Oleh: Ace Somantri
Pernah Jadi Aktivis IMM, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung

Jaya… jaya… jaya ikatanku!
Kupanjatkan doa terbaik bagi para pendiri atau founding fathers ikatanku. Semoga rakanda yang telah tiada mendapatkan tempat terbaik di surga-Nya, dan bagi yang masih ada di dunia senantiasa diberikan kesehatan jasmani dan ruhani. Ikatanku telah berdiri jauh sebelum aku lahir di muka bumi. Mereka tegak lurus, menancap di atas bumi dengan kuat dan kokoh.
Warna merahmu adalah simbol keberanian, ketangguhan, dan kehandalan dalam menghadapi dinamika sosial, bangsa, dan negara. Derap langkahmu menjadikan ikatan ini berwibawa di segala medan perjuangan, tak mengenal lelah dan putus asa saat menghadapi berbagai rintangan. Ikatanku, waktu terus berjalan tanpa henti, dan kini usiamu telah setengah abad dalam mendidik generasi sebagai mobilisator gerakan perubahan sosial, bangsa, dan negara bersama organisasi mahasiswa lainnya.
Panji-panji ikatanmu berkibar di mana pun berada, baik di puncak gunung maupun di gedung-gedung bertingkat. Itu adalah simbol kejayaan ikatan. Pasang surut dinamika gerakan adalah sesuatu yang wajar dalam setiap komunitas dan entitas sosial. Lambaian panjimu memanggil dengan suara lantang, mengajak untuk tetap bersatu, bersama, dan berjamaah. Ideologi ikatanmu mengikat idealisme nalar dan intelektual setiap generasi. Kami bangga dan bahagia bisa menempa diri di bawah panjimu. Warna merah panjimu sama dengan darah yang mengalir dalam jiwa dan ragaku. Semoga tetap hidup dan jaya, ikatanku, di mana pun berada.
Kami, sebagai kader ikatan, tak akan pernah melupakan kebaikanmu sepanjang masa. Materi pengaderan selalu terngiang di telinga, pesan dan amanah yang diberikan akan kami pegang teguh dan erat. Tak mungkin dilupakan begitu saja, karena kami memiliki moral agama yang diyakini benar.


“Jadilah kader persyarikatan, kader kebangsaan, dan kader keumatan!”
Begitulah pesan dan amanah yang terus terdengar dari pengaderan ke pengaderan dalam ikatanku. Dengan penuh semangat dan antusias, ikatanku telah mendidik jiwa dan raga tanpa pamrih—menempa fisik agar tetap tangguh walaupun makan seadanya, merangsang pikiran agar berpikir sehat dan waras, menghentak jiwa agar memiliki karakter mujahid, serta membentuk kepedulian kepada sesama.
Satu kalimat yang pasti:
Engkau, ikatanku, tetap jaya dalam langkah perjuangan untuk persyarikatan, kebangsaan, dan keumatan.
Puluhan ribu kader ikatan telah lahir, berdiaspora di berbagai lini kehidupan di seluruh penjuru bumi. Suku, ras, dan agama apa pun yang berada di negeri ini, ikatanku tetap memberi warna kebajikan tanpa membeda-bedakan latar belakang sosial mereka.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) adalah namamu.
Platform yang dibangun bukan sekadar organisasi biasa, tetapi diikat oleh ajaran luhur yang holistik dan komprehensif. IMM selalu berpegang pada Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman utama tanpa ada sedikit pun pengingkaran terhadap ajaran yang terkandung di dalamnya.
Dari ikatan ini, lahirlah sikap mandiri dan prinsip yang kuat, menjadikan kami bagian dari perubahan sosial, bangsa, dan negara. Kemandirian berpikir telah melekat dalam raga, menjadi bagian yang berharga dalam perjalanan hidupku sebagai mujahid persyarikatan.
Kami berusaha menjalankan pesan dan amanahmu, meskipun berat menjadi kader yang telah bertransaksi dengan akad ikhlas dan tulus sebagai mujahid di ranah persyarikatan, kebangsaan, dan keumatan. Memilih menjadi kader bukan perkara mudah. Kami harus menempa diri untuk berkontribusi dalam berbagai momentum, baik dalam lingkup organisasi otonom maupun induk persyarikatan. Butuh usaha dan energi yang besar untuk bertahan. Tidak semua kader ikatan mampu “survive” di bidangnya, karena segala sesuatu harus diperjuangkan dengan serius dan sungguh-sungguh. Tidak ada jalan instan dengan menjilat ke sana ke mari.
Dua belas tahun lebih ikatanku mendidik jiwa dan ragaku. Bukan hanya kemandirian, tetapi juga kepercayaan diri yang telah tertanam kuat sebagai prinsip dalam kehidupan sehari-hari. Dari kepercayaan diri ini, aku akhirnya bertransformasi untuk berlabuh dalam ikatan kepemudaan dan induk persyarikatan. Mulai dari struktur paling bawah, menapaki jalan perjuangan dengan senyuman. Aku mengenal para ayahanda persyarikatan yang penuh wibawa di berbagai ranting dan cabang Muhammadiyah.
Berbeda saat berada di bawah panji ikatan dengan warna merah marunnya. Suasana segar, dinamis, dan penuh semangat juang selalu hinggap dalam pikiranku. Gerakan pemikiran diwarnai diskursus wacana, dengan tema-tema menarik yang memantik para pegiat literasi dan aktivis kampus. Kadang bukan hanya memantik, tetapi juga membakar semangat perjuangan untuk perubahan sosial dalam diri maupun arah gerakan ikatanku.
Merah marunmu menyala saat disinari mentari pagi hingga sore hari—menjadi simbol keberanian dan keabadian gerakan.
IMM menjadikan hidupku berarti dan penuh makna. Sekalipun lahir sebagai aktivis jalanan, aku tak merasa hina ataupun tak berdaya. Spirit para pendiri tetap kupegang teguh, memantik diri agar bermanfaat bagi banyak orang. Hingga kini, jiwa dan ragaku masih eksis dalam gerakan sosial perubahan melalui induk persyarikatan Muhammadiyah.
Kenangan manis dan pahit sebagai aktivis jalanan—bersuara lantang setiap bulan, menyampaikan pesan moral dari hati nurani—adalah bagian dari perjalanan yang penuh ketundukan hati.
Pesanku kepada generasi penerus:
Jangan mengeluh dan cengeng sebagai aktivis pergerakan hanya karena tidak ada materi. Jaga idealisme perjuangan sesuai platform gerakan ikatanmu!
Induk persyarikatan hanyalah wadah perjuangan berikutnya bagi mereka yang ingin bertransformasi. IMM akan selalu jaya… selamanya jaya.
Fastabiqul khairat. Wallahu a’lam. (*)
Bandung, 14 Maret 2025