok) setiap habis kencing.

Pelepah kurma yang sulit didapatkan itu lalu diqiyashkan (dianalogikan dan digantikan) dengan aneka bunga, yang kadang bercampur air dan wewangian, lalu ditaburkan di atas pusara yang dikunjunginya, dengan tujuan serupa, yakni agar diringankan siksa yang tengah diderita..

 

HUKUM NYEKAR DALAM ISLAM

Berdasarkan keterangan para ulama, perbuatan tabur bungan di atas kuburan (nyekar), merupakan tradisi yang diambil dari orang-orang kafir, khususnya kaum Nasrani. Tradisi tebar bunga dipandang sebagai bentuk penghormatan terhadap orang yang telah wafat. Tradisi tersebut kemudian diserap dan dipraktekkan oleh sebagian kaum muslimin yang memiliki hubungan erat dengan orang-orang kafir atau kaum Nasrani, karena memandang perbuatan mereka merupakan salah satu bentuk kebaikan atau penghormatan terhadap orang yang telah wafat. (selengkapnya baca Ta’liq Ahmad Syakir terhadap Sunan At Tirmidzi1/103, dinukil dari kitab Ahkaamul Janaaiz hal. 254)

Mereka (penyekar) beranggapan bahwa pelepah kurma atau bunga yang diletakkan di atas pusara akan meringankan adzab penghuninya, karena pelepah kurma atau bunga tersebut akan bertasbih kepada Allah selama dalam keadaan basah.

Anggapan tersebut tertolak dengan beberapa alasan ::

Pertama, keringanan adzab kubur yang dialami kedua penghuni kubur tersebut disebabkan do’a dan syafa’at Nabi saw, yang diberi mu’jizat dapat mendengar tangisan orang yang tengah disiksa dalam kuburnya, dan bukan karena pelepah kurma yang ditancapkan di atas pusara masing-masing.

Kedua,  perbuatan Nabi saw. tersebut bersifat kasuistik (waqi’ah al-’ain) dan termasuk kekhususan beliau, sehingga tidak bisa dianalogikan atau ditiru. Hal ini dikarenakan beliau tidak melakukan hal serupa pada kubur yang lain. Begitu pula para sahabat tidak pernah melakukannya, kecuali sahabat Buraidah yang berwasiat agar pelepah kurma diletakkan di dalam kuburnya bersama dengan jasadnya. Namun, perbuatan ini hanya didasari oleh ijtihad dia semata. (baca Fathul Baari 3/223)..

Ketiga, alasan lain yang membatalkan analogi mereka dan menguatkan bahwa perbuatan Nabi tersebut merupakan kekhususan beliau, yang diberi keistimewaan bisa mendengarkan bahwa kedua penghuni kubur tersebut tengah diadzab. Hal ini merupakan perkara gaib yang hanya diketahui oleh Allah ta’ala dan para rasul yang diberi keistimewaan oleh-Nya sehingga mampu mengetahui beberapa perkara gaib dengan wahyu yang diturunkan kepadanya. (simak QS. Al Jinn: 26-27).

Keempat, amalan nyekar merupakan salah satu bentuk berburuk sangka (su’uzh zhan) kepada penghuni kubur, karena menganggapnya sebagai pelaku maksiat yang tengah diadzab oleh Allah di dalam kuburnya, padahal selain Allah dan Rasul tertentu,  tidak ada satupun yang tahu, apakah yang di dalam kubur sedang menerima adzab atau justru mendapat nikmat.

 

IKHTITAM.

Berdasarkan beberapapa keterangan di atas, kita dapat menyimpulkan  bahwa : Nyekar saat berziarah kubur itu tidak disyari’atkanoleh sebab itu hendaknya ditinggalkan oleh ummat Islam.

Ziarah Kubur memang disunnahkan dalam ajaran Islam, namun tidak perlu disertai dengan tabur bunga yang beraneka macam, dan waktunya juga tidak harus jelang puasa atau lebaran. Karena tujuan ziarah kubur bukan meminta keselamatan, syafaat dan berkah kepada penghuni kuburan, melainkan untuk mendo’akan sekaligus mengingatkan kita akan kematian.

Di awal makalah ini, Allah sudah mengingatkan kita orang-orang beriman, bahwa dalam persoalan agama/ibadah, jangan sampai nglancangi Allah dan Rasulnya (QS al-Hujurat:1). Maksudnya kita tidak boleh menetapkan suatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan RasulNya.

Semoga kita semua dapat mematuhinya. Amien.

Oleh : Drs. H. Syamsun Aly, M.A. ( Khotib, Guru dan Ketua Lazismu PDM Surabaya)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini