Oleh: Ace Somantri
KLIKMU.CO
Genderang perang opini di media massa dan media sosial terus menghiasi layar kaca smartphone, Android, dan lainnya. Wajah-wajah calon pemimpin negeri sudah tersebar berserakan di mana-mana, baik itu di ruang-ruang publik dengan baliho, spanduk, dan juga reklame di sudut-sudut kota dan perkampungan. Gerak cepat para kader partai sudah jauh-jauh hari memanaskan mesinnya.
Tanpa diduga, pertama kali pasangan pertama Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar tanpa ragu mendeklarasikan resmi secara terbuka di Kota Surabaya. Dengan penuh keyakinan dan percaya diri, mereka dapat mengambil hati para pemilih bahwa mereka pilihan terbaik untuk merebut kursi RI di tahun 2024.
Tanpa basa-basi, tokoh kunci pasangan tersebut yaitu Bung Surya Paloh mendeklarasikan pasangan tersebut walaupun ada pihak yang merasa dikhianati. Begitulah politik, suka tidak suka harus senantiasa selalu bersedia kapan saja akan terjadi perubahan dalam waktu tak diduga.
Hingga saat ini pasangan calon presiden yang lainnya masih menunggu dan menimbang berbagai pertimbangan politik yang berkembang. Dinamika kepemimpinan nasional kerap kali menyita perhatian para pihak, apalagi yang memiliki kepentingan sangat vital untuk keberlangsungan hidup diri, keluarga, dan perusahaannya.
Tidak salah hal itu. Siapa pun berhak untuk memiliki sikap demikian demi terciptanya keberlangsungan hidup lebih baik sebagai bentuk sifat kemanusiaan dan makhluk sosial. Kenapa itu selalu terjadi dan menjadi perhatian serius, padahal tanpa harus bersikap demikian tetap saja akan terjadi dan melewati berbagai proses hingga kehidupan berjalan seperti biasanya.
Ternyata usut demi usut, sikap dan perbuatan tersebut bukan sekadar untuk keberlangsungan hidupnya, melainkan ada kepentingan lain yang lebih besar dan lebih jauh bukan sekadar kehidupan dirinya semata. Memang terlihat seperti sederhana, saling mendukung dan mendorong kepemimpinan nasional seolah seksdar rutinitas belaka. Ternyata syahwat materi manusia yang relatif tidak ada habisnya telah banyak membutakan mata hatinya.
Ideologi keserakahan kerap kali menghinggapi nalar intelektual manusia, sehingga kecerdasan yang dimiliki kecenderungan untuk memenuhi hasrat kekuasaan yang lebih besar dan lebih besar. Dan hanya melalui kekuasaan kepemimpinan semua dapat dicapai, begitu fakta sejarah memberikan ajarannya kepada para generasi umat manusia.
Abai dan tidak peduli kebanyakan para pemimpin bangsa di manapun, tidak mengenal bangsa dan negara dengan mayoritas penduduk beragama. Siapapun mereka tetap saja sebagai manusia yang memiliki sifat keserakahan, terlebih sebuah bangsa dan negara yang warganya memiliki tingkat kecerdasan diatas rata-rata, sifat dan karakternya selalu ingin mendominasi dan menganeksasi negara lain yang di bawah rata-rata kemampuan dan kompetensinya.
Hal ini bukan opini semata, melainkan fakta dan nyata dari sejarah manusia sejak ada dan lahir berbagai bangsa-bangsa dibelahan dunia. Merasa negara adidaya dan kuasa, segala hal yang menyangkut kebutuhan untuk warga dan negaranya pasti akan melebarkan kekuasaannya tanpa ampun dan belas kasih. Baginya kekuatan adalah kekuasaan, dan kekuasaan ada dalam kekuatan materi.
Ideologi keserakahan pada bangsa dan negara pada mulanya semua berangkat dari individu-individu manusia yang memiliki potensi sifat buruk, bukan tiba-tiba terbentuk saat dalam bangunan sistem sebuah bangsa dan negara. Justru ajaran agama yang bersumber dari Ilahi Robbi memberi kemampuan untuk saling membantu demi kepentingan bersama mewujudkan kehidupan yang damai dan tentram penuh bahagia.
Semuanya sudah diberikan media perangkatnya serta bahan-bahan baku yang akan dijadikan olahan untuk kebutuhan manusia tanpa harus membuat terlebih dahulu. Energi dengan berbagai macam variannya semua gratis, begitu pun bahan olahannya tersedia tanpa batas dan gratis. Kenapa saat dikuasai sekelompok manusia menjadi harus saling berebut dan saling bunuh antar mereka, padahal bahan dan sumber yang disediakan ditempat dan waktu yang sama. Manusia semua diberi lahan, tempat dan akal pikiran yang sama oleh Sang Pencipta, tidak dibeda-bedakan.
Fakta dan realitas era abad digital ini, momentum dinamika kepemimpinan nasional menjadi kunci ke depan bangsa dan negara. Pasangan calon pemimpin negeri yang akan datang berharap bukan sekadar mengganti dan meneruskan semata, melainkan melakukan tindakan loncatan perubahan mendasar untuk memajukan bangsa dan negara melampaui negara-negara yang lebih dulu maju.
Calon pasangan pemimpin yang belum menentukan pasangannya, Ganjar Pranowo, salah satu calon yang sudah dicalonkan oleh partai pemenang tahun 2019 lalu. Menimbang kandidat calon pendampingnya masih dalam memilah dan memilih yang pantas, layak dan mampu bersinergi untuk memajukan negeri. Walapun terlambat hingga kini belum ada calon pendamping, bukan berarti tidak ada calon, melainkan mematangkan pendamping yang benar-benar dapat bersinergi dan berkolaborasi lebih dari sekadar berpasangan duet maut.
Begitu pula kandidat lain, Prabowo Subianto, belum menentukan pendamping untuk berpasangan, tidak mudah mencari dan mendapatkan yang pas dan tepat. Pasalnya, menjadi pendamping tidak semudah membalikkan telapak tangan. Maju dan mundurnya bangsa dan negara ini ada pada pasangan pemimpin kedepan. Terlebih Prabowo Subianto pernah meyakini bahwa bangsa Indonesia jika tidak siap menghadapi gelombang revolusi perubahan sosial, tidak menutup kemungkinan Indonesia hanya tinggal kenangan yang membuat merana para pendiri bangsa.
Siapapun pemimpin bangsa ke depan harus memiliki super skill mengubah mindset rakyatnya untuk maju dan maju. Siapapun pemimpin ke depan yang memiliki super skill mengubah mindset penyelenggara negara untuk melayani dan memajukan negeri bukan mengumpulkan pundi-pundi untuk dirinya dan oligarki. Kita semua berusaha maksimal mendorong para pemimpin negeri tetap optimis mengukir prestasi untuk harga diri bangsa menjadi negara dan bangsa yang mandiri dan benar-benar berdikari dalam kedaulatan ekonomi.
Posisi Ormas Islam
Jangan dianggap remeh dan sepele kehadiran kelompok-kelompok sosial, baik yang besar maupun yang kecil. Mereka entitas sosial yang menjadi kunci utama gerakan sosial, mitra utama sebuah entitas negara dalam mengawal nilai-nilai kemasyarakatan yang adil dan beradab.
Organisasi masyarakat Islam, seperti Muhammadiyah, NU, Al Irsyad, Persis, PUI, DDII dan ormas Islam lainnya. Kekuatan mereka dalam perjalanan sejarah menjadi pendorong, penggerak dan sekaligus mengantarkan kemerdekaan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia. Bahkan, tidak berhenti di situ, melainkan mengawal dan mengisi kemerdakaan untuk membangun bangsa menjadi negara yang berdaulat secara nyata di berbagai bidang tanpa harus meminjam tangan imperialis negara adidaya.
Organisasi masyarakat Islam di negeri ini tumbuh subur hadir karena peduli dan peka, saling membantu dan menolong antarsesama tidak harus melihat latar belakang suku, ras, dan agama serta batas-batas bangsa dan negara. Bangsa dan negara ini dibangun bukan untuk kekuasaan semu atas nama hawa nafsu sesaat, bangsa dan negara ini juga dibangun bukan untuk hawa nafsu keserakahan dan kepentingan oligarki.
Ace Somantri
Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung