16 Desember 2024
Surabaya, Indonesia
Opini

Perusahaan Ramai-Ramai PHK Gen-Z: Apa yang Terjadi?

Perusahaan Ramai-Ramai PHK Gen-Z: Apa yang Terjadi? (Istimewa)

Oleh: Ace Somantri
Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung

Sejak memasuki era milenium, dunia telah memasuki fase generasi baru. Baby boomers kini tinggal dalam catatan sejarah, tergantikan oleh generasi milenial dan gen-Z yang bergerak menuju generasi alfa. Media sosial dipenuhi oleh remaja usia belia yang aktif berselancar di dalamnya.

Bersamaan dengan itu, perkembangan teknologi digital merebak ke seluruh aspek kehidupan, masuk tanpa permisi, dan mendisrupsi banyak hal. Akibatnya, banyak sektor yang kewalahan menghadapi perubahan ini, berakhir kalah bagi mereka yang tidak mampu beradaptasi.

Fakta hari ini menunjukkan bahwa gelombang PHK terus menerus terjadi, seperti banjir bandang yang melanda berbagai industri. Perusahaan yang gagal bertransformasi harus menelan pil pahit berupa kebangkrutan, kerugian, atau gulung tikar. Hal ini menjadi pukulan berat bagi industri secara keseluruhan.

Faktor-Faktor Penyebab

Beragam faktor turut memicu fenomena ini. Disrupsi digital menjadi salah satu pemicu utama, ditambah lagi dengan turbulensi ekonomi makro dan mikro yang memperparah situasi. Di tengah upaya perusahaan bertransformasi, mereka membutuhkan sumber daya manusia yang menguasai teknologi digital.

Namun, gen-Z, yang seharusnya menjadi harapan baru, justru sering kali menghadapi tantangan dalam beradaptasi dengan dunia kerja.

Salah satu isu yang kerap menjadi sorotan adalah masalah mentalitas. Gen-Z dikenal sulit bertahan lama di satu tempat kerja. Alasan mereka sering kali berkisar pada rasa tidak betah atau kebosanan.

Di media, beberapa berita dan opini mengangkat isu PHK massal terhadap gen-Z, dengan alasan utama terkait kemampuan dan sikap yang tidak sesuai ekspektasi. Secara umum, hal ini merujuk pada lemahnya soft skill dan mentalitas generasi tersebut.

Akar Masalah: Pola Asuh dan Pendidikan

Fakta menunjukkan bahwa gen-Z sering kali dibesarkan dalam lingkungan yang terlalu nyaman dan aman. Pola asuh yang memanjakan, di mana segala kebutuhan anak dipenuhi tanpa perjuangan, menjadi salah satu penyebab utama.

Sebagai contoh, banyak anak gen-Z yang terbiasa disuapi sejak kecil, diantar-jemput ke sekolah, hingga diberi fasilitas mewah tanpa usaha berarti. Pola asuh seperti ini membuat mereka tumbuh dengan sikap yang kurang mandiri dan kurang tangguh dalam menghadapi tantangan.

Lingkungan pendidikan juga memiliki peran besar. Saat ini, pendidikan formal cenderung lebih fokus pada aspek kognitif, sementara penguatan soft skill sering kali terabaikan. Padahal, kemampuan seperti inisiatif, tanggung jawab, dan disiplin sangat penting dalam dunia kerja. Minimnya perhatian terhadap aspek spiritualitas dan pengembangan karakter di sekolah juga memperburuk situasi.

Dampak di Dunia Kerja

Dalam dunia kerja, gen-Z sering kali dianggap kurang memiliki motivasi dan inisiatif. Menurut analisis beberapa media, sekitar 35-45% gen-Z dinilai memiliki kekurangan dalam soft skill, dan hingga 50% kekurangan motivasi (detik.com). Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja tangguh dan adaptif.

Dibandingkan generasi sebelumnya, gen-Z menunjukkan pergeseran sikap dan perilaku yang mencolok. Generasi sebelumnya umumnya memiliki tanggung jawab yang kuat dan mampu bertahan lama di satu perusahaan. Sebaliknya, gen-Z lebih rentan menghadapi tekanan dan cenderung mudah menyerah.

Pentingnya Perubahan Pola Asuh dan Pendidikan

Fenomena PHK massal terhadap gen-Z seharusnya menjadi peringatan bagi orang tua dan penyelenggara pendidikan. Penting untuk mengkaji ulang cara mengasuh, mendidik, dan menumbuhkan karakter anak.

Orang tua perlu mengurangi sikap overprotektif dan membiasakan anak menghadapi tantangan. Begitu pula di lingkungan pendidikan, harus ada upaya untuk memasukkan pembelajaran soft skill yang sistematis dan relevan dengan kebutuhan zaman.

Riset psikologis mendalam diperlukan untuk memahami akar masalah ini secara lebih akurat dan merancang solusi yang tepat. Sekolah dan perguruan tinggi perlu menambahkan materi pengajaran yang berfokus pada pengembangan soft skill, seperti kemampuan komunikasi, kerja tim, dan manajemen emosi.

Mentalitas dan kemampuan soft skill sangat bervariasi pada setiap individu, tergantung pada latar belakang kehidupan mereka. Pendidikan formal sejauh ini kurang efektif dalam membangun karakter yang kuat dan adaptif. Implementasi pendidikan yang terlalu kaku dan kurang berorientasi pada kebutuhan praktis sering kali menjadi penyebab utama lemahnya mentalitas gen-Z.

Orang tua, pendidik, dan masyarakat perlu bersama-sama menciptakan generasi yang tangguh, mandiri, dan siap menghadapi tantangan dunia kerja. Dengan pendekatan yang tepat, gen-Z dapat menjadi aset berharga bagi masa depan, bukan sekadar generasi yang menjadi beban bagi dunia industri.

Wallahu’alam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *