Perancangan Peraturan Perundang-undangan dalam Sistem Ketatanegaraan Pasca Reformasi

0
18
Anang Dony Irawan, Wakil Ketua PCM Sambikerep, Dosen FH Universitas Muhammadiyah Surabaya, Anggota APHTN-HAN dan MAHUTAMA. (Pribadi/KLIKMU.CO)

Anang Dony Irawan, Wakil Ketua PCM Sambikerep, Dosen FH Universitas Muhammadiyah Surabaya, Anggota APHTN-HAN dan MAHUTAMA

Sistem ketatanegaraan Indonesia telah mengalami banyak perubahan signifikan sejak era reformasi pada tahun 1998, termasuk modifikasi terhadap cara penyusunan undang-undang. Salah satu langkah pertama yang paling penting dalam proses reformasi legislatif yang panjang di Indonesia adalah pembentukan lembaga pengelola peraturan.

Lembaga ini dituntut untuk membuat dan melaksanakan peraturan yang sesuai dengan maksud dan tujuan masyarakat serta tetap sesuai dengan strategi pembangunan nasional.

Permasalahan perselisihan peraturan perundang-undangan, baik secara vertikal maupun horizontal, telah lama menjadi permasalahan. Apabila peraturan-peraturan pada tingkat yang berbeda bertentangan satu sama lain atau ketika terdapat kontradiksi antar peraturan yang seharusnya saling memperkuat, timbullah ketidakharmonisan.

Akibatnya, penerapan undang-undang tersebut kehilangan efektivitasnya dan sering menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. Untuk membangun sistem hukum yang lebih dapat diprediksi dan teratur, penting untuk menyusun dan menyelaraskan peraturan hukum.

Pada masa reformasi, peraturan perundang-undangan merupakan wujud amanat reformasi untuk meningkatkan kontrol Pemerintah sekaligus sebagai respon terhadap tuntutan sistem hukum yang lebih baik. Dalam situasi ini, menciptakan peraturan dan regulasi yang baik dan mencerminkan preferensi masyarakat adalah langkah pertama menuju perubahan hukum.

Hal ini sesuai dengan pepatah yang menyatakan bahwa mengambil langkah awal yang tepat dalam perjalanan ribuan kilometer sangatlah penting. Oleh karena itu, landasan yang kuat untuk mencapai keberhasilan reformasi hukum adalah penciptaan undang-undang dan peraturan yang tepat.

Kebutuhan untuk merestrukturisasi peraturan di Indonesia menjadi semakin mendesak mengingat banyaknya kritik terhadap Peraturan Menteri (Permen), yang banyak di antaranya bertentangan satu sama lain. Peraturan yang tidak konsisten ini sering kali menimbulkan ambiguitas hukum dan mengganggu efektivitas operasional pemerintah.

Oleh karena itu, pembentukan lembaga pengelola regulasi merupakan solusi yang diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan harmonisasi peraturan perundang-undangan di Indonesia dengan memperkuat kewenangan regulasi dan mengintegrasikan kewenangan banyak organisasi.

Secara keseluruhan, perubahan peraturan perundang-undangan di Indonesia pasca reformasi menunjukkan sejumlah potensi dan tantangan. Sejumlah faktor krusial perlu diperhatikan, termasuk pembentukan organisasi pengelola regulasi, rancangan peraturan menteri, dan inisiatif untuk menyelesaikan konflik antar peraturan perundang-undangan.

Diharapkan dengan mencermati perkembangan tersebut, kita dapat mengetahui dampak inisiatif reformasi peraturan terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia dan menentukan arah masa depan untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi peraturan perundang-undangan.

Perselisihan Norma Hukum

Sengketa norma hukum, baik vertikal maupun horizontal, seringkali menimbulkan ambiguitas hukum dan mempersulit implementasi kebijakan. Ketika peraturan yang dikeluarkan oleh berbagai tingkat otoritas tidak konsisten, seperti ketika peraturan pusat bertentangan dengan peraturan daerah, maka timbul perselisihan vertikal. Sementara itu, terjadi perbedaan pendapat antar peraturan yang dikeluarkan oleh otoritas di tingkat yang sama—misalnya dua kementerian.

Tidak memadainya koordinasi dan kurangnya kerja sama antar badan regulator seringkali menimbulkan perbedaan pendapat. Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang seharusnya mengatur hubungan antara peraturan pusat dan daerah.

Penegakan hukum dan pelaksanaan kebijakan terkena dampak negatif dari perselisihan mengenai peraturan hukum. Ketidakjelasan hukum dapat terjadi karena peraturan perundang-undangan yang berbeda tidak selaras satu sama lain, sehingga menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Ketidakselarasan ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dan menurunkan efektivitas pemerintah. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, yang menekankan pentingnya kepastian hukum dan harmoni dalam peraturan perundang-undangan.

Fungsi Organisasi Pengelola Regulasi

Organisasi yang bertanggung jawab atas pengelolaan peraturan sangat penting dalam menyelesaikan inkonsistensi antar undang-undang. Menunjukkan bagaimana menciptakan organisasi pengelola regulasi yang kuat dan komprehensif dapat meningkatkan konsistensi peraturan perundang-undangan.

Sebagai pusat koordinasi dan harmonisasi, badan ini memastikan seluruh peraturan sejalan dengan tujuan pembangunan nasional dan tidak bertentangan satu sama lain. Peraturan pengelolaan yang efektif sangat penting untuk mencegah permasalahan hukum karena Mahkamah Agung mempunyai kewenangan untuk memutus perkara di tingkat kasasi, yang menguji peraturan perundang-undangan.

Organisasi pengelola regulasi memainkan peran penting dalam meningkatkan efisiensi dan konsistensi regulasi. Kerangka hukum yang lebih stabil dan terkoordinasi dengan baik dapat dihasilkan dengan meminimalkan perselisihan peraturan melalui pembentukan badan yang didedikasikan untuk harmonisasi peraturan.

Kelompok ini berhasil, harus ada dukungan Pemerintah yang kuat dan pendanaan yang cukup. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, yang menggarisbawahi kebutuhan untuk regulasi yang konsisten dan efisien.

Kerangka Ketatanegaraan

Reformasi peraturan telah memperbaiki struktur ketatanegaraan Indonesia. Reformasi ini telah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan peraturan dan transparansi. Penerapan hukum dan tata kelola juga dipengaruhi oleh perbaikan peraturan, yang menjadikan sistem ini lebih transparan dan bertanggung jawab.

Keterlibatan publik dalam legislasi didukung oleh hak setiap orang atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan berekspresi. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi peraturan perundang-undangan, perlu dilakukan langkah-langkah lanjutan seperti memperkuat koordinasi antar lembaga, meningkatkan kualifikasi pembuat kebijakan, dan menjamin peningkatan keterlibatan masyarakat.

Sengketa norma hukum, baik vertikal maupun horizontal, masih sering terjadi, menyebabkan ambiguitas hukum dan menghambat pelaksanaan kebijakan. Konflik vertikal terjadi ketika peraturan pusat bertentangan dengan peraturan daerah, sementara konflik horizontal muncul dari ketidaksinkronan peraturan antar Kementerian. Disarankan perlunya koordinasi yang lebih baik antar badan regulator untuk mengatasi masalah ini dan memastikan kepastian hukum sesuai Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.

Untuk mengatasi hal ini, diperlukan restrukturisasi dengan menerapkan harmonisasi dan konsultasi publik yang ketat. Organisasi pengelola regulasi, seperti Badan Legislasi Nasional, berperan penting dalam meningkatkan konsistensi peraturan.

Reformasi peraturan telah meningkatkan partisipasi masyarakat dan transparansi dalam proses legislasi, namun tantangan seperti peningkatan koordinasi antar lembaga dan keterlibatan masyarakat masih perlu diatasi untuk memastikan efektivitas peraturan di masa depan. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini