Ormas Keagamaan Kelola Tambang: Sebuah Terobosan atau Jebakan Batman?

0
134
Salah satu aktivitas pertambangan di Indonesia. (Foto Google)

Oleh: Ace Somantri

Orkestrasi kebangsaan terus berbunyi sesuai arahan dari komposer. Berbagai bidang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan bergerak dan berputar sesuai arah jarum jam. Dinamikanya akan mengiringi sesuai interaksi dan transaksi manusia dalam memenuhi kepentingan masing-masing dalam skala pribadi maupun kelompok masyarakat. Begitu pun Negara Indonesia, sebuah teritori kebangsaan yang terikat dengan falsafah, semboyan, dan perundang-undangan yang sah secara hukum yang berlaku.

Menarik dicermati, ungkapan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir yang menyatakan bahwa Pancasila adalah kata kerja, konsekuensinya harus dimaknai tidak sekadar visual simbol dan semboyan dalam lukisan dan gambar. Melainkan motivasi dan spirit untuk mengejawantahkan nilai-nilai sila yang terkandung dalam rumusannya dalam berbangsa dan bernegara.

Sila-sila yang termaktub dalam falsafah negara bukan hiasan dinding, dan juga bukan merefleksi dengan seremonial merayakan hari lahir dan bangkitnya dengan kemasan entertain atau hiburan. Yang lebih penting refleksi kelahiran falsafah negara merupakan pengingat kembali menjalankan penuh kesungguhan amanah yang diwariskan oleh founding fathers pendiri bangsa.

Jalan menuju bangsa maju dan memajukan, negara melalui para pejabatnya yang diamanahi untuk tidak tenggelam dalam euforia kekayaan yang didapat dari jabatannya. Ada kewajiban yang harus ditunaikan sebelum pertanggungjawaban akhir kelak menjeratnya masuk pada balasan yang amat tidak diharapkan.

Pancasila simbol dan falsafah ketauhidan, keadilan ekonomi dan kesejahteraan rakyat patut menjadi asas gerakan berbangsa dan bernegara yang jujur, amanah, dan berkeadilan. Gagah dan berani, mandiri dan berdikari, terbang melayang mengepak sayap jauh pergi mengitari angkasa di atas bumi. Hal itu simbol bahwa Indonesia bisa terbang jauh menjadi bangsa dan negara maju dan memajukan rakyat melampaui negara-negara lainnya.

Isu pengelolaan tambang dalam aturan terbaru yang sudah diketok Presiden bukan sekadar wacana, melainkan fakta dan nyata. Hanya bagaimana masyarakat menyambutnya, khusus ormas keagamaan harus segera menyikapi dengan baik dan bijak. Tuduhan atau asumsi apa pun yang dilontarkan, ormas keagamaan segera melakukan kajian akademis dan praktis.

Pasalnya, pengelolaan tambang sangat rentan dengan dunia mafianya. Sehingga ormas keagamaan wajib menurunkan tim ahli dan pakar di bidang pertambangan, sebagai jawaban dan respons terhadap regulasi baru yang sedikit menuai pro-kontra. Itu wajar karena selama ini ormas keagamaan cenderung pasif terhadap isu-isu sumber daya mineral, termasuk persoalan dunia batu bara dan tambang.

Padahal, sumber daya manusia relatif cukup memadai. Jikalau masih kurang jumlah orang yang expert-nya, dapat diprogram dengan baik melalui kolaborasi dan transformasi keahlian dari pihak-pihak yang berpengalaman dan memiliki reputasi baik di bidangnya.

Sebut saja Muhammadiyah salah satu ormas yang memiliki lebih dari 160 perguruan tinggi tersebar di seluruh Indonesia, pasti dari sekian ratusan program studi yang ada, di antaranya pasti ada perguruan tinggi yang memiliki program studi pertambangan dan sejenisnya. Maka secara otomatis di sana ada banyak tenaga ahli akademisi dan praktisi yang mumpuni.

Sila kelima Pancasila dari falsafah negara, ada kalimat “keadilan seluruh rakyat Indonesia” dapat dimaknai dalam kebijakan negara memberikan hak pengelolaan sumber daya mineral tambang sebagai salah satu representasi rakyat. Selama ini dunia pertambangan sangat terkesan eksklusif, hanya orang-orang tertentu yang dapat mengaksesnya, bahkan tidak sedikit diberikan konsesinya kepada pihak asing berkedok investasi atau jenis lainnya.

Karena itu, patut disambut baik keputusan tersebut, namun tetap hati-hati dalam mengakselerasinya. Pastikan, tahapan regulasi dan kebijakan teknis yang belum dapat dipahami kemudian berdampak buruk di kemudian hari.

Sekalipun ada pendapat lain bahwa kebijakan tersebut adalah jebakan Batman, kembali kepada hasil identifikasi dan analisis berbagai perspektif. Jangan sampai ada kesan buruk, saat tidak diberi akses bahasanya publik tidak diberikan ruang. Sementara manakala ruangnya diberi malah menuduh hal itu jebakan Batman. Masak seorang intelektual berakal sehat bersikap demikian?

Justru, kesempatan ini dijadikan momentum mengenal, memahami, dan mendalami dengan penuh kehati-hatian hal ihwal dunia pertambangan. Hari ini kita mungkin baru mengenal dan memahami, di kemudian hari harus menjadi salah satu pemain utama untuk kesejahteraan umat dan masyarakat. Secara hukum sah dan berhak segala yang ada di bumi ibu pertiwi, jikalau ada indikasi kebijakan dan aturan mengarah pada jebakan, maka sebagai rakyat atau elemen masyarakat harus bicara untuk meluruskan sebaik-baiknya.

Hari Kelahiran Pancasila, sebagai kata kerja bukan hanya untuk pemegang kekuasaan, melainkan semua elemen masyarakat. Ormas keagamaan apa pun, dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah selama untuk kepentingan umum dan berdampak pada kesejahteraan rakyat, bukan saja harus didukung, melainkan melibatkan diri menjadi pemeran atau pemain dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa. Minimal dapat mewarnai sikap perilaku yang masih melekat perbuatan menyimpang dari norma-norma agama dan hukum yang berlaku.

Selama ini dunia pertambangan jauh dari rasa keadilan, apalagi menyejahterakan rakyat. Kita tengok sesaat, penambangan Freeport di Irian Jaya sangat ironis sebagai tambang emas terbesar di dunia, namun warga sekitar tidak menikmati secara adil dan merata, bahkan negara pun terkesan gigit jari tidak terlalu banyak menikmati.

Masukan dan saran para tokoh, hal ihwal keadilan sosial untuk rakyat Indonesia tidak selalu dikemas dengan seremonial, melainkan harus menekankan kepada ketercapaian indeks pertumbuhan manusia yang lebih cepat dalam meningkatkan indeks, baik akses dan kualitas pendidikan, kesejahteraan, maupun kesehatannya.

Terlepas ada pendapat bahwa kebijakan terkait ormas keagamaan diberikan keleluasaan untuk terlibat mengelola pertambangan adalah ada udang di balik batu, atau prediksi lainnya semacam jebakan Batman. Tampaknya sah-sah saja pendapat itu disampaikan.

Namun, bagi Muhammadiyah segala kebijakan yang berorientasi pada umat akan disambut baik. Terkait kebijakan tambang cukup arif sikap PP Muhammadiyah yang sempat dilontarkan oleh Sekretaris Umum Prof Abdul Mu’ti. Dia menyambut baik dan akan dipelajari dengan saksama sekaligus akan menjadi poin pembahasan di internal organisasi. Persoalan baik dan buruknya, plus dan minus dari kebijakan tersebut tidak tergesa-gesa untuk memberi komentar dan tanggapan secara detail sebelum ada kajian akademik dan empirik di berbagai pendekatan disiplin ilmu.

Alhasil, kemungkinan keterlibatan ormas keagamaan mengelola dunia pertambangan sangat mungkin. Tampaknya pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan tersebut ada kemungkinan sudah ada diskusi dan kajian internal terkait tingkat kemungkinan sikap ormas menyambut baik kebijakan tersebut. Dan sangat mungkin juga, sikap tersebut bagian dari respons pemerintah terkait aspirasi warga dan masyarakat melalui ormasnya terkait keterlibatan pengelolaan tambang.

Dilihat selama ini, pengelolaan tambang karena masih belum begitu integratif dasar regulasinya, sehingga penambangan liar tetap marak terjadi, akhirnya terkuak kasus penambangan liar di lingkungan PT Timah Indonesia yang merugikan negara hingga ratusan triliun. Semoga dengan kebijakan ini jalan terang bagi negara untuk mewujudkan keadilan seluruh rakyat Indonesia.

Bandung, Juni 2024

Ace Somantri
Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini