Sistem Presidensial yang Dianut Indonesia Ternyata Berbahaya

0
295
Titi Anggraini saat acara Seminar Pra-Muktamar yang digelar di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). (Muhammadiyah.or.id)

KLIKMU.CO – Indonesia masuk 10 negara dengan kinerja peningkatan skor terbaik. Namun, Indonesia masih masuk kategori flawed democracy (demokrasi cacat). Skor demokrasi Indonesia membaik pada tiga aspek, yaitu keberfungsian pemerintah (functioning of government) dari 7,50 menjadi 7,86, kebebasan sipil (civil liberties) dari 5,59 menjadi 6,18, dan partisipasi politik (political participation) dari 6,11 menjadi 7,22.

Temuan tersebut disampaikan oleh Titi Anggraini, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dalam Seminar Pra-Muktamar yang digelar di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Rabu (16/3/2022).

Acara itu juga dihadiri, antara lain, oleh Sekum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti, Prof Jimly As-Siddiqie, Hajriyanto Y. Thohari, dan lain-lain.

Lebih lanjut, Titi menjelaskan bahwa masih ada dua aspek lain yang stagnan atau jalan di tempat, yaitu proses elektoral dan pluralisme (electoral process and pluralism) diskor 7,92 serta budaya politik (political culture) di angka 4,38.

Maka, menurut Titi, kenaikan peringkat Indonesia dipengaruhi dua hal. Pertama, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.91/PUU-XVIII/2020 pada November 2021 yang menyatakan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat serta meminta pemerintah dan DPR merevisinya.

Kedua, politik presiden yang mengakomodasi berbagai kelompok politik dalam kabinet dinilai kondusif untuk membangun konsensus antar kekuatan politik.

“Kita menganut sistem presidensial dan itu diartikulasikan di dalam beberapa pasal di Undang-Undang Dasar,” kata Titi dikutip dari Muhammadiyah.or.id.

Pertama, Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat (Pasal 6A Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945),” kata Titi.

Kedua, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan (Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945).

Ketiga, Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali (Pasal 22E Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945).

Keempat, Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Pasal 22E Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945).

“Ini adalah konstruksi konstitusi kita terkait dengan sistem presidensial yang dianut oleh Indonesia,” jelasnya.

Kemudian, Titi menyoroti bahaya sistem presidensial yang dianut oleh Indonesia. “Juan Linz dalam bukunya The Perils of Presidentialism menyoroti tiga penyakit (bawaan) tanda kutip dari sistem presidensial,”  kata dia.

Tiga hal tersebut di antaranya, pertama, legitimasi ganda karena presiden dan parlemen sama-sama dipilih rakyat sehingga ada kecenderungan untuk saling berkompetisi satu sama lain.

Kedua, kekakuan di mana presiden dan masa jabatannya diatur tegas sehingga kalau dapat presiden yang buruk maka harus menunggu sampai masa jabatan akhir presiden tiba atau kalau memang terjadi rekonstruksi mekanisme penurunannya melalui pemakzulan.

“Ketiga, tendensi mayoritas, yakni pemusatan kekuasaan. (AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini