Prof Khozin: Islam Tidak Pernah Mempertentangkan Agama dan Sains

0
12
Ketua Majelis Dikdasmen PWM Jatim Prof Dr Khozin MSi (kiri) mengisi Kuliah Ahad Subuh (KAS) di Masjid AR Fachruddin UMM. (Anny Syukriya/KLIKMU.CO)

Malang, KLIKMU.CO – Man arada al-akhirata fa ‘alaiha bi al-‘ilmi. Barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat yang baik, maka hendaklah berilmu. Hal itu disampaikan Ketua Majelis Dikdasmen PWM Jatim Prof Dr Khozin MSi dalam Kuliah Ahad Subuh (KAS) yang berlangsung di Masjid AR Fachruddin Universitas Muhammadiyah Malang, Ahad (26/5/2024).

Khozin berpesan kepada para peserta KAS agar membiasakan salat sunah saat memasuki masjid. “Kalau masuk masjid itu jangan langsung duduk dan main HP. Salat tahiyyat masjid baru setelah itu duduk santai ga apa-apa. Itu ilmunya begitu ya,” jelasnya.     

Dekan FAI UMM tersebut melanjutkan, rakataini qabla fajri khairun min addunya wa ma fiiha. Hadits ini menunjukkan bahwa salat sunah qabliyah Subuh memiliki keutamaan yang luar biasa, bahkan lebih baik daripada segala kenikmatan dunia dan isinya.

“Jadi, beragama itu semua ada ilmunya,” tegasnya.

Pada kesempatan kali ini, Kuliah Ahad Subuh UMM membahas tentang Integrasi Ilmu: Konsep dan Implementasi. KAS offline pekan ini diikuti oleh ribuan mahasiswa dari lima prodi, yakni teknik informatika, akuntansi, fisioterapi, ekonomi pembangunan, dan ilmu pemerintahan. Sedangkan prodi yang lain terjadwal dalam kegiatan KAS online melalui Youtube saluran resmi media dakwah Badan Pemakmuran Masjid (BPM) dan BP AIK-MKWK UMM.

Relasi Sains dan Agama dalam Islam

“Islam agama ilmu. Islam tidak pernah mempertentangkan sains. Mereka satu kesatuan dan tidak perlu dipertentangkan. Tapi kalau di Barat keduanya harus dilakukan integrasi. Karena bagi mereka itu doktrin gereja,” ungkapnya.

Khozin menjelaskan, sesungguhnya agama dasarnya adalah wahyu, sementara sains berdasarkan hukum-hukum alam atau sering disebut al-kaun.

“Saintis memulai sesuatu dari keragu-raguan, sementara agamawan memulai sesuatu dari keyakinan,” katanya.

Dalam peradaban Barat, pada mulanya kebenaran sains bukan termasuk kebenaran agama. Sains beroperasi melalui metode empiris yang melibatkan observasi, eksperimen, dan verifikasi. Ia berusaha menjelaskan fenomena alam melalui hukum-hukum alam dan proses-proses yang bisa diamati dan diukur.

Sementara itu, kebenaran agama menggunakan metode yang melibatkan wahyu, teks suci, tradisi, pengalaman spiritual, bersifat absolut, dan tidak berubah. Seringkali ia didasarkan pada iman dan keyakinan, yang tidak selalu membutuhkan bukti empiris sebagaimana kebenaran sains.

Tapi kemudian Islam meyakini bahwa sains dan Islam bisa disatukan. Sebagaimana pandangan Ismail Raji Al-Faruqi. Ia seorang sarjana dan pemikir muslim yang terkenal dengan gagasannya tentang “Islamisasi pengetahuan.” Konsep ini mencerminkan upaya untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip Islam ke dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan modern.

Empat Pendekatan Sains dan Agama Ian G. Barbour

Khozin menyebutkan, ada seorang teolog dan profesor bidang fisika yang terkenal dengan kontribusinya dalam dialog antara sains dan agama. Ia adalah Ian G. Barbour, yang membedakan empat pendekatan utama untuk menjelaskan hubungan antara sains dan agama.

Pertama, hubungan antara sains dan agama adalah konflik. Pendekatan ini menekankan adanya pertentangan yang tak terelakkan antara sains dan agama.

Kedua, hubungan antara sains dan agama bersifat independen. Pendekatan independensi menyatakan bahwa sains dan agama adalah domain yang sepenuhnya terpisah dengan pertanyaan dan metode mereka masing-masing.

Ketiga, antara sains dan agama itu bersifat dialog. Pendekatan dialog menekankan bahwa meskipun sains dan agama berbeda, mereka masih bisa berkomunikasi, diverifikasi, dan saling melengkapi.

“Dalam pendekatan ini, sains dan agama dilihat sebagai dua perspektif yang bisa memberikan wawasan yang lebih kaya ketika digabungkan,” tuturnya.

Yang keempat, hubungan sains dan agama adalah integrasi. Pendekatan integrasi mencoba untuk menyatukan wawasan dari sains dan agama ke dalam suatu kerangka kerja yang kohesif. Pendukung pendekatan ini berupaya menemukan keselarasan antara ajaran agama dan penemuan ilmiah.

Terakhir, Khozin berpesan kepada mahasiswa agar bersungguh-sungguh dalam belajar dan banyak mengambil inspirasi ilmu dari Al-Qur’an.

“Belajar menguasai satu ilmu itu perlu fight, perlu struggle (perjuangan). Anda harus punya cita-cita, saya harus bisa menundukkan ilmu ini. Dan meskipun pada akhirnya tidak pernah bisa menundukkan. Karena orang yang semakin dalam pengetahuannya semakin luas tentang ilmu maka semakin merasa, sepertinya belum tahu apa-apa,” tandasnya.

(Anny Syukriya/AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini