Refleksi Akhir Tahun, IPM dan IMM Kalsel Kaji Peran Agama dalam Menjaga Lingkungan

0
73
David Efendi (dua dari kiri), Hening Parlan (tengah) dan para pembicara lain dalam refleksi akhir tahun IPM dan IMM Kalsel. (KLIKMU.CO)

Kalimantan, KLIKMU.CO – Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dan DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kalimantan Selatan menggelar kegiatan refleksi akhir tahun. Acara dikemas dalam bentuk talkshow bertajuk “Membangun Gerakan Multifaith untuk Keadilan Iklim” yang dihadiri puluhan pelajar dan mahasiswa.

Bertempat di Sekolah Alam Muhammadiyah Martapura pada Ahad (25/12/2022), kegiatan yang disupport oleh Greenfaith Indonesia ini berjalan sangat antusias.

Dipandu oleh Ipmawan Erwin, talkshow ini menghadirkan beberapa narasumber. Yaitu, Hening Parlan dari Greenfaith, David Efendi dari Kader Hijau Muhammadiyah, Zulfa Vikra mewakili ketua MLH PWM Kalimantan Selatan, dan Parid Ridwanuddin dari Eknas Walhi.

Kegiatan ini sangat menarik karena menghadirkan narasumber dari Jakarta dan Yogyakarta. Pasalnya, para pemateri ini adalah aktivis lingkungan yang berafiliasi dengan PP Muhammadiyah dan PP Aisyiyah.

Kader Hijau Muhammadiyah David Efendi mengingatkan pentingnya kaum muda terlibat dalam isu krisis lingkungan karena kaum muda yang akan mewarisi bumi ini.

“Jika tidak berbuat apa-apa, tentu saja harus menerima penderitaan berkepanjangan,” ujarnya.

Kepada pemerintah, David Efendi yang juga wakil sekretaris LHKP PP Muhammadiyah ini memastikan bahwa jika ada kemauan kuat, sesungguhnya ambisi kesejahteraan dan kelestarian tidak saling menegasikan.

Dia mengutip pernyataan seorang filsuf dan pemikir ekoliterasi bernama Fritjof Capra bahwa keseimbangan menjadi penting dalam mengelola sumber daya secara berkelanjutan dan berkeadilan,.

Hening Parlan dari Greenfith Indonesia menambahkan, Greenfaith merupakan komunitas baru. Di Indonesia pun juga baru dimulai.

“Komunitas ini konsen bergerak mengajak anak muda dan perempuan untuk mengampanyekan nilai-nilai keagamaan terkait lingkungan,” jelasnya.

“Inti dari gerakan Greenfaith ialah bagaimana merefleksikan nilai-nilai keagamaan dalam perilaku atau sikap kita terhadap lingkungan,” imbuhnya.

Ia mengatakan, dari riset yang ada, 82 persen anak muda Indonesia cukup melek terhadap perubahan iklim.

Menjawab pertanyaan mengapa diperlukannya gerakan lingkungan pada sektor lintas agama, perempuan yang juga Ketua Divisi Lingkungan LLHPB PP Aisyiyah serta Direktur Eco Bhineka Muhammadiyah ini menyatakan karena di seluruh dunia umat manusia yang beragama ada 85 persen.

“Ini menjadi satu potensi besar untuk mengampanyekan isu yang berkaitan dengan lingkungan hidup,” ungkapnya.

Ia juga menegaskan akan pentingnya kerja sama lintas agama untuk menahan laju kerusakan iklim yang semakin nyata.

Senada dengan hal itu, Parid Ridwanuddin mengingatkan akan pentingnya nilai-nilai agama yang menjadi kompas dalam menjalani peran kekhalifahan di muka bumi.

“Teman-teman IPM, IMM, harus menjadi bagian utama dan pertama mendorong perlunya keadilan iklim dan keadilan antargenerasi,” tegasnya.

Sementara itu, Zulfa Vikra dari MLH PWM Kalimantan Selatan memberikan banyak catatan akan pentingnya pemerintah memastikan kesejahteraan sebagai tujuan utama. “Hal ini penting agar pembangunan dan pemberdayaan sebagai kerja yang sangat utama,” ujarnya.

Menurut Zulfa, konservasi dan penanganan persoalan lingkungan harus terus digalakkan dan juga pendidikan bagi masyarakat akan perlunya ekoliterasi.

“Adik-adik tahu tidak, berapa skor indeks lingkungan hidup Kalsel? Tidak tahu ya? Saya kasih tahu peningkatan ke 26 dari 34 provinsi se-Indonesia. Begitu juga tingkat pencemaran udara sangat besar dan juga pencemaran air,” ungkap Zulfa.

Ia menambahkan, dari fakta ini tentu akan terbangun kesadaran dan aksi nyata lebih luas lagi. “Muhammadiyah selama ini sudah banyak melakukan pendidikan lingkungan dan aksi nyata penanaman mangrove dan konservasi Bekantan dan kita tidak hanya diskusi-diskusi saja,” pungkasnya.

Dalam kesempatan ini, beberapa pelajar mengungkapkan kesaksian akan hidup berdekatan dengan sumber daya alam yang memiliki efek beragam bencana dan krisis pangan. Dampak kesehatan sering disampaikan masyarakat sekitar lokasi tambang batu bara dengan gejala pernapasan dan gangguan pada kesehatan kulit.

“Di desa kami durian tidak berbuah lagi sejak ada tambang dan kami bingung sebagai pelajar harus bagaimana karena banyak penambangan dan juga terjadi banjir,” ungkap seorang peserta yang berasal dari daerah tambang.

Ada banyak kesaksian serupa di banyak kesempatan bukan hanya kegiatan kali ini. Dari kegiatan talkshow ini dihasilkan beberapa catatan tentang fakta bahwa kekayaan sumber daya alam memang tidak identik dengan capaian kesejahteraan, bahkan banyak ketimpangan ekonomi akibat oligarki tambang.

Kerusakan sosiologi ekologis sangat tampak. Bukan hanya faktor alami, tetapi juga karena kegiatan manusia harus menjadi perhatian dan kampanye iklim ke depan. Kegiatan pendidikan ekoliterasi dan kerja mendokumentasikan berbagai kearifan lokal yang dapat memitigasi bencana perlu didukung lebih kuat lagi.

Hasil kuisioner yang dibagikan secara online kepada peserta yang menunjukkan mayoritas peserta bersedia menjadi pendukung kampanye keadilan iklim dan tidak keberatan bekerja sama dengan lintas agama. (Hening/Iwan/AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini