8 November 2024
Surabaya, Indonesia
Berita Opini

Sisi Gelap Dunia Pendidikan

Ace Somantri adalah Wakil Ketua PD Muhammadiyah Kabupaten Bandung dan dosen UM Bandung. (Ilustrasi Tim Redaksi KLIKMU.CO)

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Membangun sebuah bangsa dan negara membutuhkan kekuataan sumber daya manusia. Pendidikan menjadi jalan utama untuk mempersiapkan kualitas sumber daya manusia. Wajib belajar yang diprogramkan pemerintah sudah berjalan puluhan tahun. Komitmen dan konsistensi pemerintah dalam dunia pendidikan relatif bertahan, hanya dalam implementasinya belum dikatakan komprehensif dan merata akselerasi wajib belajar bagi warga Indonesia di daerah-daerah 3T.

Berbagai kebijakan dibuat sedemikian rupa untuk memberikan pemerataan, termasuk pos anggaran untuk wilayah tersebut dapat diprioritaskan. Hanya sayang sekali, banyak pertanyaan yang sering terlontar apakah kebijakan tersebut banyak berhenti di meja atau sekadar wacana belaka? Terkait hal tersebut indikasinya terlihat dalam aspek perkembangannya melambat. Sehingga dari beberapa hasil analisis yang ada, perhatian khusus wilayah tersebut sentuhannya hanya bersifat formal base on portofolio adaministrasi, sementara substansi capaian relatif masih jauh.

Pertanyaan berikutnya, penguatan sumber daya manusia di daerah 3T apakah sudah diberikan supporting naturalisasi dan migrasi sumber daya manusia yang padat ke wilayah tersebut? Hal itu menjadi penting dalam rangka percepatan peningkatan mutu pendidikan sehingga pemerintah selain meningkatkan anggaran juga mesti banyak bersinergi dengan entitas sosial yang sudah lebih jauh berkiprah dalam dunia pendidikan seperti Muhammadiyah yang memiliki jaringan sosial hingga ke pelosok 3T atau entitas lain yang memiliki potensi mengembangkan dunia pendidikan yang sudah teruji dan terbukti.

Sinergisitas pemerintah tidak berhenti dengan pemerintah daerah dan entitas sosial saja, melainkan entitas lain yang sangat memungkinkan dapat berkolaborasi seperti dunia industri, perhimpunan penguasaha, asosiasi-asosiasi profesi, dan juga entitas agama. Yang paling penting, kesungguhan pemerintah membangun daerah-daerah yang membutuhkan penguatan sumber daya manusia benar-benar diprioritaskan.

Selanjutnya, bicara pemerataan pendidikan tingkat dasar dan menengah relatif terpenuhi secara merata, sedangkan untuk pendidikan tinggi masih jauh dari harapan. Pasalnya, dilihat secara kasatmata pengembangan pendidikan tinggi baik itu universitas, institut, sekolah tinggi, akademi, dan politeknik masih sangat terbatas. Bahkan, banyak daerah tidak memiliki universitas atau institut, di sisi lain pertumbuhan penduduk terus meningkat.

Konsekuensinya, banyak warga berusaha keluar jauh dari daerah domisilinya. Hal itu dapat dipenuhi bagi warga yang memiliki kemampuan materiil dan bagi yang tidak memiliki kemampuan materiil hanya bisa gigit jari dan berujung jobless. Apalagi beberapa tahun ini ekonomi makro terus melemah, dampaknya pada kemampuan daya beli masyarakat termasuk daya beli jasa pendidikan. Sekalipun ada kebijakan wajib belajar, itu hanya dipenuhi untuk lembaga pendidikan milik negara dan hanya tingkat dasar menengah, bagi lembaga pendidikan swasta relatif tidak berlaku.

Disadari atau tidak, hari ini pemerintah dalam kondisi yang cukup memprihatinkan atau tidak baik. Sirene sudah berbunyi memberi tanda kondisi ekonomi negara dalam posisi relatif berbahaya dan akan berdampak pada sektor riil untuk memenuhi kebutuhan pokok, termasuk kebutuhan pokok pendidikan mengalami turbulensi. Padahal, dari sekian cara memperkuat sumber daya manusia kreatif dan inovatif secara umum ruangnya diberikan wawasan dan keterampilan di pendidikan tinggi baik itu universitas, institut, politeknik, atau akademi.

Untuk mengurangi beban pemerintah secara full, baiknya pemerintah berkolaborasi secara efektif dengan penyelenggara pendidikan yang sudah berjalan secara swadaya. Hanya sedikit membantu proses peningkatan kapasitas dengan model dan pola yang lebih adaptif dengan kemampuan di lokasi atau di mana tempat penyelenggaraan pendidikan beroperasi.

Namun, ada hal yang sering terlewati, selain fokus pada pemerataan kelembagaan pendidikan juga harus memperhatikan pengelola dan para pendidiknya baik dosen ataupun guru. Karena keberhasilan kualitas pendidikan dilihat dari output dan outcome lulusan.

Baru-baru ini ada hasil pelacakan, terindikasi banyak tindakan tidak terpuji di kalangan pendidik khususnya dosen di beberapa perguruan tinggi terjadi kekerasan seksual data yang sempat dirilis dalam berita detik news.com seorang penulis memberikan informasi tindakan tersebut menyentuh ke angka 77 persen. Dosen yang diwawancarai menyatakan ada tindakan kekerasan seksual di kampus tertanggal 04-08-2022 pada jam 09.06 WIB. Hal tersebut memperihatinkan karena mencoreng muka dunia pendidikan sebagai pengawal moralitas dan integritas manusia. Terlebih perbuatan tesebut diIakukan oleh ilmuwan dan pencetak sarjana-sarjana.

Semoga ini segera dapat ditanggulangi secara serius dan cepat diantisipasi agar tidak terjadi lebih banyak kasus lagi. (AS)

Bandung, Agustus 2022

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *