8 April 2025
Surabaya, Indonesia
Buletin Ad-Dakwah Fiqih Ibadah Kajian Risalah

Shalatnya orang bepergian (Musafir)

H A D I T S

عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : اَوَّلُ مَا فُرِضَتِ الصَّلاَةُ رَكْعَتَيْنِ , فَاُقِرَّتْ صَلاَةُ السَّفَرِ وَاُتِمَّتْ صَلاَةُ الْحَضَرِ. (مُتَّفَقً عَلَيْهِ)

Dari Aisyah ra. beliau berkata: Permulaan shalat diwajibkan adalah dua rakaat, kemudian ditetapkan sebagai shalat dalam bepergian, dan shalat di rumah ditambah. (HR. Bukhari dan Muslim)

shalatnya orang bepergian musafir

U R A I A N

اول ما  : Hal yang pertama kali.

فرضت الصلاة  : Shalat yang difardlukan (diwajibkan).

ركعتين  : yaitu dua rakaat.

فاقرت  : Kemudian ditetapkan.

صلاة السفر  : Shalat bagi orang yang bepergian, yaitu dua rakaat.

واتمت  : Dan disempurnakan (ditambah).

صلاة الحضر  : Shalat di tempat tinggal (di rumah), yaitu empat rakaat.

Mengingat orang yang bepergian (musafir) menyebabkan kerepotan dan kesulitan, maka syariat menetapkan mempersingkat shalat empat rakaat, yaitu shalat Dhuhur, Ashar dan Isya’ masing-masing menjadi dua rakaat, sebagai keringanan bagi musafir sampai kembali ke tempat tinggalnya.

Shalat mangrib tidak boleh dipersingkat, karena merupakan witir shalat siang hari, sedangkan witir disukai oleh Alloh. Begitu pula shalat Shubuh, tidak boleh dipersingkat, karena dalam shalat Shubuh bacaan Al-Qur’an diperpanjang, sedangkan mempersingkatnya berarti bertentangan dengan pengertian memanjangkan bacaan yang diperintakan.

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa shalat qashar wajib hukumnya bagi musafir, karena qashar merupakan pokok, kemudian ditambah menjadi empat rakaat bagi yang di tempat tinggal, seperti yang ditujukkan oleh hadits tersebut di atas. Sedangkan menurut jumhur (kebanyakan ulama) shalat qashar hukumnya adalah sunah, kerena merupakan rukhshah (kemurahan / keringanan), bagi musafir lebih afdlal menqashar shalat daripada shalat secara sempurna.

K E S I M P U L A N

  1. Disyariatkan meng-qashar shalat, yaitu empat rakaat menjadi dua rakaat bagi orang yang bepergian (musafir).
  2. Dibolehkan men-jama’ shalat bagi musafir, yaitu shalat Dhuhur dengan shalat Ashar dan shalat Maghrib dengan shalat Isya’ (jama’ Taqdim atau jama’ Ta’khir).

P E N U L I S

Ust. Imanan, S.Ag., Mendalami ilmu hadits, Majelis Ulama Indonesia (MUI) wilayah Jawa Timur, Aktivis senior Muhammadiyah Surabaya, HP/WA 0816-1507-7587

Tulisan ini dimuat di Buletin Ad-Dakwah, Buletinnya Muhammadiyah Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *