Fakultas Ilmu Agama Islam dan Dakwah dalam Lintasan Sejarah

1
87
Fakultas Ilmu Agama Islam dan Dakwah dalam Lintasan Sejarah. (Dok UM Surabaya)

Oleh: M. Sun’an Miskan

KLIKMU.CO

Fakultas Ilmu Agama Islam dan Dakwah (FIAD) Universitas Muhammadiyah Surabaya berdiri pada 12 September 1964, bertempat di Masjid Dakwah Embong Malang, Surabaya.

Masjid Dakwah adalah wakaf dari hartawan Surabaya yang mempunyai usaha bengkel mobil yang ada di Jalan Embong Malang tersebut.

FIAD UM Surabaya berdiri sebagai realosasi dari hasil Kongres Nasional Muhammadiyah Majelis Tabligh bahwa untuk menghadapi paham komunis yang sudah merajalela saat itu harus didirikan beberapa FIAD untuk menghadapi mereka.

Dekan pertama sekaligus sebagai pendiri adalah Bapak H. AM Nursalim MA, akademisi lulusan luar negeri Fakultas Darul Ulum Universitas Kairo Mesir. Beliau dosen IAIN Surabaya yang gelar kesarjanaannya paling tinggi alumni luar negeri, tetapi karena pahamnya berbeda dengan Menteri Agama saat itu, maka beliau tidak diberi jabatan apa-apa di kampus tersebut.

Sebagai dekan FIAD, beliau sangat menekuni tugasnya. Mahasiswa/mahasiswi beliau gembleng sendiri untuk pandai dan terampil berpidato, khutbah, dan debat. Kegiatan tersebut berlangsung di Masjid Dakwah tingkat bawah sehabis shalat magrib.

Pada tahun 1965 itu saya lulus dari Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) Yogyakarta. Saya tidak berdinas sebagai pegawai negeri, tetapi justru saya langsung melanjutkan di perguruan tinggi, yaitu di FIAD UM Surabaya yang baru dibuka. Dengan harapan semoga di usia muda, saya sudah dapat meraih gelar sarjana.

Waktu masuk FIAD UM Surabaya itu saya terlambat tiga bulan. Saya baru masuk pada Desember 1964.

Oleh bapak Dekan H AM Nursalim MA, saya diperbolehkan untuk mengikuti perkulihan, tetapi saya tidak boleh naik ke tingkat II. Tahun depannya harus kembali ke tingkat I dan ikut perpeloncoan sebagai syarat menjadi mahasiswa di perguruan tinggi saat itu.

Saya kemudian mengikuti kuliah, lalu pada akhir tahun Wakil Dekan Bagian Keuangan dan Ketua Senat Mahasiswa mendorong saya untuk membayar uang ujian kenaikan tingkat dan ikut ujian. Saya lalu ikut ujian dan lulus dengan nilai terbaik.

Begitu Bapak Dekan H. AM Nursalim MA mendengar saya lulus kenaikan tingkat, saya dipanggil. Beliau lalu mengultimatum saya:

“Saudara Sun’an ini ujian mentalmu. Kamu sekarang hanya ada dua pilihan: Kembali ke tingkat I dan ikut perpeloncoan sebagaimana kamu sepakati dahulu atau kalau kamu tidak mau, kamu harus keluar dari FIAD sekarang juga karena kamu menyalahi janji dan kamu kelihatannya hanya ingin mengejar gelar sarjana saja di FIAD ini.

Alhamdulillah, berkat taufiq dan hidayah Allah SWT saya menjatuhkan pada pilihan nomor 1. Yaitu saya kembali ke tingkat 1 dan ikut perpeloncoan.

Saya sangat hormat dan respek atas kepemimpinan beliau. Beliau pemimpin yang tegas dan prospektif.

Saya lalu mengikuti acara perpeloncoan yang dipusatkan di Universitas Airlangga Surabaya. Panitia perpeloncoan itu dikuasai oleh tokoh-tokoh mahasiswa komunis. Kita digiring untuk membenarkan paham mereka tentang nasakom. Mereka meneriakkan yel-yel “Nasakom bersatu, singkirkan kepala batu.”

Kepala batu yang dimaksud di sini yaitu Masyumi yang ormas pendiri dan pendukungnya adalah Muhammadiyah.

Kami mahasiswa Islam lalu marah dan malam perpeloncoan itu lampu listrik di panggung penataran kami lempar dengan batu. Lampu pecah dan keadaan jadi gelap. Mereka marah dan kami saling kejar-mengejar untuk saling menghancurkan.

Saat itu tepat tanggal 17 Agustus 1965, kalangan Gerwani (wanitanya PKI) sudah menduduki rumah dinas kediaman Gubernur Jawa Timur di Jalan Pemuda. Gubernur mereka ludahi dan mereka usir.

Suasana pun makin mencekam dan terus mencekam.

Tiba-tiba pada 30 September 1965 malam, Kota Surabaya dipenuhi panser dan tentara ada di mana-mana khusunya RPKAD. Saya lalu bersembunyi ke Masjid Dakwah Embong Malang, Surabaya.

Paginya RRI Jakarta mengumumkan bahwa telah terjadi pemberontakan PKI di Jakarta, tetapi dapat digagalkan. Pemimpin Besar PKI, D.N.Aidit dan konco-konconya sedang diburu RPKAD.

Saya kemudian ditemui Bapak H Isngadi BA dosen FIAD UM Surabaya bidang retorika, massa psyikhologi agar saya merebut RRI Surabaya dari Lekra PKI dan mengisi dengan kesenian berisi dakwah Islamiyah.

Saya lalu menyiapkan teks Langen Suara dan saya ajak Saudari Salmah Ba Halwan mahasiswi FIAD ke studio RRI Surabaya dan berdua membacakan langen suara keagamaan tersebut dengan iringan musik RRI Surabaya.

Dengan kita ambil alih RRI Surabaya, masyarakat Surabaya khususnya dan Jawa Timur umumnya menyadari bahwa suasana sudah berubah.

Lekra PKI sudah tidak berkuasa di RRI Surabaya dan seluruh elemen PKI harus disirnakan di mana saja dan dihabisi orangnya, sebagai balasan dari beberapa jenderal  mereka culik, mereka siksa, mereka bunuh dan mereka masukkan di sumur Lubang Buaya Jakarta. Sebagaimana juga mereka lakukan setiap kali memberontak baik sebelum atau sesudah merdeka.

Elemen-elemen umat Islam lalu mengadakan demo besar-besaran, dipusatkan di Tugu Makam Pahlawan Surabaya di depan Kantor Gubernuran.

Massa lalu bergerak ke seluruh Kota Surabaya merampas hak milik PKI. Di antaranya, Muhammadiayah mengambil alih sekolah mewah milik Cina PKI di  Jalan Kapasan 73–75 Surabaya.

Agar gedung sekolah yang begitu besar tidak direbut tentara dan ormas NU,  kegiatan perkulihan FIAD di Embong Malang dipindah ke situ.

Ketua PCM Simokerto  dan Pengurus Mapendap (Majelis Pendidikan) Kodya  Surabaya ada Bapak Suptiyadi, Bapak Isra Kusnoto, Bapak Sunaryo mendirikan SDM, SMPM, SMAM, dan SMEAM di perguruan Muhammadiyah Kapasan dan saya ditugaskan untuk mengajar di situ.

Maka amanlah Perguruan Kapasan dari incaran kalangan non-Muhammadiyah.

Di tengah suasana yang mencekam dan kami ke sana kemari membawa golok yang disembunyikan di kain baju longgar, tiba-tiba ada berita duka bahwa Bapak H. AM Nursalim meninggal dunia di Kalimantan saat menjalankan tugas sebagai imam tentara dan membersihkan unsur-unsur PKI di kalangan tentara.

Maka Dekan FIAD UM Surabaya dijabat oleh Bapak Drs Mas’ud Admodiwiryo.

Badan Pengurus Harian (BPH)-nya dijabat oleh Bapak Let Jendral Sudirman ayah Bapak Basofi Sudirman dan sekretarisnya ialah Bapak Let Kol Sukarsono.

Diperkuat juga oleh Ketua PWM Jawa Timur Bapak K.H. M. Anwar Zein yang saat itu juga sedang menjabat Ketua PDM Surabaya. Beliau juga sempat berkantor di Jalan Kapasan 73–75 Surabaya. Sebelum Ketua PDM Surabaya dijabat oleh Bpk Wisatmo.

Untuk mengembangkan dan memajukan FIAD UM Surabaya dibutuhkan dana yang besar. Maka Bapak Let Jendral Sudirman sebagai Ketua BPH berinisiatif  mengundang hartawan Surabaya.

Agar mereka mau berkumpul, diadakanlah pementasan drama di Aula Perguruan Muhammadiyah Jalan Kapasan 73–75 Surabaya.

Saya ditugaskan sebagai penulis cerita, sebagai juru skenario, juga saya harus jadi pemain inti. Maka saya lalu minta bantu dramawan dramawan Surabaya untuk membantu pementasan tersebut. Ada Sdr A.R.Sagran dari Al Irsyad Surabaya, ada  Sdr Lutfi Perkumpulan Drama Surabaya, dan ada sesepuh Muhammadiyah yang tinggal di Boto Putih Nyamplungan Surabaya.

Alhamdulillah penetasan itu berhasil dan dengan piawainya Bapak Let Jendral Sudirman menghimbau kepada hadirin bahwa FIAD dengan team dramanya yang potensial ini butuh didukung dana supaya lekas maju.

Beliau Syekh/Umar Hubeisy, dosen FIAD yang hartawan Surabaya yang tinggal di Jalan KM Mansur menyisihkan sumbangannya diikuti oleh yang lain, maka terkumpullah subangan sebanyak satu kg emas.

Selanjutnya Bapak Drs. Rahmat Jatnika menggantikan Bapak Drs. H. Masud Atmodiwiryo sebagai Dekan. Kepala tata usaha dan wakilnya Bapak Isra Kusnoto dan  Bapak Sunaryo.

Saya ditunjuk sebagai ketua senat mahasiswa dan sebagai asisten dosen untuk menghidupkan perkulihan kalau ada dosen yang tidak hadir. Saya juga memberi pelajaran tambahan yaitu bahasa Arab dengan metode yang segampang mungkin.

Alhamdulillah mahasiswa/mahasiswi dari latar belakang sekolah umum yang awam bahasa Arab seperti Sdr Hamzah Tualeka, Sdr Said Yasna, Sdri Masnah Ali dan lain-lainnya melek bahasa Arab.

Yang sudah bisa bahasa Arab kita saya ajak ke kediaman Ustadz Umar Hubaisy, ke kediaman dosen bahasa Arab lainnya untuk belajar membaca Kitab Gundul.

Kegiatan ini sebagai bekal saya juga agar saya lulus di Depag RI dalam bahasa Arab sebagai syarat melanjutkan belajar ke Mesir.

Sembuhnya setelah menikah dan berkeluarga karena harus tidur malam bersama anak istri.

Tahun 1968 FIAD UM Surabaya meluluskan Bachelor of Art (BA) swasta angkatan I di antaranya ada Bapak Kun Tholabi, Bapak Suwardi, Bapak Isra Kusnoto, Bapak Sunaryo, saya sendiri Sdr. M. Sun’an Miskan dll.

Saya sebagai karyawan FIAD yang orang swasta tak terkat dengan azas tunggal kemudian ditugaskan untuk wira-wiri ke Jakarta ke PP Muh Mapendappu dan ke Depag RI bagian persamaan ijazah swasta dengan ijazah negeri.

Tugas ini bertentangan dengan gagasan pendiri dan dekan I FIAD Bapak H AM Nursalim MA. Beliau melarang ijazah FIAD disamakan dengan negeri. Kalau sudah disamakan, yang masuk ke FIAD nanti adalah pegawai negeri yang berijazah SMA dan aliyah untuk ambil gelar BA untuk kenaikan gajinya. Padahal sejatinya FIAD itu adalah sekolah kadernya Muhammadiyah Jatim. PDM-PDM seharusnya kirim kadernya dengan beasiswa penuh kuliah di FIAD. Tetapi PDM-PDM di Jatim tidak ada yang mampu mengemban tugas itu.

Pihak Depag RI lalu mengutus Bapak Prof Abdus Somad untuk memeriksa kesiapan dan perlengkapan kampus FIAD. Terutama perpustakaannya. Maka untuk memenuhi perpustaan berstandar perguruan tinggi, kitab-kitab Ustadz Umar Hubaisy yang begitu banyak kita pinjam dan kita pajang di perpustakaan FIAD.

Setelah dinyatakan perlengkapannya memenuhi syarat diadakanlah ujian negeri BA. Yang lulus ada empat orang, yaitu Pak Isro Kusnoto, Pak Sunaryo, Sdr Hasyim, dan saya sendiri Sdr M. Sun’an Miskan. Saya dinyatakan lulus terbaik dengan skripsi metodologi dakwah Islamiyah di era modern.

Kami diwisuda dengan membaca janji dengan berpakaian hitam putih berdasi. Tidak  ada dana untuk ruwo-ruwo (pesta kecil).

Pada bulan Agustus 1974 saya membuat kejutan, yaitu ingin mendapatkan beasiswa ke Mesir lewat jalur swasta, yaitu PP Muhammadiyah. PP Muhammdiyah ada jatah lima beasiswa ke Mesir tapi harus biaya sendiri, tidak seperti beasiswa ke Madinah yang semuanya ditanggung pemerintah Saudi Arabia.

Sementara jatah beasiswa dari Universitas Al Azhar Mesir yang jumlahnya 30 basiswa itu  diperuntukkan mahasiswa IAIN terbaik se-Indonesia.

Alhamdulillah berkat izin istri Hj Sabbaha Lillah SAg yang waktu itu masih mahasiswi FIAD tetapi sudah digelayuti tiga anak, dukungan dana dari Bapak Miskan bin Dasrib yang menjual sawahnya, mertua H. Mashuri bin Sofwan yang menyewakan tambaknya saya dapat dana untuk membeli tiket pesawat ke Mesir dan persiapan hidup 1 tahun di Kairo.

Berbagai pesan saat pamitan belajar ke Mesir:

1. Bapak KH Najih Ahyat, pemangku Pesantren Makumambang Dukun Gersik di acara pamitan dengan warga Dukun di rumah mertua: “Manfaatkanlah sebaik-baiknya kesempatan belajar ke Mesir karena tidak semua orang dapat peluang ke sana.”

2. Bapak Wisatmo mewaklili Bapak KH Aunurrafiq Mansur ketua PDM Surabaya: “Kalau Sdr Sun’an berangkat ke Mesir, lalu siapa yang menangani kantor kesekretariatan PDM Surabaya ini, kami kehilangan kader. Kami berharap segera lulus di Mesir dan kembali ke Surabaya lagi.”

3. Bapak Prof Kasman Singodimejo: ”Sdr Sun’an jadilah kamu di luar negri tokoh mahasiswa yang punya jaringan internasional. Sehingga kalau nanti kembali ke Indonesia dan menjadi orang pergerakan, lalu resikonya dipenjara maka teman-temanmu yang jadi tokoh di negara lain itu membela kamu. Turut bersuara lantang untuk membebaskan kamu dari kungkungan penjara politik.

Alhamdulillah selama 4 tahun di Mesir dan berpisah dengan anak istri selama itu saya dapat mewujudkan hal-hal berikut:

1. Menyamakan ijazah BA FIAD UM Surabaya dengan tingkat IV di Fakultas Ushuludin Su’bah Dakwah dan Tsaqofah Universitas Al Azhar Mesir. Mereka yang masuk Al Azhar dengan membawa ijazah BA FIAD dapat diterima di tingkat IV. Di akhir tahun ikut ujian dan lulus ia mendapat ijazah dan gelar Lc.

2. Sebagai duta dari PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) Kairo Mesir untuk menjadi penatar di PP Malaysia di Wisma mereka di Kairo dengan materi “Kesadaran berorganisasi dan bagaima mewujudkannya”.

3. Sebagai Wakil Ketua Keluarga Besar Bulan Bintang (BB) Kairo– Masyuminya Mesir.

4. Sebagai Sekretaris Pertemuan Mahasiswa Islam Internasional di Musim Haji di Mina Saudi Arabia.

Tahun 1978 saya kembali dari Mesir, mengabdi di FIAD UM Surabaya satu tahun, waktu itu dekannya Bapak Isra Kusnoto.

Lalu tahun 1979 pindah ke Jakarta dengan semua keluarga.

Pagi dan sore menangani pendidikan di Yayasan At Taufiq Cempaka Putih Jakarta Pusat sampai hari ini.

Siang dan malam menangani PP Muhammadiyah hubungan luar negeri membantu Bapak Prof Kasman Singodimejo dan anggota PPM lainnya. Menerima tamu tamu dari luar negeri, menyalurkan bantuan dari luar negeri ada masjid, Islamic Center santunan yatim dan penugasan dai di suku terasing.

Membentuk Lembaga Bahasa Arab PP Muhammadiyah dengan membuka kursus bahasa Arab metode/manhaj mutakaamil, penerjemahan kitab-kitab bahasa Arab ke bhs Indonesia dan sebaliknya.

Tidak lupa bantuan kitab-kitab dari luar negeri juga saya salurkan ke perpustakaan FIAD UM Surabaya termasuk pengembangan program komputernya dengan berbagai program seperti Maktabah Syamilah dll.

Demikian juga beberapa sumbangan masjid terutama dari Kuwait juga kita peruntukkan di Kota Surabaya.

Selama di Jakarta dari 1979 sampai 2023 ini saya tetap mengikuti perkembangan FIAD sampai menjadi Fak Ushuluddin Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Saya tetap bersemangat: “Apa yang harus saya berikan kepada FIAD/Fakultas Ushuluddin UM Surabaya.”

Mohon maaf kalau ada tokoh FIAD UM Surabaya yang tidak masuk dalam tulisan ini karena begitu lamanya peristiwa itu untuk diungkap kembali. (*)

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini