Pendidikan, Antara Ilmu atau Ijazah?

0
86
Ace Somantri, dosen UM Bandung dan Wakil Ketua PDM Kabupaten Bandung. (Dok pribadi)

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Empat belas abad yang lalu, wahyu pertama diturunkan ke bumi melalui malaikat untuk diberikan kepada Rasulullah SAW. Wahyu tersebut merupakan ajaran suci yang diperuntukkan seluruh umat manusia. Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu! Makna kalimat yang termaktub dalam Q.S Al ‘Alaq menegaskan hal ihwal wajibnya berpendidikan. Ayat suci bak mutiara dalam bentuk lain, karena dengan ayat itu semua manusia dapat hidup sepanjang masa.

Nilainya tidak dapat diukur oleh angka nominal, secara substansi makna ayat dapat menjadi sebuah harta yang tak ternilai harganya. Manusia memiliki kemampuan mengungkap makna dari ayat itu, bukan hanya mampu menjual dan membeli segala kebutuhan hidup. Melainkan juga mampu mengubah keadaan jahiliyah menjadi sebuah peradaban.

Peristiwa perubahan jahiliyah menjadi peradaban telah dibuktikan Rasulullah SAW, di mana kampung atau Desa Yatsrib diubah menjadi kota peradaban yang dikenal dengan Madinah Al Munawaroh. Itu semua diawali dengan gerakan pembebasan buta huruf dan buta aksara yang dilakukan Rasulullah Muhammad SAW bersama para sahabat setia atas dasar ayat tersebut di atas.

Manusia kala itu memiliki kemampuan membaca berbagai hal ihwal yang terjadi dalam kehidupan manusia, baik itu yang berkenaan dengan yang ada dalam dirinya maupun yang terjadi di luar dirinya. Wahyu pertama menjadi isyarat mutlak, bahwa pendidikan yang mendidik wajib hukumnya bagi setiap manusia di muka bumi alam semesta. Hal itu menjadi bagian dari segala hal penegakan ajaran Islam.

Fenomena hari ini menjadi perhatian publik dengan cukup ramai diperbincangkan mengenai hal ihwal ijazah dan pendidikan. Kasus demi kasus muncul di permukaan tentang ijazah palsu, di mana kepalsuannya bukan fisik ijazahnya, melainkan prosesnya tidak sesuai dengan seharusnya yang menjadi ketentuan dalam aturan pendidikan. Sehingga siapapun yang melakukan pelanggarannya akan mendapatkan sanksi yang telah ditentukan, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana.

Belum lama sempat beredar pernyataan Menaker RI yang dikutip IDTimes bahwa ijazah bukan satu-satunya hal yang penting untuk memperoleh pekerjaan.” Dalam perspektif khusus pernyataan tersebut bisa dikatakan benar, namun ketika bicara konteks lain lebih komprehensif tidak dibenarkan juga karena bertentangan dengan kaidah pendidikan, khususnya di Indonesia.

Benar adanya, banyak fakta ketika dalam dunia kerja apalagi dunia usaha wiraswasta ketentuan ijazah tidak wajib mutlak, dan yang wajib adalah kemauan dan kemampuan berusaha untuk mengerjakan sesuatu sesuai keahlian yang dimiliki. Pertanyaaanya, keahlian yang dimiliki didapat dari mana?

Bisa jadi didapat dari pengalaman langsung secara otodidak belajar dari hasil kerja pancaindranya. Hal itu boleh dan sah sebagai media untuk mendapatkan wawasan dan keilmuan base on praktis. Paling yang membedakan adalah proses cara dan metodologinya serta jenis tahapannya untuk mendapatkan ilmu. Dalam dunia pendidikan tinggi dikenal dengan pendekatan teoritis dan praktis. Kelemahan dan kelebihan disesuaikan pada objek dan kajian masalahnya. Hanya faktanya kajian teoritis selalu menjadi menara gading, sementara kajian praktis lebih realistis namun mitigasi risiko relatif lemah.

Itulah pentingnya ada pendekatan mix methode dalam pendekatan sebuah keilmuan. Ada proses pengujian teoritis dan praktis secara terpadu. Pun sama ketika mengambil makna nash, baik dari al-Qur’an maupun As-Sunnah harus ada kajian pendekatan teoritis base on teks yang dikenal istilah bayani, dan juga kajian pendekatan praktis base on konteks yang dikenal istilah pendekatan burhani.

Selanjutnya, nilai makna guna dan manfaat sangat bervariatif. Hal itu bergantung siapa sebagai objek dan subjek penerima, apakah untuk individu atau kelompok masyarakat dalam sebuah komunitas. Karena sangat mungkin menjadi relatif tingkat kebaikan dan kebenarannya, sehingga di sini membutuhkan penilaian objektif pada maqom nalar tingkat tinggi dengan pendekatan intuisi base on ahlaki dan ihsani. Hal ini dikenal dengan pendekatan irfani.

Ada yang paling penting di antara dua pilihan antara ilmu atau ijazah, apa pun alasannya yang diwajibkan bagi umat manusia memiliki keilmuan, karena dengan ilmu segala hal permasalahan cepat terurai, lama-lama menjadi ahli dan pakar. Ijazah bukan menjadi syarat, melainkan sertifikasi dan legalitas sebuah hasil proses didapat dari sebuah kelembagaan pendidikan.

Selain hal ini, menjadi catatan sangat penting bagi pengelola amal usaha pendidikan untuk mengubah kompetensi lulusan yang sebelumnya ketecapaian hanya berhenti pada nilai angka yang subjektif. Saat ini lulusan harus memiliki kemampuan utama analis-praktis yang lebih rasional, logis, dan objektif. Wallahu ‘alam. (*)

Bandung, Oktober 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini