Respons Azan di TV Diganti Running Text, Ketua MTT PDM Surabaya: Pastikan Masjid Tetap Kumandangkan

0
71
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) PDM Kota Surabaya Dr Thoat Stiawan MHI. (Pribadi/KLIKMU.CO)

KLIKMU.CO – Kementerian Agama (Kemenag) mengimbau stasiun televisi menayangkan azan Magrib dalam format teks terus-menerus. Imbauan Kementerian Agama terkait dengan berlangsungnya kebaktian gereja yang dipimpin Paus Fransiskus di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) Jakarta pada Kamis (5/9/2024).

Seperti diketahui, pada Kamis (5/9/2024) Paus Fransiskus akan memimpin Misa Akbar di kompleks Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta. Menurut rencana, kegiatan ibadah massal ini kemungkinan akan berlangsung bertepatan dengan waktu azan Magrib, yang akan disiarkan melalui saluran televisi nasional.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) PDM Kota Surabaya Dr Thoat Stiawan MHI mengatakan, menggantikan kumandang azan dengan running text di televisi, terutama saat menyiarkan acara keagamaan besar seperti Misa Akbar, bukanlah sebuah masalah besar yang perlu diperdebatkan.

Hal ini mengingat azan tetap dapat didengar oleh kaum Muslimin dari masjid-masjid seperti biasanya. Karena itu, kewajiban mengingatkan waktu salat tetap terpenuhi.

“Azan merupakan panggilan untuk menunaikan shalat yang biasanya dikumandangkan secara langsung dan lantang. Jika azan disiarkan melalui running text saat misa atau acara keagamaan lain yang ditayangkan di televisi, hal ini masih bisa diterima selama panggilan azan tetap terdengar atau terlihat oleh umat Muslim. Terutama jika hal tersebut dilakukan untuk menjaga keharmonisan antarumat beragama,” ujarnya kepada KLIKMU.CO, Rabu (4/9/2024).

Yang terpenting, kata Thoat, esensi dari azan sebagai pengingat waktu salat tetap tersampaikan kepada umat Muslim. Baik melalui suara yang dikumandangkan dari masjid atau melalui media lain seperti running text di televisi.

Hal ini menunjukkan fleksibilitas dalam menyikapi situasi tertentu selama tidak mengabaikan kewajiban beribadah.

Thoat melanjutkan, imbauan Kementerian Agama ini juga dapat dipahami sebagai bentuk fleksibilitas dan sikap saling menghormati di tengah masyarakat yang plural. Mengutamakan semangat persatuan dan kerukunan antarumat beragama adalah esensi dari tindakan ini. Karena itu, diharapkan tidak menjadi polemik yang memicu perpecahan.

“Ini menunjukkan bahwa dalam konteks beragama, keseimbangan antara menghormati kewajiban ibadah dan mengakomodasi keragaman praktik agama lain dapat dicapai dengan bijaksana, juga bagian dari menjaga keharmonisan antarumat beragama di Indonesia,” tuturnya.

Hal ini mencerminkan sensitivitas pemerintah terhadap keberagaman agama yang ada di Indonesia. Yakni, acara keagamaan yang berskala besar dari agama lain tetap dapat berlangsung tanpa mengabaikan kewajiban ibadah bagi umat Muslim.

“Langkah ini bisa dilihat sebagai bentuk inklusivitas dan penghargaan terhadap pluralisme agama, sekaligus menjaga agar tidak ada umat yang merasa terabaikan dalam menjalankan kewajiban ibadahnya,” ujarnya.

Selain itu, ini juga menunjukkan bahwa Indonesia terus berusaha memelihara toleransi dan kerukunan antarumat beragama di tengah keberagaman yang ada.

Dengan demikian, kata Thoat, solusi ini diharapkan dapat diterima oleh semua pihak tanpa menimbulkan polemik. Mengingat, azan tetap dapat didengar melalui masjid-masjid dan media lain sehingga fungsi pengingat waktu salat tetap terlaksana.

“Pendekatan ini menunjukkan komitmen terhadap toleransi dan kerukunan di Indonesia, yang dikenal sebagai negara dengan keberagaman agama. Dengan mengakomodasi kebutuhan semua umat beragama, diharapkan tidak akan ada polemik yang muncul dan semua pihak dapat merayakan acara keagamaan mereka dengan damai,” terang Dekan Fakultas Agama Islam UM Surabaya tersebut.

(AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini