Oleh: Azhar Syahida
KLIKMU.CO
Ibarat bahan bakar dalam sebuah kendaraan, begitulah pentingnya literasi dalam membentuk paradigma humanis, damai, dan luwes. Inilah gagasan utama yang mencuat dalam Tadarus Pemikiran A. Malik Fadjar yang diselenggarakan oleh Rumah Baca Cerdas A. Malik Fadjar Institute (20/4).
Udara dingin Kota Malang, seiring hujan turun dengan lembut pada Rabu siang (20/4), menambah khidmat jalannya diskusi Tadarus Pemikiran Islam A. Malik Fadjar yang dibuka oleh Dr Nazaruddin Malik MSi Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Malang.
Tidak bisa dimungkiri bahwa perkembangan pemikiran Pak Malik fadjar, Menteri Pendidikan RI periode 2001-2004 ini berangkat dari imajinasi yang kuat tentang buku dan perpustakaan. Pak Malik, begitu ia biasa disapa oleh banyak muridnya, selalu dekat dengan buku.
“Saya melihat, melalui perpustakaan, kita bisa membaca bagaimana pemikiran Pak Malik itu tumbuh,” ujar Dr Nazarudin Malik pada sesi pertama Tadarus Pemikiran Islam (20/4).
Bahkan, dalam banyak kesempatan, kedekatan Pak Malik dengan berbagai macam referensi buku menjadikan Pak Malik sebagai salah satu sosok pemikir unggul yang memiliki visi jauh melampaui zaman. Tidak banyak pemikir di Indonesia yang bisa menghasilkan ide jauh melampaui zaman.
Apa yang dilakukan oleh Pak Malik, yakni menjadikan perpustakaan sebagai sumber inspirasi tumbuhnya pemikiran, semakin relevan untuk hari-hari ini: lunturnya ruh literasi masyarakat yang berakibat pada jebakan hoaks dan ekstrimisme. Tentu, perpustakaan sebagai wadah literasi adalah lokus alternatif untuk mewujudkan lahirnya pemikiran-pemikiran humanis yang luwes dan santun. Tidak gumunan, dan tidak ekstrem yang berujung pada puak-puak yang saling bertentangan.
Maka dari itu, Tadarus Pemikiran Islam A. Malik Fadjar yang diikuti oleh peserta dari berbagai daerah di Jawa Timur tersebut, dimaksudkan untuk menggali percikan-percikan pemikiran Pak Malik yang selalu mengandung kesegaran dan keteladanan yang bersimpul pada satu kata kunci: literasi.
Uswatun Hasanah
Dalam hal ini, perpustakaan adalah tempat terbaik untuk membangun internal value yang mendorong lahirnya sikap-sikap uswatun hasanah (keteladanan). Menurut Dr Nazarudin Malik, filosofi dasar Pak Malik adalah selalu mendorong lahirnya internal value yang dimulai dari semangat literasi, seperti rumah baca.
Bahkan, dalam aras yang lebih jauh, literasi yang kuat yang termanifestasikan dalam bentuk state of mind di setiap individu akan mendorong lahirnya keteladanan. Sifat-sifat moderat, damai, dan humanis, menurut Pak Malik, paling memungkinkan dibangun dari gerakan literasi, baik itu literasi umum maupun literasi sekolah.
Mengapa demikian? Tentu, semua ini bermuara pada kualitas individu yang semakin matang dan dewasa ketika memahami segala sesuatu dalam kerangka pikir yang komprehensif dan holistik. Inilah yang tidak mungkin didapat dalam masyarakat yang tidak terliterasi (illiterate society). Dengan kata lain, sifat-sifat keteladanan dan harmoni di masyarakat hanya akan mewujud dalam tatanan masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan sebagai sumber paradigma dalam membaca gejala-gelaja sosial, yang lantas dengannya diproduksi alternatif solusi-solusi yang relevan.
Namun demikian, lahirnya keteladanan dalam masyarakat ilmu itu hanya akan matang kalau diiringi dengan semangat aktivisme yang kuat. Tanpa aktivisme, masyarakat ilmu itu tidak akan mewujud. Inilah yang membedakan Pak Malik dengan pemikir lainnya.
“Pak Malik adalah pemikir yang meninggalkan legasi, tidak banyak pemikir yang seperti ini,” ujar Prof Syamsul Arifin, Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah Malang.
Kita, pada posisi ini, bisa mengambil ibrah bahwa kematangan berpikir Pak Malik, lahir dari kombinasi antara kekuatan literasi dan semangat aktivisme yang menyatu dalam jiwa dan pikiran. Inilah kemudian yang mendorong lahirnya banyak ide yang relevan sepanjang zaman. Penjelajahan Pak Malik dalam dunia aktivisme dan bacaan buku mendorong ide dan imajinasi beliau tentang transformasi dunia pendidikan.
Akhirnya, Tadarus Pemikiran Islam yang diselenggarakan di RBC A. Malik fadjar institute ini menemukan simpul baru tentang pentingnya kombinasi antara literasi dan aktivisme untuk memproduksi pemikiran yang humanis, moderat, dan luwes. (*)
Azhar Syahida, aktivis JIMM, peneliti di RBC Institute A. Malik Fadjar