Peradaban Islam Sudah Berusia 1.500 Tahun, Kenapa Sistem Penanggalan Belum Bisa Satu?

0
93
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Prof Dr Syamsul Anwar MA menyampaikan khutbah Idul Adha di UMM. (Humas UMM/KLIKMU.CO)

KLIKMU.CO – Kurban tidak hanya memiliki nilai religiusitas, tapi juga makna sosial yang dalam. Hal itu disampaikan Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Prof Dr Syamsul Anwar MA pada khutbah Idul Adha di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (9/7/2022).

Pada momen ini, Syamsul mengatakan bahwa umat muslim tidak boleh menganggapnya sebagai ritual ibadah semata. Lebih dari itu juga bertujuan untuk memperkokoh iman dan memantapkan integrasi spiritual dan moral.

Sementara tujuan sosial dari kurban ialah menumbuhkan cinta solidaritas dan penerimaan terhadap orang lain. Bagaimana umat muslim mau mengorbankan diri sendiri untuk kemaslahatan bersama.

“Rasulullah pernah bersabda bahwa tidak sempurna keimanan seseorang sebelum ia mencintai orang lain seperti ia mencintai dirinya sendiri. Kalau kita lihat, perintah pelaksanaan kurban di surah Alkautsar juga disandingkan dengan kata shalat. Berarti, ritual ibadah saja masih belum cukup. Perlu adanya kebijakan keterlibatan sosial di masyarakat,” katanya.

Syamsul melanjutkan bahwa meski peradaban Islam sudah berumur hampir 1.500 tahun, belum ada sistem penanggalan yang satu. Hal ini tidak jarang mengakibatkan perbedaan tanggal untuk beribadah. Seperti awal puasa, waktu salat Idul Fitri, hingga Idul Adha.

“Hal ini terjadi bukan hanya karena perbedaan pendapat fikih saja. Sebagian menganut rukyat, sebagian lainnya menganut hisab. Lebih jauh juga terjadi karena faktor alam itu sendiri seperti letak geografis. Semakin ke timur, semakin kecil kemungkinan rukyat. Sebaliknya, semakin ke barat semakin besar pula peluang untuk rukyat,” tambahnya.

Menurutnya, secara teknis sistem penanggalan bukan tidak bisa disatukan. Namun ada perbedaan lain, yakni terkait pandangan persatuan tanggal. Ada yang menekankan persatuan secara lokal, ada pula yang menekankan persatuan penanggalan secara global.

Lebih lanjut, Syamsul mengatakan bahwa penyatuan ini memang membutuhkan waktu perenungan yang tidak singkat. Maka, masyarakat harus bijak menanggapinya dengan baik. Tidak ada pilihan lain selain meingkatkan toleransi antarumat beragama.

Sementara itu, Rektor UMM Dr Fauzan MPd. menuturkan bahwa Idul Adha akan terus datang setiap tahun dan tak akan berubah. Yang dituntut untuk berubah adalah umat muslim. Salah satunya dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Menurutnya, hal itu akan membuat hidup dan keimanan seorang muslim bisa lebih dinamis. Tidak terjebak di wilayah statis. “Mari kita petik banyak pelajaran dari kisah Ibrahim dan Ismail. Yakni tentang pengorbananan yang tidak hanya untuk diri sendiri dan keluarga. Tapi juga untuk kepentingan agama, nusa, dan bangsa,” ungkapnya. (Wildan/AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini