Surabaya, KLIKMU.CO – Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Simokerto Sudarusman mengajak agar sekolah Muhammadiyah tidak mengekor sekolah lain, termasuk sekolah negeri. Hal itu disampaikan dalam rapat kerja (raker) guru dan karyawan SMK Muhammadiyah 1 Surabaya.
Sudarusman yang merupakan mantan kepala sekolah dihadirkan untuk menambah dan meningkatkan wawasan para guru dan karyawan dalam mempersiapkan diri menghadapi tahun ajaran baru mendatang. Raker ini berlangsung di Hotel Pandanaran Yogyakarta Jalan Prawirotaman No 38, Brontokusuman, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta, Sabtu (24/2/2024).
Sudarusman mengatakan, jika sekolah sama bahkan mengekor, dijamin tidak diminati masyarakat.
“Mengapa? Karena sekolah Muhammadiyah rata-rata berbayar. Jika sama, masyarakat akan mencari seekolah yang lebih murah,” ujarnya.
Pada situasi saat ini, kata Sudarusman, sapaan karibnya, sekolah yang bisa bertahan adalah sekolah yang mampu menjawab keinginan calon siswa baru. Artinya, sekolah yang tidak mampu menjawab beragam problema yang dihadapi masyarakat saat ini, mau tidak mau, akan kurang diminati masyarakat alias tidak dapat murid.
Oleh karena itu, Sudarusman menegaskan bahwa sekolah dituntut memiliki pembeda agar tidak sama dengan sekolah lain. Di antaranya, aktivitas pendidikan, fasilitas pendidikan, hingga manajemen pendidikan.
Tidak hanya itu, sekolah Muhammadiyah harus ada keberanian sekolahnya lebih baik daripada sekolah lain.
Jangan sampai ada sekolah Muhammadiyah merasa di bawah sekolah lain. Tidak sedikit sekolah Muhammadiyah saat kurang diminati masyarakat, membuat pernyataan karena sekolahnya kalah bersaing dengan sekolah lain.
“Ini yang saya sebut bahwa sekolah Muhammadiyah sebagai pelopor pendidikan Islam kehilangan momentum mencipta sebagai sekolah inovatif sehingga tidak memiliki perbedaan dengan sekolah lain serta cenderung mengekor kepada sekolah lain, termasuk sekolah negeri, ” tutur Sudarusman
Terakhir, dia mengingatkan agar sekolah tidak mudah mengeluh dan menyalahkan keadaan, apalagi tentang fasilitas pendidikan yang menganggap kurang memenuhi syarat. Padahal, saat ini, keunggulan sebuah sekolah ditentukan.
Posisi pertama SDM yang inovatif 40 persen, kedua networking atau kerja sama 25 persen, sedangkan siswanya yang lainnya.
“Artinya, jika sebuah sekolah yang memiliki SDM yang inovatif dan memiliki jalinan kerja sama yang cukup, bisa pastikan sekolah tidak lagi mengekor sekolah lain dan selalu direkomendasi dan diminati masyarakat,” tandas Sudarusman.
(AS)