Oleh: Achmad San
KLIKMU.CO
Kata pahlawan mulai mengalami perluasan makna.
Dulu, orang mengenal pahlawan sebagai pejuang yang dengan gagah berani melawan penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Pahlawan kerap diasosiasikan dengan penjajahan. Kini, pahlawan digeneralisasi sebagai orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran.
Kolonialisme memang sudah usang. Situasi zaman telah berubah. Pandangan pun ikut berkembang. Mengacu pada perluasan makna tersebut, siapa pun bisa disebut pahlawan asalkan sanggup memanfaatkan segenap jiwa dan raganya secara tulus untuk kepentingan bangsa dan negara.
Dari tahun ke tahun, pada momen Hari Pahlawan, pemerintah senantiasa menganugerahkan gelar pahlawan kepada tokoh yang telah berkontribusi besar terhadap bangsa.
Namun, dalam perspektif yang lebih luas, orang yang pekerjaannya berhubungan dengan pengabdian juga bisa disebut pahlawan meskipun tanpa kata sandang ”gelar”. Guru bisa disebut pahlawan—bahkan dulu ada embel-embel tanpa tanda jasa.
Dokter, tentara, polisi, dan profesi/pekerjaan pengabdian lainnya, jika sungguh-sungguh melayani masyarakat, juga tidak keliru dianggap pahlawan. Di luar profesi itu, ada pekerjaan pengabdian lainnya yang jarang terekspos dan jauh dari gegap gempita. Mereka ini, boleh saya bilang, bekerja melayani secara tulus dan tak kenal waktu. Mereka ini adalah pahlawan yang tak terlihat. Bekerja dengan sungguh-sungguh, tapi jarang mendapat ”pengakuan”.
Yang pertama adalah tukang sapu jalanan. Ada yang menyebut mereka sebagai pahlawan lingkungan. Ketika sebagian orang masih mengejam di pagi hari, sebagian yang lain baru terjaga, pasukan kuning ini bahkan sudah menyusuri jalan-jalan. Menyeka jalan dan trotoar dari bermacam-macam sampah.
Ya, sampah dari pengguna jalan yang membuangnya secara serampangan. Ya, sampah dari daun yang jatuh dari pohon. Ya, sampah yang tak tahu dari mana asalnya, tiba-tiba terserak begitu saja. Tanpa keberadaan mereka, kita pasti sering menggerutu di pagi hari ketika melihat sampah berserakan di sepanjang jalan.
Tukang sapu alias pasukan kuning ini layak menyandang predikat pahlawan yang tak terlihat. Mereka bekerja di jalan raya, taman, alun-alun, dan fasilitas-fasilitas publik lainnya. Merekalah salah satu pihak yang menyulap fasilitas umum itu jadi lebih nyaman.
Kedua, tukang sampah. Pekerjaan ini jelas tak semua orang peduli. Bahkan untuk berurusan dengan sampah sekalipun.
Ya, mereka juga kerap terabaikan dari pandangan kita tentang para pengabdi masyarakat. Apa jadinya jika tukang sampah mogok massal selama seminggu saja, tak peduli berapa pun menggunungnya kotoran di tong sampah rumah kita, sekolah, rumah sakit, dan tempat-tempat umum lainnya?
Pasukan inilah yang berada di garda depan untuk memunguti sampah, kemudian mengumpulkannya di lokasi pembuangan atau pengelolaan. Mereka inilah unsung hero. Orang yang sering terabaikan dari sekadar ucapan terima kasih.
Ketiga, petugas kebersihan. Pekerjaan ini pun tak luput dari pandangan sebelah mata. Hampir sama dengan tukang sapu jalanan. Bedanya, cleaning service lebih dipekerjakan di dalam ruangan.
Orang-orang ini kebanyakan juga bekerja di sektor jasa, terutama di kantor atau sekolah. Di sekolah, misalnya, berapa banyak murid atau guru sekalipun yang mengenal dan akrab dengan petugas kebersihan. Rasanya tidak banyak, bukan?
Di kantor, di tempat kerja, kiranya hampir tidak banyak yang mengenal bahkan tahu nama petugas kebersihannya. Kita seyogianya mengerti, petugas kebersihan inilah yang datang lebih awal untuk membersihkan ruangan sebelum sang empu datang. Bahkan, mungkin juga mereka pulang lebih akhir karena masih ada tugas beres-beres atau merapikan.
Keempat, petugas pemadam kebakaran (damkar). Di negara kita, petugas pemadam kebakaran mungkin masih berfokus pada urusan memadamkan si jago merah. Di beberapa negara lain, petugas ini tidak hanya dilatih menanggulangi kebakaran dan menyelamatkan orang dari kebakaran, tetapi juga menyelamatkan orang dari kecelakaan, gedung terban, banjir, tanah longsor, dan lain-lain.
Tim pemadam kebakaran ini juga bekerja nonstop, tak kenal waktu. Mereka mesti stand by selama 24 jam walaupun dengan sistem sif. Hal itu menandakan bahwa pekerjaan ini juga tidak bisa dianggap sebelah mata.
Mengutip Sistem Informasi Kebakaran Kemendagri, sedikitnya ada lima tugas pokok dan fungsi tim pemadam kebakaran yang dikenal dengan panca darma, yaitu pencegahan dan pengendalian kebakaran, pemadaman kebakaran, penyelamatan, pemberdayaan masyarakat, serta penanganan kebakaran bahan berbahaya dan beracun. Motonya pun tidak kalah mengagumkan: ”Pantang Pulang sebelum Api Padam walaupun Nyawa Taruhannya”.
Pekerjaan terakhir, dan ini termasuk yang sarat risiko, adalah tim pencari dan penyelamat atau biasa disebut tim SAR (search and rescue). Jika tim pemadam kebakaran difokuskan pada penyelamatan kebakaran, tim SAR ini berada di area lain. Mereka, secara garis besar, bekerja di tiga wilayah, yaitu pelayaran, penerbangan, dan bencana.
Mereka akan sangat sibuk jika terjadi kecelakaan, seperti kapal tenggelam, pesawat jatuh, sampai bencana alam tanah longsor, kebanjiran, dan gempa bumi. Lantaran tugas nan tidak mudah itulah, pelatihan kepada personelnya bisa berhari-hari, bahkan berbulan-bulan.
Harus diakui, tugas tim pencari dan penyelamat seperti ini sangat berat. Seperti halnya tim damkar, tim SAR juga bekerja tiap waktu, harus sedia setiap saat. Bahkan, pernah ada cerita beberapa anggota yang tidak bisa ambil libur saat hari raya untuk bercengkerama dengan keluarga karena pekerjaannya tak bisa ditinggal.
Sejalan dengan beratnya pekerjaan, risiko yang ditimbulkan juga tinggi. Fisik tim ini mesti kuat seperti baja. Harus punya perhitungan matang ketika ingin menolong korban bencana. Kalau tidak, nyawalah taruhannya.
Dikutip dari laman Badan SAR Nasional, yang kini bernama Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP), secara garis besar, Basarnas mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan, pengoordinasian, dan pengendalian potensi SAR dalam kegiatan SAR terhadap orang dan material yang hilang atau dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya.
Lima pekerjaan di atas adalah contoh pahlawan yang jasanya sering terlupakan. Keberadaan mereka sering tak terlihat, jauh dari gegap gempita. Tentu masih banyak pengabdi masyarakat lainnya yang belum tercatat di sini. Tulisan ini tidak cukup mewadahi karena keterbataan ruang.
Yang terpenting, pahlawan tidak harus yang berani mengangkat senjata untuk menumpas penjajah. Tidak juga harus tokoh-tokoh yang berkontribusi terhadap bangsa dengan goresan penanya. Tapi, mereka yang ”hanya” punya sapu, gerobak, atau apa pun itu, yang berfaedah buat insan lain, juga layak diberi predikat pahlawan. Karena ada kata bijak yang menyatakan, berbuat baiklah sesuai dengan kemampuan dan kedudukanmu. (*)