Malang, KLIKMU.CO – Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Kesehatan mental juga memiliki peran yang krusial bagi seseorang.
Belakangan ini, banyak yang beranggapan bahwa generasi milenial dan Z merupakan generasi yang mudah rapuh dan rentan terkena gangguan mental. Tapi, Alifah Nabilah Masturah SPsi MA, psikolog UMM, punya pendapat lain.
“Hidup di tengah perkembangan zaman yang serbamodern ini memang penuh tantangan. Namun, kita tidak bisa langsung menilai bahwa generasi milenial dan generasi Z adalah generasi yang lemah,” ujar Alifah pada Rabu (6/12) lalu.
Menurut dia, setiap generasi memiliki kesulitan masing masing dalam menjalani hidup. Bagi kaum milenial dan gen Z, hidup dengan kondisi teknologi yang pesat adalah salah satu tantangannya.
Mereka kerap dihadapkan pada kehidupan yang seolah-olah nyata, padahal itu hanya dunia maya. Semua sibuk mengunggah capaian dan kesuksesannya di media sosial. Tanpa sadar, hal itu membuat mereka sering membandingkan hidup dengan orang lain. Bahkan tak jarang membuat mereka merasa insecure.
Lebih lanjut, Alifah menjelaskan, dalam sudut pandang psikologi, kondisi ini akan sangat berbahaya. Bukan tidak mungkin juga mengganggu kesehatan mental.
“Kesehatan mental itu erat kaitannya dengan sejahtera atau wellbeing yang turunannya adalah menerima, bersyukur, juga ikhlas,” ujar dosen psikologi UMM itu.
Karena itu, hal yang paling penting dalam mental health, menurut Alifah, adalah menerima diri. Memahami bahwa di dunia ini ada beberapa hal yang memang tidak bisa dikontrol.
Selain itu, perlu disadari pula bahwa setiap diri memiliki kemampuan untuk memberikan batasan atas apa pun. Demi menjaga kesehatan mental, seseorang berhak menarik diri dan bersikap cuek pada hal-hal yang memang mengganggu tujuan hidup.
Alifah juga mengingatkan bahwa kesehatan mental adalah kunci bahagia hidup. Menerima diri, mengontrol emosi, hidup di lingkungan yang positif, bijak bermedia sosial (medsos), dan tidak banyak membandingkan hidup dengan orang lain menjadi “keahlian” yang perlu dikuasai seseorang.
“Kalau sudah merasa mental kita rapuh bahkan mengarah ke stres yang berlebihan, cobalah untuk puasa media sosial,” tambahnya.
Puasa media sosial merupakan salah satu terapi psikologis yang sudah teruji dapat mengembalikan semangat serta kekuatan diri seseorang. Puasa media sosial merupakan upaya konkret dalam upaya menjaga kesehatan mental di tengah perkembangan teknologi.
“Dengan berpuasa medsos, kita akan terbiasa untuk lebih bersyukur atas apa yang kita miliki, memiliki waktu untuk refleksi diri, fokus pada orang sekitar yang kita cintai, dan tidak membandingkan hidup dengan orang lain,” tandasnya.
(Wildan/AS)