Pemimpin yang seperti Apa?

0
68
Ace Somantri, dosen UM Bandung dan Wakil Ketua PDM Kabupaten Bandung. (Dok pribadi)

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Isu kepemimpinan tidak pernah berhenti. Berbagai momentum selalu muncul, narasi demi narasi menghiasi berbagi media, baik cetak maupun elektronik. Pendapat dari berbagai ahli dan pakar terlontar, mulai dari komentar mengkritisi situasi yang terjadi kondisi pemimpin negeri hari ini maupun mengingat para pemimpin negeri masa lampau.

Pun sama, dalam waktu yang bersamaan dengan penuh harap kepada siapa pun pemimpin negeri ini, baik itu para pemimpin eksekutif yang di bawah komando presiden, pemimpin legislatif para dewan perwakilan daerah atau perwakilan rakyat. Pimpinan yudikatif pemegang kebijakan hukum di negeri ini yang sering dikatakan hukum sebagai panglima. Untuk menunjukan sikap melayani bukan dilayani, selalu memberi bukan berharap diberi, senantiasa menasehati bukan menampakkan harus dinasehati, memberi keadilan bukan menjual keadilan, membahagiakan dan mensejahterakan bukan malah menyengsarakan.

Berat menjadi pemimpin atau pejabat itu, bukan malah petantang-petenteng merasa punya jabatan seolah menjadi manusia paling terhormat dan terpandang. Namun faktanya, siapapun mereka hidupnya di bayar oleh keringat dan harta negara yang pemiliknya adalah sang Rakyat jelata. Mereka bergelimpang harta, kendaraan mewah, rumah lebih dari satu dan juga mewah. Apakah terbersit dalam hatinya bahwa yang dia gunakan dan di makan hakikatnya berasal dari Sang Rakyat? semoga saja menjadi pengingat bagi siapapun yang hari ini menjabat, baik mulai jabatan eselon tinggi hingga eselon rendahan. Dengan baju besi jabatanmu, bukan untuk menakut-nakuti apalagi memeras darah rakyat pemilik syah sebuah bangsa dan negara.

Dalam sejarah banyak cerita dan kisah para pemimpin negeri, dari generasi ke generasi umat manusia. Masa pemimpin para nabi dan rasul, khalifa rasyidah, masa umayah dan abasyiyah. Kenangan dan romantisme negeri-negeri yang tiran dan juga negeri gofururrahiim. Semuanya itu terjadi menjadi ibrah manusia berikutnya, termasuk abad ini.

Disadari atau tidak, peradaban bangsa dan negara abad ini para pemimpinya nyaris tidak ada yang memiliki sifat dan karakter kepemimpinan yang memberi, melayani, menasehati, dan juga memberi keadilan dan kesejahteraan yang membahagiakan. Yang ada malah sebaliknya, sangat mengerikan dunia ini. Bagi rakyat jelata dunia ini serasa neraka, bagi pendusta agama dunia ini serasa di surga. Apapun yang dikehendaki semua disediakan, tidak peduli dari mana yang penting harus ada.

Jauh dari tanah ke langit, jangankan dibandingkan dengan nabi dan rasul, dengan sahabat nabi Muhammad rasulullah saja masih jauh. Bagaimana Umar Ibnu Khattab menjadi sosok pemimpin yang melayani, tegas, dan adil dalam menegakkan aturan. Dia rela perutnya keroncongan demi untuk rakyatnya, tegas dan berani beliau mengambil harta para gubernur walikota yang memiliki harta melebihi dari yang seharusnya didapatkan.

Sebuah cerita dan kisah nyata seorang pejabat masa Umar Ibnu Khattab, memberhentikan Gubernur Thaif yaitu Atabah Bin Abi Sofyan karena kedapatan memiliki harta melebihi dari pendapatannya sebagai pejabat dan harta kelebihannya dimasukkan ke baitul mall. Pun sama walikota Utbah ketika berkunjung ke Madinah membawa harta banyak, khalifah Umar Ibn Khattab bertanya dari mana harta itu? Utbah menjawab harta tersebut dari hasil dagang di pasar, begitu jawaban sang wali kota.

Namun, lain cerita bagi Khalifah Umar mendengar jawaban tersebut, dengan nada cukup menggetarkan berujar, saya tugaskan saudara untuk menjadi walikota, kalau saudara berdagang lantas siapa yang mengurus rakyat? Lalu dengan keberaniannya meminta wali kota memasukan hartanya ke baitul mall.

Sedikit kisah seorang pemimpin melayani, berani dan tegas dalam menegakkan aturan dalam sebuah bangsa dan negara, waktunya rela untuk memberikan jasad lahiriyahnya untuk mengabdi pada negara dan rakyatnya. Hartanya secukup yang didapat semestinya dalam kas negara tanpa minta ini dan itu. Baginya kepuasan adalah melayani dan memberi keadilan pada rakyatnya.

Adakah hari ini pemimpin bangsa yang peduli pada rakyat dan negara? Pemilihan dan pengangkatan pemimpin sarat dengan perilaku transaksional, fakta sosialnya bak jual beli barang dan juga seolah bentuk lain dari investasi. Makanya sejak demokrasi sebagai sistem dan mekanisme ketatanegaraan sebuah bangsa, siapapun pemimpinnya baik hari ini, entah esok hari sulit untuk keluar dari tradisi demokrasi transaksional.

Pekerjaan besar bagi para moralis dan intelektualis bangsa, melakukan kajian radikal hal ihwal sistem ketatanegaraan yang benar-benar melahirkan pemimpin bangsa yang merdeka dari budaya politik transaksional. Berani, tegas dan adil dalam memberi dan layani menjadi dambaan rakyat sosok pemimpin yang dinanti, bukan hanya di negeri loh jinawi Indonesia, melainkan di seluruh belahan dunia. Wallahu alam. (*)

Bandung. Desember 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini