Revolusi Hijau: Menuju Kedaulatan Pangan (2)

0
4
Ace Somantri, dosen Universitas Muhammadiyah Bandung, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat. (Dok pribadi/KLIKMU.CO)

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Alam semesta beserta isinya diciptakan untuk seluruh makhluk yang hidup di dunia, baik di planet bumi atau planet lainnya. Sifat alam semesta senantiasa memberi sesuai dengan fitrah penciptaannya. Namun, bukan berarti alam ini tak bicara akan apa yang dirasakannya setiap detak jantung makhluk-makhluk yang hidup di dalamnya, termasuk jenis dan macam makhluk yang hidup di perut bumi.

Jutaan jenis makhluk hayati dan hewani, pada dasarnya, mereka selain sebagai kekuasaan dan kebesaran Allah Ta’ala juga menjadi isyarat dan petunjuk bagi manusia yang berpikir (bertafakur) untuk dijadikan wahana dasar ilmu pengetahuan yang dikembangkan menjadi wujud nyata dalam bentuk karya dan benda bernilai guna. Ditegaskan sebelumnya, bahwa segala macam yang muncul di dunia sebenarnya bentuk kebaikan alam semesta. Segala permasalahan yang muncul bukan berasal dari Sang Khalik, melainkan dari perbuatan manusia itu sendiri. Hal tersebut biasanya diakibatkan sikap malas, tidak peka dan peduli pada sesama dan lingkungan, juga mengabaikan kaidah-kaidah kealaman dan kemanusiaan secara kurang beradab dan tidak adil.

Revolusi hijau untuk melawan deteriorasi lingkungan. Hal tersebut menjadi sangat penting untuk keberlangsungan hajat hidup manusia dan makhluk lainnya yang hidup di atas bumi alam semesta. Pasalnya, segala hal yang dibutuhkan manusia selama hidup di atas bumi dipastikan membutuhkan nutrisi yang bersumber dari tumbuhan dan hewan-hewan yang halal dan baik untuk dimakan. Termasuk hewan dan makhluk lainnya bagian dari sirkulasi rantai makanan sesuai posisi yang terdapat pada lingkaran rantai makanan mahluk hidup.

Revolusi hijau selain meningkatkan sumber penghidupan untuk manusia dan makhluk hidup lainnya, juga ada yang sangat superpenting bagi kehidupan manusia, yaitu untuk kepentingan kedaulatan pangan. Saat ini isu global warming menjadi ancaman bagi makhluk-makhluk yang hidup di bumi, hal itu dikarenakan tidak disadari akan mempercepat kematian beberapa makhluk hidup yang mengakibatkan punahnya spesies tertentu.

Begitupun bagi manusia akan melemahkan lingkungan ekosistemnya dan sangat mungkin dampak buruk lain menimbulkan rusaknya keseimbangan planet bumi dengan planet lain kian mempercepat turbulensi alam yang lebih keras hingga mendatangkan kiamat kecil yang mengerikan.

Revolusi hijau untuk kedaulatan pangan bukan utopia, melainkan kebutuhan nyata untuk manusia yang hidup di muka bumi. Setiap bangsa dan negara sangat memiliki interest kuat terkait dengan kedaulatan pangan sebagai kebutuhan pokok untuk kesejahteraan rakyatnya. Kedaulatan pangan bukan hanya wacana dalam kata-kata, melainkan sebuah tuntutan yang wajib sebagai perioritas utama pembangunan bangsa dan negara yang kuat. Di mana pun manusia hidup, kebutuhan pangan sangat primer untuk keberlangsungan dan stabilitas tatanan kebangsaan dan kenegaraan yang berdaulat. Hal yang penting revolusi hijau bagi seluruh bangsa dan negara di belahan dunia, termasuk Indonesia sekalipun pernah disematkan sebagai negara agraris pada era orde baru dengan terkenalnya swasembada pangan.

Namun hal itu dianggap tidak integrated dan dipaksakan hingga terindikasi banyak kepentingan-kepentingan lain yang berorientasi pada pencitraan individu dan negara hingga program tersebut kurang berjalan baik. Fakta Indonesia sebagai negara agraris benar adanya. Hanya dalam produktivitas pengelolaannya sangat jauh dari inovasi-inovasi peningkatan mutu hasil yang sustainable, baik untuk lingkungan manusia maupun ekosistem lainnya.

Revolusi hijau yang digagas harus benar-benar mengedepankan kepedulian akan kelestarian alam tetap terjaga dengan baik. Dari alam untuk alam, kebaikan dari manusia untuk kemanfaatan manusia kembali. Pun sebaliknya, keburukan dari manusia akan mendatangkan kembali keburukan kepada manusia.

Filosofi revolusi hijau mengembalikan habitat makhluk hidup termasuk manusia kepada alamnya sesuai fitrah yang dimiliki, dan pada dasarnya semua makhluk hidup jika berdampingan dengan baik saling merawat akan mendatangkan budaya ekologis membawa kehidupan lebih agamis. Bahkan cukup mengejutkan eksistem makhluk hidup, khususnya manusia hidup dan tinggal di ruang hijau dapat membawa sel-sel dalam tubuh cenderung lebih muda. Hal tersebut dikarenakan “Telomer” lebih panjang.

Telomer ini secara ilmu pengetahuan merupakan DNA yang berkaitan dengan umur panjang biologis. Salah satu faktor rasional, manusia yang hidup di sekitar ruang hijau dengan pengelolaan yang baik dan benar akan membuat nuansa nyaman, tenteram dan damai sehingga resiko stres dan depresi tidak sering muncul.

Sebenarnya hal tersebut bukan sesuatu yang baru dalam ajaran Islam, karena sudah berabad-abad lamanya ajaran Ilahi memberikan pengetahuan tentang bahwa hamparan bumi serta apapun yang muncul di atasnya untuk kebutuhan manusia dan makhluk yang hidup. Q.S. Al Hijr ayat 19-20 menjelaskan, “Dan kami telah menghamparkan bumi dan kami pancangkan padanya gunung-gunung serta kami tumbuhkan di sana segala sesuatu menurut ukuran. Dan kami telah menjadikan kepadanya sumber-sumber kehidupan untuk keperluanmu. Dan (kami ciptakan pula) makhluk-makhluk yang bukan kamu pemberi rezekinya”.

Jelas dan tegas, hal yang wajar jikalau manusia berdampingan dengan tumbuhan dan hewan-hewan saling menjaga akan mendatangkan kebaikan semua (kemaslahatan) untuk kehidupan di dunia hingga akhirat. Inovasi yang dikembangkan sebenarnya jika bersumber dari Al-Qur’an akan lebih solutif dan kontributif untuk keberlangsungan kehidupan makhluk hayati, baik yang berada di daratan maupun di lautan. Segala hal yang muncul dari perbuatan makhluk hidup pada dasarnya baik, termasuk manusia apalagi hewan dan tumbuhan sangat mutlak mereka diciptakan untuk memenuhi keperluan hajat manusia.

Kesadaran inilah yang harus secepatnya dievaluasi. Keburukan dan kejahatan di bumi sumbermya adalah ada dalam diri manusia itu sendiri. Hal itu secara nafsiyah, manusia di dalam dirinya ada potensi keburukan. Potensi tersebut saat distimulan dengan sifat-sifat yang mengarah keburukan akan melahirkan perbuatan-perbuatan jahat, buruk dan menzalimi. Begitupun saat ada harapan membuat kelestarian lingkungan bersifat ekologis akan mengalami hambatan, ruang hijau sebagai tanda wujud fisik bahwa manusia peduli pada ekosistem makhluk lainnya yang menjadi indikator kepedulian sulit terwujud.

Sebaiknya potensi dasar kebaikan yang dimiliki manusia harus mampu mendominasi dan menutup potensi keburukan, tidak mustahil revolusi hijau untuk kedaulatan pangan akan terwujud nyata bukan utopia. Pasalnya, rumusan berinovasi untuk membuat metode dan cara cepat dan akurat hingga tepat pada tujuan yang diharapkan sangat mungkin didapat selama sumber inspirasi dari ayat-ayat Ilahi robbi. Mutlak adanya, ayat di atas telah memberi petunjuk yang tegas dan jelas. Hanya algoritmanya harus disusun dengan formulasi dan komposisi seimbang.

Revolusi hijau bermula dari ruang hijau untuk kembali menjadi ruang hijau tanpa kecuali hingga hamparan bumi terlihat indah menawan. Saat ruang hijau kembali menghiasi hamparan bumi, maka akan mendatangkan ekosistem alam yang stabil sehingga berbagai jenis makhluk hidup yang siap dikelola dengan baik akan bermunculan seolah menawarkan diri tanpa harus dipaksa dengan cara ekploitasi yang menyakiti bumi.

Kedaulatan pangan secara otomatis sendirinya menjadi bagian kesempurnaan yang akan dimiliki di mana ruang hijau tersebut hidup dan berkembang biak serta dikelola dengan baik penuh kasih sayang. Menciptakan ruang hijau dengan cara menumbuhkan tumbuhan dibarengi rasa cinta dan kasih sayang, maka balasan kebaikan dari tumbuhan pun akan lebih baik pula dengan menunjukkan hasil panen buahnya memuaskan penanam pohon yang baik. Kedaulatan pangan yang diharapkan pun akan terwujud nyata tanpa bersusah payah, saat menanam dan menumbuhkan pohon produktif maupun konservasi jikalau dengan cara menghormati, menghargai dan menyayangi ekosistem tumbuhan yang ditanam.

Kedaulatan pangan sebenarnya salah simbol kekuatan sebuah bangsa dan negara, konsekuensi dari impact kedaulatan pangan akan menyejahterakan masyarakat. Sehingga saat rakyat sejahtera, akses pendidikan dan kesehatan pun serta akses kebutuhan lainnya akan didapat tanpa harus mengalami kesulitan yang parah. Kesejahteraan rakyat akan melahirkan kemajuan bangsa dan negara tanpa harus merekayasa dengan cara memaksa dan dipaksa, apalagi harus menipu dan memperdayai melalui cara-cara tidak adil dan mendzalimi.

Ruang hijau memberi makna sangat dalam, bukan sekedar nyaman dan asri, melainkan mendatangkan kesejahteraan material dengan hasil buah melimpah dan panen yang menguntungkan. Bahkan ada yang lebih dahsyat yaitu mengurangi dan mencegah emisi gas beracun dari kendaraan dan industri berbahan bakar minyak mendatangkan polutan mematikan ekosistem manusia dan hayati lainnya.

Dengan ruang hijau ada manfaat lain, belum lama ada kebijakan dunia dan Indonesia pun melegitimasi dengan regulasi mengenai green carbon yang mendatangkan cuan yang berpotensi hingga triliunan rupiah. Artinya, ruang hijau dipastikan memberi manfaat dan maslahat bagi alam semesta umat, bangsa, dan negara.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini