Oleh: M. Arif Susanto MPdI
KLIKMU.CO
Ilmu psikologi menuliskan bahwa setiap manusia adalah unik dan memiliki ciri khas masing-masing. Maka, jangan sampai keunikan orang lain tersebut memengaruhi keunikan diri kita, memengaruhi pribadi kita, memengaruhi lisan dan tindakan kita, untuk berbuat buruk, menjustifikasi buruk kepada orang lain.
Kita harus memiliki local genius. Local genius adalah kemampuan kebudayaan setempat dalam menghadapi pengaruh kebudayaan asing pada waktunya kedua kebudayaan itu berhubungan, atau dalam bahasa mudahnya kita memiliki proteksi diri untuk memfilter setiap pengaruh dari luar dan meyakini potensi/keunikan diri sesuai dengan ayat Allah dan sabda Rasul-Nya.
Kacamata positif kita harus lebih besar dibandingkan kacamata negatif kita dalam melihat orang lain. Entah berupa tindakannya, perangainya, wataknya, lisannya, dan lain sebagainya.
Setiap manusia akan mengukir dan mencatat sejarahnya masing-masing. Entah itu sejarah yang baik maupun sejarah yang buruk, itu semua bergantung pada tingkat pemahaman agama (ilmu) yang telah menancap padanya. Semakin tinggi ilmu maka akan semakin baik catatan sejarah yang ia buat dan ia wariskan kepada umat yang akan datang.
Kita mesti ingat bahwa yang dikatakan ilmu bukanlah pengetahuan yang dijadikan referensi untuk membantah, mengalahkan, atau menjatuhkan orang lain dalam sebuah diskusi. Namun, ilmu adalah pengetahuan yang menancap dalam hati dan pikiran yang membentuk pola tindakan, sikap, tutur kata, perwatakan, dan kepribadian setiap manusia.
Sebagaimana filosofi padi, bahwa padi semakin berisi ia akan semakin menunduk. Begitu juga dengan manusia, semakin ia memiliki banyak ilmu, seharusnya ia akan semakin menghargai siapa pun, baik sesama manusia, hewan, tumbuhan, dan makhluk-makhluk lain yang ada di sekelilingnya. Karena ternyata selain manusia ada juga makhluk yang memiliki hak untuk hidup, bertasbih memuji Allah, bukan sekadar pelengkap bagi kehidupan manusia sehingga diperlakukan seenaknya saja.
Maka, pandanglah setiap manusia dengan kacamata positif. Carilah hanya pada sisi kebaikan yang ada padanya dan abaikan sisi keburukanya, agar kita mendapatkan banyak pelajaran-pelajaran kebaikan darinya. Dalam artian, pandanglah baik kepada siapa pun orang-orang yang ada di sekitar kita, meskipun dia adalah seorang penjahat atau orang yang pernah menyakitkan hati.
Pandanglah negatif pada diri kita, meskipun misalnya kita adalah seorang berpendidikan tinggi. Itu semua perlu kita lakukan, agar kita dijauhkan dari ujub dan sombong.
Jadilah yang terbaik di mata Allah, bukan di mata manusia, sebagaimana sahabat Uwais Al Qorni (manusia tidak terkenal di bumi, namun terkenal di langit).
M. Arif Susanto MPdI
Dosen STIT Muhammadiyah Bojonegoro