Renungan Kemerdekaan RI ke 79 : Antara Alat Kontrasepsi dan Tlethong

0
93
Setiap Pribadi Adalah Unik. (Ilustrasi

KLIKMU CO-

Oleh: syafi’i*

Lebih dari 30 tahun lalu penulis pernah membaca tulisan Pak Dahlan Iskan (DI) di harian yang dipimpinnya. Pak DI menyeritakan hasil silaturrahim beliau ke rumah temannya dari Surabaya yang menetap di Hongkong.

Di tengah perbincangan dengan tuan rumah Pak DI dikenalkan dengan anak gadisnya yang ABG dan sekolah di salah satu SMP. Setelah itu anak gadis tersebut ijin masuk kamar dan beberapa saat kemudian si anak pamit pada mamanya untuk ikut kemah (camping). Sambil menenteng ransel lalu salaman pada mamanya dan pada Pak DI. Tak lupa mamanya menasehati agar hati-hati. Ada juga pesan yang membuat Pak DI tercengang yaitu mamannya menyanyakan kepada anak gadianya: “Sudah membawa kondom apa belum?” Lalu si anak menjawab: “Sudah”

Selepas anak itu menjauh Pak DI penasaran lalu bertanya kepada tuan rumah: “Mengapa pesannya kok begitu?”

“Pak DI, menjadi orang tua di Hongkong memang serba salah sebab pergaulan sudah sangat bebas. Daripada anak saya hamil di luar nikah maka mending saya pesan agar membawa alat kontrasepsi agar kami tenang” Jawab ibunya.

Pak DI terkesiap, mengelus dada, sambil menerawang dan berharap peristiwa seperti itu tidak terjadi di Indonesia.

Rupanya harapan Pak DI pupus setelah lebih kurang 30 tahun kemudian, sebab fenomena seks bebas seperti itu ternyata terjadi juga di Indonesia. Fenomenanya sepeti gunung es, hanya sedikit yang dapat dilihat dipermukaan. Orang tua pusing tujuh keliling dan berharap anak turunnya selamat dari petaka obral syahwat!.

Di tengah kegundahan itu muncullah PP Nomor 28 tahun 2024 tentang kesehatan yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Kesehatan.

Sesuai dengan ketentuan dalam PP tersebut, sasaran utama pelayanan alat kontrasepsi adalah pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko (tidak kepada semua remaja) tetapi kekhawatiran banyak pihak bahwa pelaksanaan di lapangan akan melenceng jauh adalah suatu kewajaran. Apalagi salah satu sasarnnya adalah anak usia sekolah. Maka, munculnya PP tersebut tak pelakmemunculkan kehebohan pro dan kontra. Apalagi isu yang berkembang anak sekolah akan mendapatkan alat kontrasepsi gratis. Hal tersebut secara tidak langsung melegalkan seks bebas asalkan aman untuk kesehatan.

Penulis menerawang jauh ke belakang. Tahun 80-an ada siswa benerapa siswa kreatif di salah satu SMA Negeri di pulau Jawa dimana salah satu kelompok Karya Ilmiah Remaja (KIR) meneliti temannya yang sudah punya pacar dikaitkan dengan perilaku seks bebas. Hasilnya mencengangkan!. Lebih dari 70 persen dari responden pernah melakukan hubungan sex baik dengan pacarnya maupun dengan orang lain. Tak pelak hasil penelitiannya mengguncang semua pihak. Sekolah, Dinas Pendidikan, bupati, dan stake holder lainnya. Siswa tersebut diancam dikembalikan kepada orang tuanya. Bahkan diancam dipidanakan. Sebab dinilai mencoreng dunia pendidikan. Pun, metodologi penelitian yang digunakan terlalu sumir belum mencerminkan penelitian yang secara ilmiah dapat dipertanggung jawabkan.Untungnya salah satu perguruan negeri ternama di Indonesia pasang badan, menyelamatkannya karena siswa tersebut dianggap kreatif, kritis, cocok sebagai calon ilmuwan di masa yang akan datang. Merekapun diterima di PT tesebut.

Di provinsi lain yaitu di luar Jawa juga ada penelitian serupa dengan sampel yang serupa terkait seks bebas. Hasilnya hampir sama yaitunkisaran 70% reaponden pernah melakukan hubungan seks pra nikah baik dengan pacarnya atau dengan yang lain. Untungnya peneliti tidak mendapat reaksi keras dari stake holder seperti koleganya di pulau Jawa.

Fenomena tersebut tentu menggelisahkan semua pihak, tak terkecuali sekolah dan orang tua. Bagi orang tua mendididk anak di jaman sekarang ibarat menaruh telur di ujung tanduk. Gampang tergelincir, lalu pecah. Kalau sudah pecah maka akan memupus harapan masa depan, baik bagi mereka sendiri, keluarga, dan bagi bangsa. Imam Al-Ghozali mengingatkan, bahwa potret generasi muda sekarang adalah gambaran masa depan bangsa.

Faktor pendorong generasi muda cacat akhlak kelihatannya sudah lengkap. Lemahnya pendidikan karakter karena lembaga pendidikan lebih berorientasi pada aspek kognitif, pengaruh teknologi informasi yang memudahkan siapapun mengakses informasi negatif, kurangnya iman dan takwa, kurangnya kontrol dari keluarga sebab orang tua sibuk bekerja, sampai kurangnya keteladanan menjadi faktor utama dalam masalah di atas.

Tak ketinggalan isu liberalisme dengan dalih hak asasi juga menyeruak terutama setelah berakhirnya perang dingin. Isu perlombaan senjata berakhir seiring runtuhnya Uni Soviet lalu diganti isu hak asasi dan demokratisasi. Siapa yang melawan isu global tersebut akan digilas oleh “dajjal” dari barat. Anehnya sang dajjal menerapkan standar ganda. Akhirnya sudah bisa ditebak mengapa isu LGBT-Q gampang menyebar sebagai pelengkap isu liberalisasi dan demokratisasi.

Keputusan pemerintah dan DPR meloloskan Undang-Undang Kesehatan dibarengi dengan PP Nomor 28 tahun 2024 tentang kesehatan yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja jangan-jangan pemerintah tak kuasa mendapat tekanan dari segala arah mata angin termasuk pebisnis alat kontrasepsi. Kita semua tahu bukan sewaktu jaman Covid 19 beberapa tahun lalu? Bagi pemerintah mengambil sikap menerbitkan undang-undang di atas barangkali lebih pada alasan pragmatis sebagaimana sikap seorang ibu temannya Pak DI di Hongkong.

Pada akhirnya penulis teringat tulisan Enha Ainun Najib di sebuah harian di Jawa Timur, mengomentari gaduhnya masyarakat menanggapi buku Darmo Gandul dan Gathuloco yang isinya menyudutkan umat Islam. Padahal sebagian isi dari buku tersebut adalah kritik teehadap potret umat Islam saat itu. Emha mengibaratkan isi buku tersebut sebagai “tlethong” (kotoran ternak). Tinggal bagaimana kita menyikapi tlethong. Jika tlethong ditaruh di meja makan maka siapapun akan marah sebab tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya. Tetapi jika tlethong disebarkan ke tanaman maka tanaman akan menjadi hijau, subur, berbunga, dan berbuah yang pada akhirnya bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Sikap yang sama barangkali bisa diambil untuk menyikapi tletong yang bernama PP di atas. Tinggal sejauh mana keberadaan tlethong tersebut digunakan untuk menumbuhsuburkan kewaspadaan kita bersama dalam rangka menyelamatkan generasi muda terhadap jamur tlethong yang beracun dan berbahaya yaitu kebutaan akan iman kuat dan amal sholeh. Tanpa itu maka jamur tlethong-pun akan dimakan yang pada gilirannya akan memabukkan bahkan mematikan, tidak hanya pada diri dan keluarganya tetapi juga pada masa depan bangsa. Dapat dibayangkan bagaimana nasib bangsa Indonesia ke depan jika generasi mudanya cacat akhlak dan melacurkan diri, kemana-mana membawa alat kontrasepsi dengan dalih melindungi diri, vacat akhkak. Kalau sudah demikian maka hakekatnya bangsa tersebut sudah “habis”. The end of nation!

Dimomentum hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-79 ini mari kita sebagai orang tua banyak beristighfar dan memohon ampun kepada Allah agar kita diberikan kekuatan dan kesabaran dalam mendidik anak anak kita

Hanya kepada Allah kita berserah diri dan bergantung.
Ya Allah, tunjukkanlah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.
Amin YRA

Bambe, 7 Agustus 2024
Penulis adalah mantan guru.
Sekarang aktif di Persyarikatan Muhammadiyah Cabang/Ranting.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini