Oleh: Thoat Stiawan
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Kota Surabaya,
Dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya
Persoalan gelar pahlawan akhir-akhir ini menjadi isu yang marak dan menarik. Banyak gagasan yang muncul terkait dengan gelar pahlawan ini. Demikian pula sebagian kelompok mengusulkan kepada salah seorang tokoh nasional untuk diberi gelar “pahlawan”, sementara kelompok lain menolaknya, karena dianggap belum memenuhi kriteria sebagai sosok pahlawan.
Di negeri kita ini sudah banyak pahlawan yang berjuang untuk menegakkan kemerdekaan bangsa dan negara. Mereka memiliki jasa besar terhadap generasi penerus bangsa. Tanpa perjuangan mereka, maka negeri ini tidak ada. Jasa besar inilah yang mesti dihargai dan dihormati, termasuk para sahabat dan keluarga mereka.
Makna Pahlawan
Kata pahlawan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dimaknai sebagai orang yang berjuang dengan gagah berani dalam membela kebenaran. Secara etimologis, ada juga yang memaknai pahlawan berasal dari akar kata pahala, dan berakhiran wan, pahalawan. Kepantasan memperoleh pahala karena jasa-jasanya bagi perjuangan menegakkan kebenaran.
Makna Pahlawan saat Ini Lebih Luas
Jika kita merujuk kata pahlawan dalam KBBI, menjadi pahlawan adalah hal yang memungkinkan bagi seseorang, bahkan siapa pun yang berjuang dalam membela kebenaran bisa menempati posisi sebagai seorang pahlawan. Pahlawan adalah gelar untuk orang yang dianggap berjasa terhadap orang banyak dan berjuang dalam mempertahankan kebenaran.
Dalam konteks kenegaraan dan kebangsaan, seseorang dijuluki pahlawan karena jasa-jasanya dalam memperjuangkan negara dan bangsa ini untuk memperoleh kemerdekaannya. Seorang pahlawan berjuang karena mencintai negeri dan tanah tumpah darahnya (hubb al-wathan min al-iman). Dalam tradisi umat Islam sangat populer ungkapan hubbul wathan minal iman (cinta tanah air sebagian dari iman). Meski itu bukan hadis nabi yang sahih (mawdhu‘), tetapi makna dan substansinya sejalan dan sangat dianjurkan oleh agama (masyru‘). Paling tidak bila dilihat dari beberapa hal berikut:
Pertama, agama mengenalkan konsep istikhlaf fil ardh dan al-tamkin li al-din. Allah berfirman dalam surah An-Nuur ayat 55:
وَعَدَ اللهُ الَّذينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصَّالِحاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَ لَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دينَهُمُ الَّذِي ارْتَضى لَهُمْ وَ لَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَني لا يُشْرِكُونَ بي شَيْئاً وَ مَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذلِكَ فَأُولئِكَ هُمُ الْفاسِقُونَ
Bumi, bahkan alam semesta diserahkan kepada manusia sebagai amanat Allah yang harus dijaga dan dipelihara, sebagai tempat pengabdian dan beribadah kepada-Nya. Tanah air tempat kita menetap adalah tempat kita menjalankan ajaran agama. Membela dan mempertahankan tanah air adalah bagian dari upaya penegakan agama. Tidak terbayang, bagaimana sebuah masyarakat menjalankan syariat agama dengan baik di tengah negara yang tercabik-cabik, hancur porak–poranda.
Kedua,Rasulullah adalah sosok yang sangat cinta tanah air. Kecintaan beliau kepada tanah kelahirannya, Makkah, dapat dilihat dalam beberapa hal berikut.
Doa yang selalu beliau panjatkan, yaitu:
اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ
Ya Allah, tumbuhkan kecintaan kami terhadap Madinah seperti kecintaan kami terhadap Mekkah, bahkan lebih.(HR. Al-Bukhari).
Ungkapan rasa rindu kepada Makkah:
Kecintaan terhadap tanah air yang bersifat fitrah ini mendapat respons positif dari Allah, dengan menurunkan wahyu yang menginformasikan bahwa Allah berjanji mengembalikan beliau ke Kota Makkah.
إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَىٰ مَعَادٍ ۚقُلْ رَبِّي أَعْلَمُ مَنْ جَاءَ بِالْهُدَىٰ وَمَنْ هُوَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan engkau (Muhammad) untuk (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur’an, benar-benar akan mengemablikanmu ke tempat kembali. Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang berada dalam kesesatan yang nyata.”
Makna Pahlawan dalam Perspektif Islam
Pahlawan dapat dimaknai sebagai orang Islam yang berjuang menegakkan kebenaran (al-haq) demi memperoleh ridha Allah semata. Kredo dan doktrinnya adalah:وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا. Kata kuncinya adalah kebenaran (al-haq) dan ridha Allah swt.
Di sini maknanya, kebenaran adalah segala sesuatu (baik yang berupa perintah maupun larangan) yang datang dari Allah Swt melalui ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad Saw. (وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ) Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah (QS. Al-Hasyr:7).
Dengan demikian, pahlawan dalam perspektif Islam harus memiliki koridor dan konteks ini (memperjuangkan kebenaran dan untuk menjunjung nilai luhur Islam sebagai agama yang benar). Dalam konteks makro, pahlawan Islam adalah orang Islam yang berjuang membela tanah air dan mempertahankan kemerdekaan bangsa dan Negara dari penindasan dan penjajahan.
Makna Jasa Pahlawan
Pahlawan pasti memiliki kontribusi atau jasa besar bagi orang lain, karena semua ajaran dalam Islam memiliki implikasi positif bagi orang lain, bahkan untuk semesta alam ini (semua makhluk hidup), sebagaimana sabda Nabi: Khair al-Nas anfa’uhum li al-nas dan firman Allah: Wama arsalnaka illa rahmatan li al-‘alamin.
Sesungguhnya para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini, yang kita ketahui maupun yang tidak, mereka hidup di hati kita. Jadi sebetulnya pahlawan itu tidak pernah mati, karena jasa-jasanya selalu dikenang oleh orang banyak. Kebaikannya selalu tertabur dalam jiwa umat, sehingga tak pernah sirna untuk dikenang dan didoakan arwahnya setiap saat. Meskipun secara lahiriyah sudah mati, namun secara hakiki belum, ia mati tetapi hidup.
وَلَا تَقُولُوا۟ لِمَن يُقْتَلُ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمْوَٰتٌۢ ۚ بَلْ أَحْيَآءٌ وَلَٰكِن لَّا تَشْعُرُونَ
“Dan janganlah kalian sekali-kali mengatakan bahwa orang-orang yang berjuang (terbunuh) di jalan Allah itu mati melainkan mereka hidup tetapi kita tidak merasakan.” QS al-Baqarah: 154.
Pahlawan dalam Islam adalah orang yang berani memperjuangkan Islam sampai ia menang atau mati. Oang-orang yang berjuang itu pun tidak memedulikan apakah ia bakal mendapat penghargaan atau tidak dari institusi manapun, yang mereka harapkan adalah keridhaan dari Allah Swt.
Hanya yang perlu dipahami, perjuangan yang ditegakkan atas nama Islam tidak dimonopoli oleh sekelompok Islam itu sendiri. Karena ada sekelompok orang yang mengatasnamakan Islam ketika memperjuangkan Islam justru merugikan orang lain dan memerangi orang-orang yang tidak bersalah, maka yang demikian itu tidak dibenarkan adanya. Perjuangan Islam mesti tidak akan merugikan siapa pun.
Ketika Nabi Muhammad SAW berjuang menegakkan Islam, yang ditegakkan nabi adalah menegakkan nilai-nilai kemanusiaan universal: keadilan, kesamaan, toleransi, dan hak-hak orang lain tetap diperhitungkan. Sikap nabi yang toleran dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang memang lahir dari ajaran Islam inilah yang kemudian memosisikan Islam sebagai agama rahmat. Nabi sendiri menegaskan: Ahabb al-adyan ila Allah al-hanifiyyat al-samhah.