Oleh: Adam Satria
Mahasiswa Prodi Studi Agama-Agama Universitas Muhammadiyah Surabaya
Dalam konteks pendidikan nasional, guru adalah elemen utama yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Mereka tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi juga membentuk karakter generasi bangsa.
Meski demikian, profesi guru di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan berat, dari kesejahteraan hingga tuntutan teknologi. Menyoroti berbagai aspek ini menjadi penting untuk memahami kondisi nyata para guru dan memberi solusi yang sesuai.
Tantangan yang Dihadapi Guru di Indonesia
Salah satu tantangan guru adalah soal ekonomi, khususnya terkait kesenjangan kesejahteraan guru. Banyak guru, terutama guru honorer, menerima gaji di bawah standar, sehingga berdampak negatif pada motivasi mereka (Rizki, 2022).
Seorang guru honorer di pedesaan, misalnya, sering kali hanya menerima gaji sebesar Rp 300.000 hingga Rp 500.000 per bulan—jumlah yang jauh dari kata layak. Penelitian oleh Wardani (2020) menegaskan bahwa kesejahteraan ekonomi yang rendah membuat guru lebih sulit memberikan perhatian penuh pada siswa mereka, karena mereka sering kali harus mencari pekerjaan sampingan.
Menurut Jurnal Pendidikan Indonesia (2023), kondisi kesejahteraan yang buruk memiliki dampak langsung pada kualitas pendidikan. Guru yang stres karena masalah ekonomi sering kali tidak memiliki semangat dalam mengajar atau berinovasi di kelas.
Beban Administratif yang Tinggi
Guru di Indonesia sering kali dibebani dengan tugas-tugas administrasi yang seharusnya tidak menjadi tanggung jawab utama mereka. Menurut penelitian Lestari (2021), 40 persen waktu kerja guru dihabiskan untuk mengurus laporan administrasi, yang mengurangi waktu yang seharusnya dialokasikan untuk persiapan mengajar dan interaksi dengan siswa. Misalnya, banyak guru harus mengurus penilaian secara manual yang memakan waktu cukup lama.
Penelitian Suhendar (2022) menunjukkan bahwa negara-negara dengan sistem administrasi pendidikan yang efisien, seperti Finlandia, memberi lebih banyak kebebasan bagi guru untuk fokus pada proses belajar-mengajar, sehingga siswa pun lebih banyak meraih prestasi akademis.
Tekanan dari Kebijakan yang Berubah-ubah
Guru juga dihadapkan pada perubahan kebijakan pendidikan yang terjadi secara tiba-tiba. Kurikulum sering diperbarui tanpa pelatihan yang cukup bagi guru, sehingga banyak guru merasa kesulitan beradaptasi (Iskandar, 2021). Contoh kasus ini terlihat pada perubahan kurikulum Merdeka Belajar yang memerlukan pendekatan baru dalam metode pengajaran.
Studi yang dipublikasikan oleh Nugraha (2023) menemukan bahwa perubahan kebijakan yang sering terjadi tanpa pelatihan yang memadai menyebabkan guru kurang optimal dalam mengimplementasikan kurikulum baru di kelas.
Harapan dan Aspirasi untuk Guru di Indonesia
Pertama, peningkatan kesejahteraan dan perlindungan hukum. Guru membutuhkan dukungan finansial dan kebijakan yang melindungi mereka dari risiko hukum yang tidak perlu. Fenomena guru yang dilaporkan ke polisi karena tindakan disipliner yang seharusnya termasuk dalam kewajiban pengajaran mereka adalah salah satu kasus yang sering terjadi.
Sebuah studi oleh Hadi (2023) mengungkapkan bahwa banyak guru merasa takut untuk mendisiplinkan siswa karena risiko dilaporkan oleh orang tua.
Menurut penelitian dalam Journal of Law and Education (2023), ada kebutuhan mendesak akan kebijakan perlindungan hukum bagi guru, yang dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan kondusif dalam pembelajaran.
Kedua, pendidikan berkelanjutan untuk guru. Banyak guru yang berharap agar dapat meningkatkan kompetensi melalui pelatihan berkala. Pelatihan tidak hanya meliputi pedagogi, tetapi juga penguasaan teknologi yang sangat diperlukan di era pendidikan digital saat ini.
Penelitian oleh Saraswati (2022) menunjukkan bahwa guru yang mendapatkan pelatihan intensif lebih percaya diri dan inovatif dalam mengajar.
Berdasarkan penelitian Siregar (2023), guru yang dilengkapi dengan pelatihan berkelanjutan lebih mudah beradaptasi dengan perubahan teknologi dan metode pembelajaran yang efektif.
Bagaimana Guru Menghadapi Tantangan dan Mewujudkan Harapan?
Pertama, adaptasi dan kreativitas guru. Meskipun dihadapkan pada banyak tantangan, banyak guru tetap kreatif dalam mengatasi kendala.
Misalnya, guru di sekolah-sekolah terpencil sering kali harus mengembangkan metode pembelajaran alternatif ketika fasilitas dan dukungan teknologi tidak memadai. Mereka membuat alat peraga sederhana dari bahan-bahan lokal sebagai sarana pembelajaran (Yunita, 2023).
Penelitian dalam Educational Innovations Journal (2022) menunjukkan bahwa kreativitas guru dalam kondisi terbatas tidak hanya meningkatkan motivasi siswa tetapi juga memperkuat daya tahan guru terhadap tantangan yang mereka hadapi.
Kedua, peran Muhammadiyah dalam mendukung guru. Sebagai organisasi sosial-keagamaan, Muhammadiyah memberikan dukungan signifikan bagi guru melalui pelatihan, advokasi, dan perlindungan hak.
Menurut laporan Nurul (2021), Muhammadiyah menyediakan forum diskusi bagi guru untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Dukungan ini menjadi fondasi penting bagi pengembangan guru, terutama di sekolah-sekolah yang berafiliasi dengan Muhammadiyah.
Penelitian dalam Islamic Education Journal (2023) mencatat bahwa organisasi seperti Muhammadiyah memiliki peran strategis dalam mendukung kesejahteraan dan profesionalisme guru, serta menjadi penyeimbang yang efektif di tengah keterbatasan dukungan pemerintah.
Penutup
Kesimpulannya, profesi guru di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan yang kompleks, mulai dari masalah kesejahteraan, beban administratif, hingga tekanan sosial dan hukum yang tidak mendukung peran mereka secara optimal.
Tantangan-tantangan ini tidak hanya menghambat guru dalam menjalankan tugasnya, tetapi juga memengaruhi kualitas pendidikan yang diberikan kepada generasi muda.
Apakah sistem pendidikan kita sudah memberikan dukungan yang layak bagi para guru agar mereka dapat fokus sepenuhnya pada pengembangan siswa? Bagaimana masyarakat dapat lebih menghargai kontribusi guru dan tidak hanya menyalahkan mereka ketika siswa berperilaku kurang baik?
Lalu, apakah mungkin kita mampu menciptakan lingkungan pendidikan yang melindungi dan memberdayakan guru sebagai sosok utama di balik keberhasilan pendidikan? (*)