Serangan Fajar Merupakan Budaya Buruk di Indonesia

0
17
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. (Facebook pribadi)

Yogyakarta, KLIKMU.CO – Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSi menentang praktik “serangan fajar” jelang Pemilu 2024. Menurut dia, serangan fajar adalah budaya buruk di Indonesia. Karena itu, dibutuhkan jiwa, etika, dan tindakan luhur.

“Serangan fajar telah menjadi kultur buruk di negeri tercinta ini. Di sinilah pentingnya jiwa, etika, dan tindakan luhur para kontestan serta seluruh pihak pendukungnya agar pemilu dilakukan secara bersih,” imbuh Haedar dalam keterangannya, Ahad (11/2/2024.

Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu menilai, kontestasi di ajang pemilu merupakan ujian bagi martabat dan marwah bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, seluruh pihak patut melakukan introspeksi diri dan ikhtiar sungguh-sungguh guna memperbaiki kondisi bangsa dan negara.

“Setelah melalui lima kali pemilu, seharusnya bangsa ini semakin dewasa dan arif dalam melaksanakan hajatan lima tahunan ini. Belajar dari kesalahan-kesalahan masa lalu mutlak diperlukan oleh bangsa Indonesia jika ingin maju,”: tegasnya.

Lebih lanjut, Haedar berharap Pemilu 2024 ini dapat berjalan bersih sekaligus melahirkan pemimpin Indonesia yang autentik serta berhasil membawa Indonesia ke puncak kejayaan.

Kepada warga Muhammadiyah, Haedar mengajak untuk berpartisipasi pada pemilu kali ini serta bijak dalam menghadapi perbedaan pilihan politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Tunjukkan bahwa warga Muhammadiyah berbeda dari yang lain, yakni berpolitik, berbangsa, dan bernegara yang cerdas, adil, dan luhur peradaban. Perbedaan pilihan politik mestinya makin mendewasakan dan memperkaya kearifan berbasis ihsan,” bebernya.

Dengan demikian, diharapkan dari rumah besar Muhammadiyah ini terpancar pencerahan dalam berbangsa dan bernegara. Pancaran pencerahan ini membawa kemajuan Indonesia dan mencerahkan semesta.

Haedar juga tidak melarang adanya kritik atau koreksi atas penyelenggaraan pemilu. Akan tetapi, koreksi tersebut mesti disampaikan dengan pikiran cerdas, luas argumentasinya, taat aturan, serta berbingkai akhlak mulia.

Menurut Haedar, menjalankan peran sebagai penyeimbang merupakan fungsi dakwah Muhammadiyah yang berbasis pada hikmah dan nasihat yang penuh dengan kebaikan. Hal itu juga sejalan dengan poin kesepuluh Kepribadian Muhammadiyah.

“Pedomani poin kesepuluh Kepribadian Muhammadiyah, yakni bersikap adil serta korektif ke dalam dan keluar dengan bijaksana. Bijaksana bukan lemah, tapi menunjukkan karakter Muhammadiyah,” ungkap Haedar.

Haedar berpesan supaya seluruh warga persyarikatan taat pada koridor organisasi. Yakni, menghindari sikap dan langkah sendiri yang keluar dari koridor organisasi.

“Junjung tinggi marwah organisasi,” tegasnya.

(AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini