Saatnya Politik Menjadi Instrumen Keadilan dan Kemakmuran bagi Masyarakat

0
8
Pengamat politik Wahyudi (dua dari kiri) saat sosialisasi pendidikan politik bagi masyarakat bertajuk Peningkatan Partisipasi Masyarakat Menyongsong Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024. (Istimewa/KLIKMU.CO)

Malang, KLIKMU.CO – Menjelang pesta politik Pilpres, Pileg, maupun Pilkada Serentak 2024 mendatang, masyarakat semakin dewasa dan bijak dalam menyikapi perbedaan dalam hajatan demokrasi.

Perbedaan pilihan, pandangan, dan keyakinan terhadap para kontestan politik, baik dalam pilpres, pileg, maupun pilkada, merupakan sebuah keniscayaan. Tak boleh ada yang memaksa akan keyakinan pilihan politik itu.

Menempatkan kontestasi politik lima tahunan sebagai bagian dari konsekuensi sistem yang demokratis harus dihadapi secara wajar, santai, damai, serta mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan sebagai urat nadi dalam kebinekaan. Pilihan politik boleh berbeda, partai juga boleh berbeda, tetapi saling menghargai dalam keanekaragaman harus dilakukan.

Dalam kaitan itulah, pengamat politik sekaligus dosen Sosiologi UMM Wahyudi ikut andil dan terlibat langsung memberikan pencerahan kepada masyarakat.

Yakni, dalam sosialisasi pendidikan politik bagi masyarakat bertajuk “Peningkatan Partisipasi Masyarakat Menyongsong Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024“ yang diadakan oleh Bakesbangpol Kota Batu pada Rabu (23/8) di Hotel Kartika Wijaya. Kegiatan tersebut diikuti oleh hampir seratus orang yang pesertanya kaum perempuan semua.

Dalam paparannya, Wahyudi menyampaikan bahwa anggapan politik itu kotor sudah saatnya diakhiri. Perilaku atau oknum pemerintah atau partai yang korup tidak dapat digeneralisasi atau digebyah-uyah bahwa semua pemerintah dan partai itu korup.

“Masih banyak yang baik,” tegasnya.

Tentu, kata Wahyudi, realitas politik saat ini menjadi tantangan serius. Pasalnya, fakta politik sering menggambarkan perilaku elite politik yang tidak memihak masyarakat kecil, bahkan korup yang menyebabkan masyarakat menjadi antipati, acuh tak acuh, bahkan tidak peduli terhadap politik.

“Kondisi seperti jangan dijadikan alasan bagi ibu-ibu untuk tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu nanti. Jika ibu-ibu justru antipati (emoh politik), nanti yang akan terpilih justru orang-orang yang tidak baik. Akibatnya, harga cabai naik, harga sayur naik, semua kebutuhan pokok naik. Itu karena politisi kita yang menentukan semua,” kelakarnya.

Oleh karena itu, lanjut Wahyudi, perlu didorong agar politik menjadi instrumen keadilan dan kemakmuran masyarakat. Dengan begitu, masyarakat tidak antipati terhadap politik dalam momen politik seperti pilpres dan pilkada, menampilkan politik yang berorientasi kepada keadilan dan kemakmuran.

“Maka, dengan sendirinya partisipasi masyarakat akan meningkat,” pungkasnya. (AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini