Sejarawan Politik ANU Kenang Buya Syafii Maarif sebagai Kolumnis dan Intelektual yang Tekun

0
9
Prof Dr Greg Fealy (kiri), sejarawan politik dari Australia National University (ANU), menyampaikan pidato kebudayaan memperingati setahun wafatnya Buya Syafii. (Maarif Institute/KLIKMU.CO)

Depok, KLIKMU.CO – Buya Syafii Maarif yang dikenal sebagai Guru Bangsa telah berpulang ke Rahmatullah pada Jumat, 27 Mei 2022. Buya Syafii bukan hanya dikenal sebagai seorang cendekiawan, guru bangsa dengan kepribadian yang humanis, tetapi juga dikenal sebagai seorang sejarawan yang kritis.

Pemikiran-pemikirannya tentang isu-isu keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan telah membuka pintu gerbang cakrawala keilmuan bagi para penerus bangsa. 

Untuk mengenang Buya Syafii Maarif, Maarif Institute bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) menyelenggarakan kegiatan Syafii Maarif Memorial Lecture (SMML) yang kedua dengan tema Agama, Politik dan Hak Asasi Manusia: Refleksi atas Kontribusi Syafii Maarif pada Keberagaman Indonesia.

Kegiatan Memorial Lecture ini diawali dengan sambutan Ketua Yayasan Ahmad Syafii Maarif Dr Rizal Sukma dan Wakil Rektor UIII Bidang Kerjasama, Riset, dan Kelembagaan Prof Dr Jamhari Makruf.

Dalam sambutannya, Rizal Sukma mengingatkan bahwa sosok guru bangsa seperti Buya Syafii bukan sekadar kita kenang setiap tahunnya, tetapi mesti kita lanjutkan pemikiran-pemikirannya.

“Buya sosok sederhana dalam penampilan, egaliter dalam hubungan sosial, dan sangat kaya ilmu pengetahuan. Beliau selama hidupnya tak kenal lelah mencintai Indonesia. Dalam situasi politik hari ini, meneladani sikap moral Buya Syafii menjadi sangat relevan. Tanpa moralitas yang tak henti disuarakan Buya Syafii, politik menjadi hampa dan tak bermakna,” jelas Rizal.

Sementara itu, Jamhari dalam sambutannya mengatakan bahwa Buya Syafii selama hidupnya didedikasikan untuk kepentingan umat dan bangsa. Buya seorang muazin yang selalu memperhatikan kondisi bangsa yang dicintainya. Sikap seperti itu, menurut Jamhari, ia pertahankan sampai akhir hidupnya dengan sepenuh hati dan pikiran.

“Buya seorang muslim yang inklusif, plural, dan bermoral. Dengan menjadi seorang muslim yang inklusif dibarengi dengan intelektual, tak heran jika pemikiran Buya Syafii melintasi batas territorial. Hal itu menjadikan Buya bukan sekadar sebagai sosok intelektual muslim yang melintasi batas agama dan teritorial, tetapi sikap hidupnya menjadi teladan baik untuk anak-anak bangsa,” paparnya.

“Kegiatan Memorial Lecture ini menegaskan bahwa kita bukan hanya mewarisi pemikiran-pemikiran Buya Syafii, tetapi juga melanjutkan dan meneladani sikap hidupnya yang sederhana,” tegas Jamhari.

Buya di Mata Sejarawan Politik Australia

Dalam kegiatan ini, Maarif Institute menghadirkan Prof Dr Greg Fealy, sejarawan politik dari Australia National University (ANU), untuk menyampaikan pidato kebudayaan memperingati setahun wafatnya Buya Syafii. Acara ini dimoderatori oleh M. Rifqi Muna.

Mengawali pemaparannya, Prof Greg menyatakan bahwa dirinya tidak mengenal Buya Syafii dengan dekat, namun secara personal ia telah mengikuti perjalanan karir Buya secara mendalam. Terutama pada momen-momen penting dalam kehidupan publik masyarakat Indonesia manakala isu agama dan politik sedang menjadi perdebatan.

Dalam pandangan Greg, Buya Syafii bukan hanya seorang intelektual semata-mata, namun juga mantan jurnalis yang memahami bahwa menulis di media adalah soal untuk mendapatkan impact dan hal ini membutuhkan bahasa dan metafora yang gamblang.

Buya, lanjut dia, tidak ingin sekadar menjadi kolumnis yang menulis opini-opini yang menyenangkan dan sedikit menggugah. Buya ingin merenggut perhatian pembaca, menantang mereka, dan menjadikan mereka berpikir.

Lebih jauh, Greg memotret ketokohan Buya Syafii sebagai tokoh yang konsisten dalam menerapkan prinsip-prinsipnya, lebih sistematis dan tekun dalam intelektualismenya, dan lebih bergairah dalam mengecam para pemimpin politik dan agama yang menjadi pelaku kesalahan.

Indonesia, bahkan setiap negara, membutuhkan sosok seperti Buya Syafii yang merupakan lentera perjuangan etika, kerendahan hati pribadi, dan kekuatan karakter dalam menghadapi kesulitan yang besar.

“Kita menghargai dan menghormati kenangan terhadap Pak Syafii dan semua yang telah beliau lakukan untuk menjadikan Indonesia dan dunia menjadi tempat yang lebih baik,” jelasnya.

Kegiatan ini diawali dengan hiburan tarian Betawi yang diperagakan oleh mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Prof Dr HAMKA dan puisi berjudul Muadzin Bangsa yang dibawakan oleh penyair Gaus AF. Acara yang diselenggarakan di Auditorium UIII ini dihadiri tidak kurang dari 200-an tamu undangan yang terdiri atas para pejabat, akademisi, mahasiswa, dan masyarakat umum.

(Moh. Shofan/AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini