KLIKMU CO-
Oleh: Edi Rudianto, S.Sy., SH.*
Belakangan ini kita dikejutkan dengan laporan tempo mengenai bocor dana umat pada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), bagaimana tidak yayasan filantropi tersebut melakukan penyelewengan donasi umat yang dihimpun dana rata-rata 540 Milyar pada tahun 2018-2019. Berdasarkan keterangan yang diperoleh bahwa adanya krisis keuangan yang melanda lembaga tersebut disebabkan oleh berbagai pemborosan penyelewengan selama bertahun-tahun.
Pemborosan misalnya dilihat dari gaji petinggi ACT yang fantastis ada yang mencapai angka 250 juta perbulan bahkan lebih, tidak hanya sekedar itu fasilitas yang didapatkan mobil Toyota Alphard, Mitsubishi Pajero sport, Honda CR-V, Toyota Innova (Baca : Tempo, Kantong Bocor Dana Umat Lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap limbung karena berbagai penyelewengan, Pendiri dan pengelolanya ditengarai memakai donasi masyarakat untuk kepentingan pribadi, 11 Juni 2022, hlm.26 ).
Tentu kalau melihat sekilas laporan tempo diatas memunculkan pertanyaan besar apakah betul terjadinya penyelewengan dana umat oleh yayasan ACT maka bagaimana sesungguhnya bentuk pertanggung jawaban yayasan pengumpul dana umat tersebut secara hukum ? untuk menjawab pertanyaan demikian berikut ini kami uraikan penjelasan singkat hukum mengenai pertanggung jawaban hukum bagi yayasan pengumpul dana publik/ umat sebagai berikut.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Menurut pengertian tersebut dapat dimaknai bahwa yayasan sebagai badan hukum yang bermakna lain adalah subjek hukum (recht person) yang tentu saja memiliki hak dan kewajiban tersendiri. Kemudian secara kekayaan, yayasan memiliki kekayaannya terpisah dimana keterpisahan kekayaan yang dimaksud adalah antara kekayaan yayasan dengan pendiri atau pengurus tidak boleh dicampur adukan.
Dalam mencapai status sebagai badan hukum oleh undang-undang yayasan disyaratkan untuk mengajukan pengesahan kepada Menteri Hukum dan HAM baik diajukan sendiri oleh pendiri maupun kuasanya Notaris yang membuat akta pendirian yayasan tersebut. Kemudian setelah disahkan sebagai badan hukum atau perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui atau telah diberitahukan wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
Mengenai pengesahan sebagai badan hukum dan ditambahkan dalam berita Negara, memiliki konsekuensi hukum baik secara adminitrasi maupun pertanggung jawaban yang berimbas secara langsung kepada pendiri dan pengurus. Apabila yayasan belum berstatus badan hukum maka terdapat dua konsekuaensi Pertama, tidak memiliki hak untuk memakai kata “yayasan” di depan namanya. Kedua, menurut ketentuan Pasal 13 A Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan menyebutkan “Perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengurus atas nama Yayasan sebelum Yayasan memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab Pengurus secara tanggung renteng” pertanggung jawaban demikian karena tidak terpisahnya antara kekayaan pribadi pendiri atau pengurus dengan kekayaaan yayasan.
Sebagai badan hukum yang bergerak dan diperuntukan untuk bidang sosial, keagamaan, dan kemanusian, yayasan dimana kekayaannya diperoleh dari sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, Wakaf, hibah, hibah wasiat, dan perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan dan/atau peraturan perundang-undangan atau memperoleh kekayaan berasal dari bantuan Negara, bantuan luar negeri, dan/atau sumbangan masyarakat maka wajib dilakukan laporan ikhtisar tahunan. Lapora ikhtisar tersebut dilakukan audit oleh kantor akutan publik apabila memperoleh bantuan Negara, bantuan luar negeri, dan/atau pihak lain sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih dan mempunyai kekayaan di luar harta wakaf sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) atau lebih.
Sebagai pengumpul dana publik apabila dalam yayasan terdapat dugaan pelanggaran hukum walaupun telah dilakukan laporan ikhtisar tahunan maka berdasarkan ketentuan Pasal 72 Ayat (2) Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 dapat dilakukan pemeriksaan, penyidikan, dan penuntutan, apabila ada dugaan terjadi pelanggaran hukum. Kemudian permintaan pertanggung jawaban pengurus yayasan dapat dimintakan baik secara internal maupun oleh pihak ketiga pihak ketiga apabila merugikan dan melakukan perbuatan melawan hukum.
Pertanggung jawaban secara interal
Apabila ada pihak yang melakukan perbuatan melanggar hukum dan merugikan yayasan maka dapat dimintakan pertanggungjwaban secara internal. Adapun bentuk pertanggung jawaban internal jika terdapat kesalahan yang dilakukan dapat diberikan sanksi diberhentikan sebelum masa kepengurusan berakhir sebagaimana diatur dalam Pasal 32 Ayat (3) Undang-Undang No. 16 Tahun 2001.
Kemudian akibat kesalahan dan kelalian yang mengakibatkan yayasan pailit dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap Anggota Pengurus secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut dan bagi pengurusan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat, atau Negara berdasarkan putusan pengadilan, maka dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap, tidak dapat diangkat menjadi Pengurus Yayasan manapun.
Secara internal juga dapat dimintakan pertanggung jawab apabila pengurus yayasan menyalahi ketentuan Pasal 5 Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 mengenai gaji, upah maupun honorarium sebagaimana diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang No. 16 tahun 2001 dimana setiap anggota organ Yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Kemudian selain pidana penjara, anggota organ yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, barang, atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau dibagikan.
Pertanggung jawaban kepada pihak ketiga
Mengenai pertanggung jawaban pengurus yayasan kepada pihak ketiga diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 disebutkan pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan tujuan Yayasan sehingga manakala terjadi kerugian akibat tidak adanya itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan maka pihak ketiga dapat menuntut setiap Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, yang mengakibatkan kerugian yayasan.
Jadi bagi yayasan pengumpul dana publik dapat dimintakan pertanggung jawaban baik secara internal maupun oleh pihak ketiga dan manakala terjadi pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian yang diderita, maka pengurus dapat dituntut dimuka hukum.
*Advokat & Konsultan Hukum di ERF Law Firm