Perempuan Nir Adab

0
25
Dr Nurbani Yusuf MSi, dosen UMM, pengasuh komunitas Padhang Makhsyar. (AS/Klikmu.co)

Oleh: Dr Nurbani Yusuf MSi

KLIKMU.CO

Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Luqman: 19)

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari. (Al Hujurat: 2)

Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar. (Al Hujurat: 3)

Kika para sahabat berbicara dengan Rasulullah, mereka merendahkan suara mereka dan mereka tidak memandang tajam sebagai bentuk pengagungan terhadap Rasulullah. (HR Al Bukhari 2731)

Suatu hari, Tsabit bin Qais tampak duduk di tengah jalan. Ia tampak lemah, bahkan terisak-isak dan menangis. Tidak lama berselang, Ashim bin Uday bin Ajlan lewat di hadapannya. Ashim lalu bertanya, “Mengapa engkau menangis?”

Tsabit menjawab, “Karena ayat ini (Al Hujurat ayat 2). Saya sangat takut jika ayat ini turun berkenaan dengan saya. Sebab, saya adalah orang yang bersuara keras saat berbicara.”

Ashim lantas melaporkan kejadian itu kepada Rasulullah saw. Tak lama kemudian, beliau memanggil Tsabit.
“Wahai Tsabit, apakah engkau sudi hidup dalam kemuliaan dan nantinya meninggal dalam keadaan syahid?”

Segera saja Tsabit menjawab, “Ya, Rasulullah, saya senang dengan kabar gembira yang saya terima dari Allah dan Rasul-Nya ini. Saya berjanji tidak akan pernah lagi berbicara lebih keras dari suara engkau.”

Maka turunlah ayat berikut:
Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar. (Al Hujurat: 3)

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengisyaratkan bahwa baiknya amalan badan seseorang dan kemampuannya untuk menjauhi keharaman, juga meninggalkan perkara syubhat (yang masih samar hukumnya), itu semua tergantung pada baiknya hati. Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 210.

Para ulama katakan bahwa hati adalah malikul a’dhoo (rajanya anggota badan), sedangkan anggota badan adalah junuduhu (tentaranya). Lihat Jaami’ul ‘Ulum, 1: 210.

Hati yang buruk akan mengeluarkan kata-kata yang kasar lagi menyakitkan, hati yang baik akan menuturkan kata-kata yang baik, mendamaikan, dan menenteramkan.

Khalifah Harun al Rasyid menjawab bijak, ketika ada seorang ulama faqih hendak mengingatkannya dengan keras: Allah telah mengutus orang yang lebih baik dari padamu yaitu Musa as dan Harun as. Kemudian Allah taala turunkan manusia paling buruk dan lalim daripada aku yaitu Fir’aun.

Kepada orang yang paling buruk saja Allah taala nasihatkan kepada Musa as dan Harun as untuk berkata sopan, lembut dan santun—Allah pun masih mendoakan agar Firaun kembali ingat dan takut. (Thaha 43-44)

Ke mana para suami, para ayah, sehingga para istri, janda, dan perawan keluar dari rumah berjalan berbaur bersama kumpulan laki-laki bukan mahram sambil membawa mikrofon, berteriak di sepanjang jalan melebihi suara keledai, dengan alasan nahi munkar… sungguh sangat tidak terpuji. Semoga kiranya Allah Taala memberikan kita semua taufik, maunah, dan ditetapkan hidayah dan husnul khatimah.
Aamin

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini