Rentenir Pinjol: Catatan Buruk Mengelola Perguruan Tinggi di Indonesia 

0
20
Sejumlah mahasiswa ITB melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Rektorat ITB, Senin (29/1/2024). Mereka menuntut penghapusan kebijakan rektorat perihal pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) menggunakan skema pinjaman online (pinjol). (TRIBUN JABAR)

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Maraknya pinjaman online sudah merebak beberapa tahun belakangan ini. Solusi pinjaman uang bagi masyarakat yang merasa diri mengalami kesulitan dalam keuangan, baik untuk kebutuhan bisnis maupun kebutuhan sehari-hari. Kondisi tersebut menggambarkan dan menginformasikan kepada semua orang bahwa ekonomi masyarakat untuk mengakselerasi pendidikan baik dalam situasi tidak baik-baik saja.

Apa pun alasannya, semua disadari betul perihal kapitalisasi pendidikan di Indonesia sudah berjalan lama. Padahal, pendidikan bagian hak asasi warga negara yang dijamin oleh pemerintah. Hanya sayang sekali, pengelolaan anggaran negara untuk pendidikan belum ada keberpihakan secara totalitas karena alasan penyelenggaraan negara bukan hanya pendidikan saja. Jauh berbeda dengan negara-negara tetangga, keberpihakan pendidikan menjadi prioritas utama sehingga indeks pertumbuhan manusia relatif cepat memenuhi standar dan melampaui rata-rata.

Diakui atau tidak, fenomena pinjaman online telah merambah dunia pendidikan Indonesia. Pernah dilakukan survei oleh NoLimit Indonesia pada tahun 2021 menunjukkan 42 persen pelaku pinjol adalah para guru. Tak terbayangkan perbuatan tersebut secara langsung atau tidak menunjukkan memprihatinkan. Sangat yakin, para guru tersebut kemungkinan status guru-guru honorer yang jauh dari kata sejahtera. Hampir dipastikan guru-guru honorer, baik di lembaga pendidikan milik negara atau swasta di bawah standar kelayakan jumlah honor yang diterima.

Situasi dan kondisi tersebut menjadi peluang dan kesempatan emas bagi para kapitalis liberal pemilik uang banyak untuk memanfaatkan hal tersebut untuk menambah kekayaannya. Kondisi dan situasi masyarakat berpenghasilan rendah psikologisnya akan selalu memanfaatkan kemudahan meminjam untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya walaupun di ujung akan ada dampak buruk. Terlebih sikap masyarakat hari ini kecenderungan hedonis dan pragmatis yang kerap menjadikan dirinya terjerumus masuk perangkap para kapitalis. Bahkan, tidak sedikit untuk membayar kembali pinjaman dengan cara gali lubang tutup lubang, dan sesekali menjual harga dirinya.

Penting sekali menjadi catatan bagi pemerintah dan masyarakat, bagaimana membangun bangsa ini tidak dengan cara menjerat leher negara dan rakyat melalui sistem ekonomi kapitalis liberal yang tidak disadari telah membunuh kemerdekaan bangsa, negara, dan rakyatnya. Jelas dan memiliki historis yang dapat dipertanggungjawabkan, Islam ajaran mulia dan memuliakan siapa pun yang menjalankannya tanpa ada sekat suku dan ras mana pun.

Sekalipun dirinya mengklaim beragama Islam, namun tidak menjalankan dan meninggalkan syariatnya, petunjuk kebaikan akan selalu tertutup dan berujung celaka. Sistem ekonomi kapitalis bersemayam membuat surga di dunia yang berlaku bagi para konglomerat, termasuk di Indonesia sangat terasa dengan kasat indrawi. Rakyat hanya menjadi makanan monster-monster konglomerasi kapitalis, umat Islam sebagai rakyat mayoritas hanya diam membisu tak berdaya. Seharusnya bersatu padu secara berjamaah melakukan perlawanan dengan menjalankan sistem ekonomi sesuai syariat Islam yang pernah berjaya dan telah diajarkan beberapa abad yang lalu.

Dunia pendidikan digemparkan dengan kasus pinjol yang menjerat para mahasiswa, terlebih mahasiswa yang tercatat di perguruan tinggi negeri sekelas ITB yang memiliki reputasi. Kebanggaan masyarakat terhadap ITB menjadi rahasia umum. Sebelumnya terjadi beberapa waktu yang lalu mahasiswa IPB di Bogor terjerat pinjol sehingga pimpinan sivitas turun tangan meresponsnya.

Apakah akan jera dan kapok para pelaku dan pengelola dana pinjaman online beroperasi untuk terus menyerang sasaran masyarakat lemah. Begitu pun warga pendidikan apakah akan jera pula dengan adanya kasus-kasus tersebut, sepertinya tidak akan banyak berpengaruh terhadap operasi pinjol. Justru semakin populer pinjaman online sehingga mulai banyak orang mengetahuinya, secara tidak langsung telah mempromosikan dan memopulerkan dunia pinjol. Apalagi yang menjadi korbannya masyarakat terdidik dan terpelajar sehingga responsnya akan lebih cepat populer di kalangan masyarakat.

Peristiwa itu disengaja atau tidak dapat dipahami bahwa masalah dunia pendidikan tinggi secara jujur dan terbuka mengalami masalah serius. Jikalau ini menjadi budaya di kalangan pelajar atau mahasiswa Indonesia akan membawa malapetaka di kemudian hari.

Pinjaman online wujud lain sistem ekonomi ribawi yang jelas haramnya, dan siapa pun yang melakukan pinjaman online dengan bunga penyertanya tidak ada alasan dibolehkan dalam syariat Islam. Pinjol wujud lain rentenir berbasis digital, jangankan keberkahan yang didapat para pelaku pinjaman online, justru yang terjadi menjerat dan mencekik leher para pelaku.

Begitu pun pihak pengelola kampus, baik negeri maupun swasta jikalau mencari solusi menangani masalah UKT bagi mahasiswanya salah besar dan menunjukkan ketidakmampuan mengelola perguruan tinggi. Prihatin dan memilukan, sekelas perguruan tinggi hebat cara berpikir mengambil jalan pintas menunjukkan kelemahan ilmu yang dimiliki.

Di perguruan tinggi gudangnya kreator dan inovator, sangat ironis penyelesaian hal tersebut harus dengan jalan pintas yang tidak mengedukasi baik, budaya pinjam sebenarnya tidak disarankan untuk menjadi karakter dalam kehidupan diri. Ribuan orang yang merasakan dengan budaya pinjaman itu tidak membuat nyaman hidup, bahkan tidak sedikit mendatangkan penyakit yang mematikan jiwa dan raga para pelaku pinjaman. Memang berat dan sulit untuk keluar dari budaya meminjam uang, selain sudah dibentuk karakternya sejak awal baik sistem sosialnya maupun pola ekonomi yang dibangun di lingkungan masyarakat.

Catatan buruk bagi pengelola pendidikan yang tidak memiliki kemampuan menjalankan organisasi pendidikan dengan kreatif dan inovatif. Terlebih perguruan tinggi negeri yang segalanya difasilitasi oleh negara, kadang aneh dan sangat sulit diterima oleh akal sehat saat mahasiswa dibebankan pembiayaannya cukup besar sehingga dari dulu hingga saat ini, anak negeri mau pintar harus lahir dari rahim orang mampu dan kaya untuk mengakses pendidikan yang baik dan hebat. Dengan dalil untuk biaya tambahan peningkatan mutu lulusan, fasilitas dari negara masih dianggap kurang sehingga kekurangan tersebut dibebankan kepada masyarakat (mahasiswa) yang telah masuk tercatat sebagai warga kampus.

Wajar sekali bangsa ini untuk mempercepat indeks pertumbuhan manusia melambat. Berbagai program pemerintah skema beasiswa, namun tetap saja masih sangat terbatas. Selain jumlah kuota ada alasan lain perguruan tinggi tidak mengambil program tersebut dikarenakan jumlah dana subsidi negara sangat kecil sekali sehingga tidak memenuhi kebutuhan operasional rasio setiap satu orang mahasiswa.

Lebih memberatkan lagi, perguruan tinggi negeri membuka jalur mandiri dengan skema pembiayaan lebih fantastis jumlahnya. Sangat sulit bagi berpenghasilan rendah untuk masuk melalui jalur ikut seleksi mandiri, sangat memilukan dunia pendidikan kian hari semakin diperlihatkan apa sebenarnya yang terjadi. Sistem dan skema pendidikan di Indonesia hanya menjadi objek kapitalisasi segelintir pihak yang berorientasi pada materi, sementara orientasi pada kemandirian, kemerdekaan, dan kebebasan bangsa dan negara yang dihargai dan dihormati masih dalam pujian yang tidak substansial.

Berbagai fenomena yang muncul dalam dunia pendidikan, sekalipun tindakan hal tersebut melanggar kaidah-kaidah pendidikan yang sebenarnya, dengan peristiwa menghebohkan di balik viralnya seperti sedang dipaksakan oleh sistem diarahkan untuk dinormalkan. Lama-lama segala hal yang di awalnya sesuatu pelanggaran kaidah, karena sistem sosial memaksa untuk dinormalkan menjadi sesuatu yang benar bahwa hal itu dibutuhkan dan bermanfaat. Maka ada kaidah yang relatif mirip dengan peristiwa diatas masuk dalam kaidah hukum yaitu adat dapat jadikan hukum.

Rentenir pinjol akan merusak nalar dan moral jika dibiarkan tanpa kebijakan negara yang berpihak pada kesejahteraan yang berkeadilan. Solusi yang tepat, Islam memberi inspirasi melalui skema gerakan zakat, infaq, shodaqoh, dan wakaf. Saat dikelola dengan oreintasi pembangunan sumber daya manusia sangat yakin akan menunjukkan keberpihakan pada keadilan dan peradaban bangsa. Sejarah telah membuktikan, peradaban Islam dalam membangun dunia tanpa kapitalisme liberal tidak butuh waktu lama. Sistem sosial dengan ajaran Islam memberi penghargaan dan penghormatan kepada dunia pendidikan sangat peduli.

Menurut informasi sebuah riwayat dalam sejarah saat khalifah Umar ibnu Khattab menunjukkan keberpihakan yang sangat memprioritaskan pendidikan, dan bagi para pelajar penuntut ilmu tidak dibebani untuk membayar, sementara dana operasional benar-benar memggunakan hasil pengelolaan dari wakaf umat muslim.

Luar biasa dan hebat, jikalau negara ini menggunakan sistem praktik ekonomi benar-benar menggunakan pola dan model pemanfaatan dana pajak, zakat, infaq, shodaqoh, dan wakaf dengan pengelolaan kreatif, inovatif, baik dan benar. Entitas perguruan tinggi sangat berpeluang mengelola skema tersebut dengan cara-cara yang jujur, amanah, kreatif, inovatif yang Islami. Tidak ada sejarah menggunakan sistem ekonomi bersumber dari syariat Islam mundur, justru saat meninggalkan ajaran tersebut umat Islam hancur tak berdaya tidak memiliki kekuatan.

Ace Somantri
Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini