Oleh: Haidir Fitra Siagian
Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar, Ketua PRIM NSW Australia 2021/2022

Hubungan baik Indonesia dan Australia selama ini ditandai oleh kerja sama yang erat dalam berbagai bidang, terutama ekonomi, pendidikan, dan keamanan. Kedua negara memiliki sejarah diplomasi yang dinamis serta kemitraan strategis yang terus berkembang. Indonesia termasuk negara pertama yang dikunjungi oleh Perdana Menteri Australia Anthony Albanese setelah terpilih beberapa tahun lalu, bahkan ia sempat datang ke Makassar.
Dalam sejarah, Australia memiliki andil penting dalam mengukuhkan posisi kemerdekaan Indonesia pada zaman perang kemerdekaan. Selain itu, interaksi sosial dan budaya antara masyarakat Indonesia dan Australia juga semakin kuat, terutama melalui kehadiran diaspora Indonesia yang berperan dalam memperkuat jalinan kerja sama antarbangsa.
Pertandingan sepak bola antara Timnas Indonesia dan Australia di Sydney telah berakhir dengan hasil yang cukup “menyedihkan,” setidaknya bagi putraku—kekalahan bagi pasukan Garuda. Akibat kekalahan ini, peluang tim kebanggaan ini masuk putaran final Piala Dunia nanti menjadi semakin tipis, jika tidak ingin mengatakan hilang sama sekali.
Walau bagaimanapun, seperti sering diungkapkan para orang tua, setiap peristiwa tetap saja ada pelajaran berharga yang bisa kita petik. “Pelajaran” dalam konteks ini tentunya tidak merujuk pada pelajaran akademik semata, lebih dari itu adalah insight, pemahaman, atau nilai kehidupan yang dapat dipetik. Salah satunya adalah bagaimana pertandingan ini menjadi momen luar biasa yang memperlihatkan semangat dan solidaritas diaspora Indonesia di Australia.


Stadion Allianz di Sydney menjadi saksi antusiasnya ribuan warga dan diaspora Indonesia yang datang untuk mendukung Garuda. Terdiri atas pelajar, pekerja, maupun permanent resident serta mereka yang sudah menjadi warga negara Australia tetapi memiliki darah ibu pertiwi. Dengan mengenakan atribut merah putih, mereka dengan semangat mengumandangkan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dan melambaikan bendera kebanggaan.
Hal ini dapat kita lihat sebagai sebuah kebanggaan penuh. Bukan sekadar dukungan untuk tim sepak bola, tetapi juga boleh dikatakan sebagai pengejawantahan kecintaan terhadap tanah air, sebagaimana digelorakan para pahlawan saat mengusir penjajah pada masa mempertahankan kemerdekaan bangsa kita. Semangat perjuangan yang dulu ditunjukkan di medan perang kini tercermin dalam kebanggaan saat mendukung tim nasional. Sepak bola menjadi simbol persatuan yang menyatukan masyarakat dari berbagai latar belakang untuk bersatu dalam satu tujuan: membela nama bangsa di kancah internasional.
Dukungan terhadap tim nasional tidak hanya sebatas sorakan di stadion, tetapi juga menjadi cerminan identitas dan solidaritas sebagai bangsa. Saat lagu kebangsaan berkumandang dan bendera merah putih berkibar, ada rasa haru dan kebanggaan yang menyatukan seluruh pendukung di mana pun mereka berada. Boleh jadi inilah bentuk nasionalisme modern, di mana semangat perjuangan para pahlawan yang telah gugur membela bangsa diteruskan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk melalui olahraga yang mampu menyatukan seluruh elemen anak bangsa.
Tidak sedikit di antara mereka bahkan melakukan perjalanan jauh dari berbagai kota di Australia, termasuk dari Melbourne yang berjarak hampir 1.000 km dari Sydney. Perjalanan panjang ini menunjukkan bahwa identitas keindonesiaan tetap terpatri erat di hati para perantau, meskipun mereka tinggal jauh dari kampung halaman. Mereka datang ke stadion dengan membawa bekal untuk berbuka puasa dan berbuka ketika magrib telah tiba.
Saya mendapat laporan dari putraku yang kini sedang kuliah dalam bidang Aid Care di Sunderland, pinggiran Kota Sydney, bahwa ia ikut bergembira di dalam stadion. Kehadirannya bersama ribuan warga Indonesia lainnya semakin menegaskan bahwa pertandingan ini bukan hanya tentang sepak bola, tetapi juga tentang kebersamaan dan solidaritas nasional.
Dalam teori komunikasi antarbudaya, kata Gudykunst dan Kim (2003), individu yang berada di lingkungan budaya berbeda kerap mengalami proses adaptasi, tetapi juga tetap mempertahankan identitasnya. Kehadiran diaspora Indonesia di stadion ini menjadi bukti bahwa meskipun mereka tinggal di negeri orang, rasa nasionalisme dan kebersamaan tetap padu.
Konsep imagined communities yang dikemukakan oleh Benedict Anderson (1991) pun berhubungan dalam konteks ini. Anderson berkata, komunitas nasional tetap eksis meskipun anggotanya tidak selalu bertatap muka. Solidaritas yang terlihat di Stadion Allianz menunjukkan bahwa diaspora Indonesia tetap merasa menjadi bagian dari komunitas bangsa, meski berada jauh di negeri seberang.
Dulu, biasanya kami sering berkumpul sesama masyarakat Indonesia dari berbagai latar belakang organisasi jika ada acara-acara keagamaan atau memenuhi undangan pejabat yang datang dari tanah air di Kantor KJRI serta masjid-masjid yang dikelola oleh warga Indonesia. Atau dalam acara buka bersama atau pengajian di rumah warga Indonesia. Namun jumlahnya tentu terbatas, tidak sebanyak yang hadir di stadion kemarin. Oleh karena itu, pertandingan ini menjadi kesempatan langka di mana warga Indonesia bisa berkumpul dalam jumlah yang sangat besar dan merasakan kebersamaan yang lebih luas.
Sepak bola tidak hanya sekadar olahraga, tetapi juga memiliki dimensi sosial yang luar biasa. Menurut teori sport and identity yang dikembangkan oleh Maguire (1999), olahraga dapat memperkuat rasa identitas kolektif dan membangun kebersamaan dalam suatu kelompok. Dalam konteks pertandingan ini, sepak bola menjadi alat yang mempertemukan dan mempererat hubungan antarwarga Indonesia di Australia.
Dalam perspektif komunikasi politik, momen dukungan diaspora Indonesia terhadap Timnas di Sydney mencerminkan bagaimana identitas nasional tetap dipertahankan dan dikomunikasikan dalam ruang publik internasional. Sepak bola menjadi medium komunikasi politik yang efektif dalam memperlihatkan solidaritas kebangsaan, bahkan di luar batas geografis Indonesia.
Sebenarnya, pemerintah Indonesia dapat memanfaatkan fenomena ini sebagai bagian dari diplomasi publik, di mana diaspora bukan hanya sekadar kelompok yang tinggal di luar negeri, tetapi juga aktor dalam memperkuat citra positif Indonesia dalam berbagai kancah internasional. Kehadiran ribuan pendukung yang mengenakan atribut merah putih dan menyanyikan lagu kebangsaan menunjukkan bagaimana simbol-simbol negara tetap melekat kuat dalam diri warga negara, terlepas dari tempat tinggal mereka.
Akhirnya, meskipun Timnas Indonesia tidak meraih kemenangan, semangat yang ditunjukkan oleh para pendukung di Australia adalah kemenangan tersendiri yang penting mendapat apresiasi. Solidaritas dan kebersamaan yang terjalin di Stadion Allianz mencerminkan bahwa nasionalisme tidak pudar meskipun seseorang berada jauh dari tanah air. (*)