Surabaya, KLIKMU.CO – Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Panti Asuhan Muhammadiyah (PAM) Kenjeran, Surabaya, berkunjung ke Balai Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur Jalan S.Parman 55, Waru, Sidoarjo, Senin (26/6).
Sekitar 40 santri dan pengasuh PAM Kenjeran menggunakan tiga armada menuju BPBD Provinsi Jawa Timur. Setelah sampai di lokasi, santri langsung diarahkan menuju ruang edukasi untuk mendengarkan arahan dari tim BPBD.
Tujuannya sebagai edukasi dan pembekalan bagi santri PAM Kenjeran. Supaya semua santri memahami mengenai edukasi penaggulangan bencana itu seperti apa. Semua santri juga diperlihatkan video pembelajaran melalui mobil edukasi penanggulangan bencana.
Selanjutnya, para santri ikut mempraktikkan simulasi ketika terjadi bencana alam yang tidak terduga. Ketika sirene berbunyi, mereka bergegas mencari tempat yang dianggap aman dan jalan jongkok kedua tangan menutupi dan mengamankan kepala dengan benda seadanya.
Mereka juga merasakan ruang hening, rumah pendidikan bencana yang di dalamnya ada perlengkapan tas siaga, alat petugas, bekal petugas, macam-macam gunung berapi dan lain sebagainya.
Staf Bidang Pencegahan dan Kesiapsiaagaan BPBD Provinsi Jawa Timur Irvan Setyanudin menjelaskan, adik-adik semuanya akan dibekali terkait dengan ilmu kebencanaan. Kenapa kok penting ilmu kebencanaan?
“Sejarah di negara Indonesia dari tsunami Aceh sampai tsunami Palu. Gempa bumi Padang ribuan orang menjadi korban karena minimnya pengetahuan terkait penyelamatan mitigasi bencana. BPBD Provinsi Jawa Timur ini terbentuk pada tahun 2009 setelah terjadi tsunami Aceh. Ribuan orang menjadi korban bencana alam,” jawabnya.
Selain itu, kata Irvan, tujuannya untuk lebih memprioritaskan penanganan bencana memberikan edukasi ke masyarakat. Sebab, tanpa disadari bencana selalu datang tanpa diduga dan berulang-ulang. Mulai bencana sunami Aceh dan 19 tahun kemudian baru ada lagi gempa bumi tsunami di Palu.
“Sebenarnya dulu itu sudah ada bencana alam sekian ratusan tahun yang lalu. Tetapi tidak ada dokumentasinya berupa video dan foto anak cucunya tidak pernah percaya kalau dia tinggal di daerah rawan bencana. Dia beranggapan aman-aman saja dan lain sebagainya. Itu semuanya karena minimnya terkait pengetahuan ilmu kebencanaan tidak percaya,” paparnya.
Irvan menambahkan, saat ini pihaknya juga kesulitan untuk memberikan edukasi bahwa sudah ada data geologis. Padahalm zaman Belanda dulu 1982 itu pernah ada gempa di Surabaya karena tidak ada komunitasnya, tidak ada pelaku sejarahnya sudah meninggal semuanya. Karena itu, tidak ada berceritanya.
Irvan lantas menjelaskan ciri-ciri kalau ada tsunami, yakni diawali oleh gempa bumi dulu. Kalau berada di pinggir laut ciri-ciri tsunami adalah air laut mendadak surut banyak sekali ikan-ikan berceceran ada suara gemuruh di tengah laut dan angin kencang.
Kalau tidak tahu seperti di Papua kemarin, begitu ada gempa pantainya surut banyak ikan yang berceceran. Orang begitu senang mengambil ikan karena dia tidak tahu bahwa itu adalah ancaman tsunami. Kecepatan gelombangnya itu melebihi kecepatan dari pesawat.
“Siapapun yang jago berenang tidak akan mampu selamat. Mereka yang selamat adalah orang-orang yang untung karena dibekali ilmu kebencanaan. Kita dituntut untuk berpikir normal di dalam kondisi yang tidak normal. Karena kalau ada gempa pikiran kita tidak semuanya bisa normal karena gugup. Tetapi kita dituntut untuk berpikir normal”.
Lalu, apa yang dilakukan ketika ada gempa bumi? Pertama, jangan panik. Kedua, lindungi kepala. Ketiga, masuk ke kolong meja. Keempat, hindari kaca karena kaca akan pecah. Kelima, peka dan amati lingkungan sekitar. Pastikan jalur evakuasi terdekat.
“Kalau kita tahu pasti kita akan selamat. Banyak orang yang tidak selamat karena panik,” tandasnya.
Bencana di Jawa Timur
Irvan menjelaskan, potensi bencana alam yang ada di Jawa Timur banyak sekali. Seperti gempa bumi, tanah longsor, tsunami, banjir, angin topan, puting beliung, dan sebagainya. Hampir 14 potensi bencana ada semua di Jawa Timur, termasuk likuifaksi tanah yang masuk ke dalam tanah. Jadi, tanahnya terbentuk dari tanah liat lumpur dan lumpur lagi.
“Tanah liat 5 meter bawahnya lumpur dan air sampai 100 meter. Begitu gempa tanahnya langsung pecah semua dan semua bisa masuk kedalam tanah. Termasuk bencana baru dan itu masuk dalam kategori bencana. Kita juga tidak mungkin tingga di Surabaya saja siapa tahu kita berada di negara Jepang yang hampir setiap hari tiap bulan ada gempa,” ujarnya.
“Seandainya kita berada di pantai, jangan lupa langsung kita membuat mitigasi kita memikirkan jalur evakuasi. Ketika ada bencana kita ke bukitkah dan sebagainya,” ucap pria pria asli Jakarta itu.
Sementara itu, Erik Alvian sebagai koordinator kunjungan BPBD Lorong eduCasion yang ikut membantu kegiatan PAM Kenjeran juga berpesan, kegiatan sosialisasi untuk adik-adik PAM Kenjeran dalam rangka mempercepat pengurangan risiko bencana ini sangatlah penting. Sehingga kita nantinya menjadikan sebuah budaya untuk membiasakan diri. Segala sesuatunya itu mengacu pada pengurangan risiko bencana.
“Jadi mereka di sini dikenalkan mengenai berbagai macam bencana dan risikonya. Setelah itu, bagaimana cara menyelamatkan diri. Tentunya ini sangat penting sekali. Mereka adalah generasi yang akan melanjutkan kelangsungan suatu bangsa. Ketika satu generasi terputus maka akan terganggu generasi selanjutnya,” pungkasnya. (Nashiiruddin/AS)