Sikap Muhammadiyah terhadap Pernyataan Kontroversi Presiden

0
42
Alfain Jalaluddin Ramadlan. (Penulis/KLIKMU.CO)

Oleh: Alfain Jalaluddin Ramadlan

KLIKMU.CO

Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo kembali membuat geger publik. Sebelumnya warga diramaikan dengan masalah etika salah satu paslon presiden dan calon wakil presiden dalam acara debat.

Saat ini diramaikan dengan Presiden Joko Widodo yang membuat kontroversi melalui pernyataannya pada Rabu 24 Januari 2024 yang menyebut bahwa presiden dan menteri boleh kampanye, boleh berpihak. Pernyataan itu disampaikan Jokowi kepada Wartawan di Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta.

Jokowi menjawab pertanyaan wartawan yang mempertanyakan menteri bisa menjadi tim sukses salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.

Lantas Jokowi menjawab pertanyaan wartawan “Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja. Presiden itu boleh lho kampanye, boleh lho memihak,” katanya.

“Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Boleh. Kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik, boleh menteri juga boleh,” lanjutnya.

Lantas pernyataan itu menimbulkan kontroversi dari Masyarakat meskipun pada kesempatan yang sama, Presiden Jokowi menggarisbawahi bahwa kampanye dimaksud tidak menggunakan fasilitas negara.

Setelah ramai menjadi bahasan publik, Presiden Joko Widodo langsung memberikan klarifikasi. Dengan menyebut Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dengan mengutip ketentuan Pasal 299 dan Pasal 281. Menurut Presiden, undang-undang tersebut juga menjelaskan bahwa presiden dan wakil presiden memiliki hak untuk melaksanakan kampanye.

Kemudian Jokowi mengatakan, “Kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gini enggak boleh, berpolitik enggak boleh. Boleh. Menteri juga boleh.”

Melihat pernyataan Presiden, terkesan bahwa apa yang beliau sampaikan adalah sebuah kebenaran yang harus didukung atau setidaknya tidak ditolak. Pernyataan dimaksud tidak lain merupakan upaya mencari pembenaran.

Kemudian, apakah pernyataan Presiden RI Joko Widodo dapat dibenarkan baik dari sudut pandang hukum maupun etika?

Tanggapan Muhammadiyah

Muhammadiyah kemudian menyikapinya melalui Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang merasa penting untuk mengambil sikap terhadap apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo yang menjadi penyebab konflik tersebut.

Sikap ini dinilai penting karena Muhammadiyah mempunyai peran dan tanggung jawab publik untuk menjaga nalar demokrasi yang diperjuangkan seluruh pemilih bangsa Indonesia, agar tidak dirusak oleh elite politik yang berdasarkan keinginan dan kepentingan.

Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia PP Muhammadiyah kemudian menyatakan dalam surat resminya bahwa pernyataan Presiden Joko Widodo tidak bisa dilihat hanya dari segi normatif saja. Namun perlu juga dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, yaitu dari sudut pandang filosofis, etika, dan teknis.

Berikut isi press rilis Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah mengenai pernyataan keterlibatan Presiden dalam kampanye Pemilu 2024 yang ditandatangani oleh ketua Majelis Hukum dan HAM Dr Trisno Raharjo SH MHum dan sekretarisnya Muhammad Alfian Dj SHI MH.

Pertama, dari sudut pandang normatif. Adalah benar Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden hak melaksanakan kampanye.

Namun demikian, ketentuan Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu ini tidak dapat dipandang sebagai sebuah norma yang terpisah dan tercerabut dari akar prinsip dan asas penyelenggaraan Pemilu yang di dalamnya terdapat aktivitas kampanye. Pelaksanaan kampanye harus dipandang bukan hanya sekedar ajang memperkenalkan peserta kontestasi politik, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari pendidikan politik masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 267 ayat (1) UU Pemilu.

Bagaimana mungkin pendidikan politik masyarakat akan tercapai jika Presiden dan Wakil Presiden (yang aktif menjabat) kemudian mempromosikan salah satu kontestan, dengan (sangat mungkin) menegasi kontestan lainnya? Dengan demikian, pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa Presiden dibenarkan secara hukum untuk melakukan kampanye dan berpihak merupakan statemen yang berlindung dari teks norma yang dilepaskan dari esensi kampanye dan Pemilu itu sendiri.

Kedua, dari sudut pandang filosofis. Presiden sebagai kepala negara adalah pemimpin seluruh rakyat. Pada dirinya ada tanggung jawab moral dan hukum dalam segala aspek kehidupan bernegara, termasuk Pemilu.

Presiden berkewajiban memastikan penyelenggaraan pemilu yang berintegritas untuk memastikan penggantinya adalah sosok yang berintegritas. Selain itu, sebuah jabatan publik (terlebih Presiden yang merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi) terikat dengan prinsip dasar yang harus dipatuhi. Pejabat publik disumpah untuk menjabat sepenuh waktu sehingga seharusnya memang tidak ada aktivitas lain selain aktivitas yang melekat pada jabatan.

Berdasarkan hal di atas, maka secara filosofis posisi Presiden adalah pejabat publik yang terikat sumpah jabatan dan harus berdiri di atas dan untuk semua kontestan. Dengan demikian, secara filosofis, aktivitas untuk kampanye sekalipun dilakukan saat cuti adalah tidak tepat.

Ketiga, dari sudut pandang etis (dan teknis). Sumpah jabatan penyelenggara negara, termasuk presiden, adalah setia pada Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Kesetiaan ini harus diwujudkan dalam segala aktivitasnya. Bahkan, meskipun Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik, saat dirinya menjabat menjadi Presiden, dirinya wajib tunduk pada rakyat bukan pada partai politik pengusung.

Di luar itu, Joko Widodo, selalu akan dipersonifikasi sebagai presiden dalam aktivitas apapun. Bahkan aktivitas keseharian yang tidak ada kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan sekalipun. Oleh karenanya, penyelenggaraan pemerintahan seperti pembagian bantuan sosial akan secara langsung maupun tidak langsung “dianggap” oleh sebagian masyarakat sebagai “bantuan Jokowi”. Faktanya, kondisi ini diperparah dengan adanya kesengajaan dari Presiden dan sebagian menterinya untuk memposisikan “bantuan sosial” ini sebagai “bantuan Jokowi”.

Cabut Seluruh Pernyataan

Dari beberapa hal di atas, maka Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan sikap sebagai berikut:

Pertama, mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencabut semua pernyataannya yang menjurus pada ketidaknetralan institusi kepresidenan, terlebih soal pernyataan bahwa Presiden boleh kampanye dan boleh berpihak.

Kedua, meminta kepada Presiden untuk menjadi teladan yang baik dengan selalu taat hukum dan menjunjung tinggi etika dalam penyelenggaraan negara. Presiden harus menghindarkan diri dari segala bentuk pernyataan dan tindakan yang berpotensi menjadi pemicu fragmentasi sosial, terlebih dalam penyelenggaraan Pemilu yang tensinya semakin meninggi.

Ketiga, meminta kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk meningkatkan sensitifitasnya dalam melakukan pengawasan, terlebih terhadap dugaan digunakannya fasilitas negara (baik langsung maupun tidak langsung) untuk mendukung salah satu kontestan Pemilu.

Keempat, menuntut kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperkuat peran pengawasan penyelenggaraan Pemilu, utamanya terhadap dugaan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pemenangan satu kontestan tertentu.

Kelima, meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mencatat setiap perilaku penyelenggara negara dan penyelenggara pemilu yang terindikasi ada kecurangan untuk dijadikan sebagai bahan/referensi memutus perselisihan hasil Pemilu.

Sikap ini penting dilakukan oleh MK agar putusannya kelak yang bukan sekedar mengkalkulasi suara, tetapi memastikan penyelenggaraan Pemilu telah berlangsung dengan segala kesuciannya. Tidak dinodai oleh kekuasaan yang menghalalkan segala cara.

Oleh karena itu, Muhammadiyah mengimbau seluruh masyarakat Indonesia untuk bersama-sama melakukan pengawasan terhadap penyelenggara pemilu dan khususnya pejabat pemerintah.

Pengawasan ini diperlukan untuk menjamin penyelenggaraan pemilu yang adil dan jujur, serta menjamin lembaga-lembaga negara tidak menyalahgunakan kekuasaan.

Pernyataan sikap Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini sebagai upaya Muhammadiyah untuk senantiasa memberi solusi untuk negeri.

Alfain Jalaluddin Ramadlan
Kontributor KLIKMU.CO dan Ketua RPK PC IMM Kabupaten Lamongan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini