Dr Thoat Setiawan
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Surabaya

Mudik merupakan fenomena sosial yang telah menjadi tradisi tahunan di Indonesia, khususnya bagi umat Muslim menjelang Hari Raya Idul Fitri. Tradisi ini memiliki makna mendalam sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua, silaturahmi dengan keluarga besar, serta pemenuhan aspek sosial dan spiritual. Namun, dengan perkembangan teknologi dan disrupsi digital, pola dan makna mudik mengalami perubahan yang signifikan.
Dalam kajian sosiologi hukum Islam, perubahan ini tidak hanya dilihat sebagai pergeseran budaya semata, tetapi juga sebagai refleksi atas bagaimana nilai-nilai hukum Islam beradaptasi dengan kondisi zaman. Artikel ini akan mengupas perubahan tradisi mudik di era digital serta implikasinya dalam perspektif sosiologi hukum Islam.
Mudik yang dahulu identik dengan perjalanan fisik kini mulai bergeser dengan hadirnya berbagai alternatif digital, seperti silaturahmi virtual melalui video call, media sosial, dan pesan instan. Dalam perspektif sosiologi hukum Islam, adaptasi ini menunjukkan bahwa hukum Islam memiliki fleksibilitas dalam menjawab tantangan zaman, selama esensi silaturahmi tetap terjaga. Selain itu, perubahan ini juga mencerminkan bagaimana masyarakat memanfaatkan teknologi untuk tetap memenuhi kewajiban sosial dan spiritual tanpa mengesampingkan aspek kemaslahatan. Dengan demikian, meskipun bentuknya berubah, nilai utama dari mudik sebagai sarana mempererat ukhuwah dan menjaga hubungan keluarga tetap lestari.
Tradisi Mudik dan Maknanya dalam Islam


Mudik memiliki makna sosial dan spiritual yang kuat dalam Islam. Silaturahmi sebagai bagian dari mudik merupakan amalan yang dianjurkan dalam Islam. Silaturahmi adalah inti dari tradisi mudik, di mana seseorang kembali ke kampung halaman untuk bertemu keluarga dan sanak saudara. Al-Qur’an memerintahkan agar umat Islam menjaga hubungan kekerabatan:
وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًۭا
“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa: 1)
Ayat ini menegaskan pentingnya menjaga hubungan keluarga dan kerabat, yang merupakan salah satu tujuan utama mudik. Sebagaimana disebutkan juga dalam hadis Rasulullah SAW:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi.” (HR. Bukhari No. 2067, Muslim No. 2557)
Mudik juga mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan kepedulian sosial yang menjadi bagian dari ajaran Islam. Namun, dengan berkembangnya teknologi, cara dan pola silaturahmi mengalami transformasi yang cukup besar.
Disrupsi Digital dan Perubahan Pola Mudik
Era digital membawa berbagai perubahan yang mempengaruhi aspek kehidupan manusia, termasuk tradisi mudik. Beberapa perubahan signifikan yang terjadi akibat disrupsi digital antara lain:
- Silaturahmi Virtual
Perkembangan teknologi komunikasi seperti video call, media sosial, dan aplikasi perpesanan membuat masyarakat dapat tetap terhubung dengan keluarga tanpa harus melakukan perjalanan fisik. Silaturahmi virtual ini semakin umum terutama setelah pandemi COVID-19 yang membatasi mobilitas masyarakat. - Mudik Digital dan Realitas Virtual
Beberapa platform digital mulai menyediakan pengalaman mudik virtual, seperti live streaming kampung halaman atau penggunaan teknologi metaverse untuk menghadirkan pengalaman bertemu dengan keluarga secara digital. Hal ini mulai menjadi alternatif bagi mereka yang tidak dapat mudik secara fisik. - Perubahan Pola Konsumsi dan Ekonomi Mudik
E-commerce dan layanan digital lainnya mengubah pola konsumsi selama musim mudik. Jika dahulu pemudik membawa oleh-oleh fisik dari kota ke kampung halaman, kini berbagai platform marketplace memungkinkan pengiriman hadiah langsung ke alamat keluarga. - Kemudahan Akses Transportasi Berbasis Digital
Digitalisasi juga mengubah cara orang melakukan perjalanan mudik. Aplikasi transportasi online, pemesanan tiket daring, hingga sistem navigasi berbasis AI membuat perjalanan mudik lebih mudah dan efisien dibandingkan masa lalu.
Implikasi dalam Sosiologi Hukum Islam
Dari perspektif sosiologi hukum Islam, perubahan ini membawa beberapa implikasi penting:
- Adaptasi Terhadap Hukum Islam
Hukum Islam memiliki sifat dinamis dan mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Dalam konteks mudik digital, konsep silaturahmi yang dahulu dilakukan secara fisik kini dapat dilakukan secara virtual. Hukum Islam tetap menekankan pentingnya menjaga hubungan sosial dan kekeluargaan, meskipun dengan cara yang berbeda. Seperti dalam kaidah fikih تَغَيُّرُ الْأَحْكَامِ بِتَغَيُّرِ الزَّمَانِ وَالْمَكَانِ, yang menunjukkan bahwa hukum Islam dapat beradaptasi dengan kondisi sosial yang berubah. - Perubahan Fatwa dan Kebijakan
Seiring dengan perubahan pola silaturahmi, para ulama dan lembaga fatwa mulai menyesuaikan pandangan mereka terhadap konsep silaturahmi digital. Sebagian besar ulama sepakat bahwa komunikasi virtual dapat menjadi alternatif silaturahmi, selama tidak menghilangkan esensi dari kebersamaan dan kasih sayang. Beberapa lembaga fatwa dan ulama telah memberikan pandangan terkait silaturahmi digital, seperti:- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa silaturahmi melalui media digital tetap dianggap sah, asalkan tidak menghilangkan nilai kasih sayang dan penghormatan kepada keluarga.
- Syekh Yusuf Al-Qaradawi menegaskan bahwa komunikasi jarak jauh, seperti melalui telepon atau video call, dapat menggantikan kunjungan fisik jika ada keterbatasan tertentu.
- Lajnah Daimah Arab Saudi juga mengakui bahwa teknologi modern dapat dimanfaatkan untuk menjaga hubungan silaturahmi, terutama bagi mereka yang berada di lokasi yang berjauhan.
- Dampak Sosial terhadap Tradisi Islam
Meskipun digitalisasi membawa kemudahan, ada kekhawatiran bahwa mudik virtual dapat mengurangi nilai-nilai kebersamaan yang selama ini dijunjung tinggi. Hal ini menuntut keseimbangan antara pemanfaatan teknologi dan tetap menjaga esensi nilai-nilai Islam dalam bersilaturahmi.
Tantangan dan Peluang
Perubahan tradisi mudik di era digital menghadirkan tantangan sekaligus peluang:
Tantangan:
a. Hilangnya interaksi fisik yang dapat mengurangi kualitas hubungan sosial.
b. Potensi pergeseran nilai di generasi muda yang lebih nyaman dengan interaksi digital dibandingkan interaksi langsung.
c. Ketimpangan akses digital antara daerah perkotaan dan pedesaan.
Peluang:
a. Digitalisasi dapat membantu mereka yang tidak memiliki kesempatan mudik tetap terhubung dengan keluarga.
b. Pemanfaatan teknologi untuk memperkaya pengalaman mudik.
c. Potensi pengembangan fatwa dan ijtihad baru terkait hukum Islam dalam konteks digitalisasi sosial. (*)