Pendidikan yang Tidak Mendidik

0
87
Ace Somantri, dosen UM Bandung dan Wakil Ketua PDM Kabupaten Bandung. (Dok pribadi)

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Tidak ada harta yang kekal melainkan ilmu, sebuah slogan dalam dunia pendidikan. Idealnya, lembaga pendidikan mampu mempercepat perubahan ke arah yang lebih baik, namun nyatanya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sementara ratusan ribu lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal, dari tingkat prasekolah hingga tingkat pendidikan tinggi, menyebar ke seluruh pelosok negeri hingga ke pulau terluar negeri.

Tidak ada alasan untuk tidak berubah cepat, apalagi 10 tahun terakhir penyebaran pendidikan tinggi pun banyak berdiri.Tujuannya tiada lain untuk pemerataan pembangunan sumber daya manusia Indonesia. Dengan harapan bangsa ini menjadi bangsa beradab dan bermartabat.

Selain itu, dengan pendidikan berharap bangsa Indonesia mampu bersaing dan tidak minder dengan bangsa lain dalam percaturan global. Faktanya lain cerita, tenaga kerja pun didatangkan dari negara asing. Itu semua karena bangsa kita tidak punya harta, kecuali pinjam lagi-pinjam lagi.

Pendidikan mengajarkan manusia melintasi ruang dan waktu, berharap bangsa Indonesia mampu menembus batas-batas negara hingga menjadi pembaharu peradaban dunia. Bukan menjadi batas negara tempat pembuangan akhir sampah-sampah negara lain, seperti sampah teknologi transportasi darat, laut, dan udara.

Diakui atau tidak, sudah menjadi rahasia umum fakta dan realitas negara kita sering membeli gerbong kereta listrik bekas dan alat transportasi lainnya pun kadang beli yang bekas. Yang lebih parah dan mengerikan tempat membuang sumber kejahatan dan kemunkaran, yaitu pasar terbaik untuk bazar narkoba naudzubillahi mindzalik.

Jika disebutkan satu per satu, tampaknya negara kita semakin hampir tidak ada kemajuan selain kata kemunduran. Infrastruktur jalan tol dan jembatan yang menjadi jualan pada publik tidak berbanding lurus dengan kemajuan pendidikan Indonesia.

Tidak ada bangsa yang berani menjajah bangsa yang berilmu. Pendidikan Indonesia realitasnya belum mendidik yang sebenarnya. Karena hingga detik ini, bangsa Indonesia dalam posisi terjajah secara ekonomi, politik, hukum, dan keamanan.

Kesejahteraan hanya milik pemodal, negara pun tidak berdaya. Kedaulatan hanya milik oligarki, negara pun tersandera. Sistem keamanan hanya milik server big data, negara pun tidak kuasa. Semuanya dalam posisi, situasi, dan kondisi negara keadaan tersandera dan terperdaya. Karena bangsa kita bangsa yang tidak berilmu, sehingga bangsa manapun bisa masuk tanpa perlawanan. Bjorka anonim sang hacker sedang viral mampu membobol data pribadi pejabat negara. Ini bukti nyata bahwa negara tidak kuasa dan tidak daya upaya.

Buku akan bermanfaat jika dibaca dan diamalkan. Jika pendidikan Indonesia pintar membaca pasti pintar memberi solusi. Apalagi pintar mengamalkan, bukan hanya solusi, melainkan banyak untung daripada rugi. Utang pun tidak menggunung menjulang tinggi.

Padahal umat Islam Indonesia mayoritas. Al-Qur’an petunjuk lengkap nan sempurna, kebutuhan apapun bagi manusia semua tersedia. Harusnya bangsa Indonesia lebih maju dari negara maju saat ini. Itu semua karena bangsa kita malas baca buku, termasuk umat Islam Indonesia sangat jauh dari membaca Al-Qur’an, apalagi mengamalkan ayat-Nya sepertinya hampir mustahil menjadi bangsa dan negara maju.

Sampaikan walaupun satu ayat, semakna dengan kalimat budayakan membaca walaupun hanya selewat karena membaca jendela dunia. Sudahkah lembaga pendidikan kita memiliki data akurat dan valid setiap siswa atau mahasiswa berapa jumlah buku yang dibaca? Atau berapa ayat Al-Qur’an dalam mushaf yang dibaca setiap hari?

Rasanya semua itu sulit disembunyikan rapat-rapat seolah tidak terlihat, namun malaikat tetap mencatat. Apalagi memiliki data berapa teori yang diamalkan, lebih-lebih memiliki data yang mengamalkan banyak ayat! Satu ayat saja yang benar-benar diamalkan belum tentu sesuai maksud dan tujuannya dari apa yang sudah diamalkan.

Benarkah pendidikan Indonesia sudah mendidik? Sedikit uraian di atas menggambarkan bahwa betapa ironi sebuah bangsa besar yang masyarakatnya santun dan beradab, namun masih bertahan di bawah bayang-bayang penjajahan ekonomi dan politik para oligarki. Katanya bangsa lain tidak akan berani menjajah kepada bangsa berilmu, tetapi lain cerita ketika Indonesia masih dalam cengkeraman penjajahan gaya baru.

Kiranya sangat beralasan, Allah akan mengangkat derajat bagi yang berilmu. Harusnya ketika bangsa negara kita berilmu pasti harkat dan marabatnya ditinggikan derajatnya. Lagi-lagi menjadi ironi negara tetangga saja kadang berani membully bangsa dan negara yang kita cintai. (*)

Bandung, September 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini