Sistem Zonasi Sudah Bagus, Jangan Dinodai Kecurangan-Kecurangan

0
30
Pakar pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang Prof H Akhsanul In'am PhD memberikan pandangan tentang zonasi. (Humas UMM/KLIKMU.CO)

Malang, KLIKMU.CO – Kebijakan sistem zonasi untuk proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) di berbagai tingkat sekolah mulai dicetuskan pada 2017. Kebijakan tersebut pun mengubah persyaratan penerimaan calon peserta didik sekolah negeri.

Lantas, apakah zonasi membawa perubahan positif dalam ruang lingkup pendidikan? Kemudian, bagaimana kalau ada yang melakukan kecurangan untuk mengakali sistem tersebut?

Menjawab hal itu, Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Prof H Akhsanul In’am PhD menyatakan bahwa sistem zonasi sejatinya memiliki tujuan yang bagus.

Yakni, agar anak-anak dapat melakukan pembelajaran tanpa adanya unsur pilah-pilah berdasarkan kepintaran yang mereka miliki. Selain itu juga berefek pada pemerataan kualitas guru tanpa melihat popularitas sekolah.

Lebih lanjut, ia menegaskan beberapa hal yang harus diperhatikan dari sistem zonasi. Salah satunya, para pengajar harus mampu memberikan kualitas pengajaran yang sama pada setiap sekolah. Sehingga para siswa tidak merasakan perbedaan.

Menurut Prof In’am, setiap sekolah akan memiliki input siswa yang bervariatif. Hal itu akan membuat pengalaman pendidik tidak jauh berbeda.

“Mereka harus mengajar dan mendidik siswa yang berbeda-beda tingkat kecerdasannya. Para pengajar juga harus mampu memaksimalkan potensi siswa dan mendorong mereka di level terbaik. Hal yang perlu kita pahami adalah sistem zonasi memiliki dampak positif dan negatif,” terang Prof In’am.

“Maka perlu adanya pengembangan dan perbaikan. Saya rasa, pada dasarnya setiap sekolah memiliki tingkat kualitas pendidikan tak jauh berbeda. Tergantung dari kualitas pengajaran dan pendidikan yang diberikan oleh guru di setiap sekolah terkait,” imbuh dosen pendidikan matematika tersebut.

Meski begitu, sistem zonasi ini tidak luput dari tantangan. Salah satunya tekait jarak sekolah bagi calon siswa.

Misalnya, saat siswa ingin bersekolah di sekolah A meski berbeda zonasi karena lebih dekat dengan rumah. Namun, karena kebijakan itu, mereka tidak bisa melakukannya dan malah masuk di sekolah yang jauh dari rumah karena dianggap masih di satu zonasi.

Beruntung, masalah ini sudah mendapatkan solusi dengan mengurangi persentase penerimaan dari sistem zonasi. Yakni, paling sedikit 70 persen untuk sekolah dasar (SD), 50 persen untuk sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA). Sehingga peluang calon siswa untuk bersaing di jalur reguler membesar karena kuotanya bertambah.

Terkait kecurangan yang belakangan mendapat sorotan, dia juga menyebut harus mendapat perhatian khusus. Menurut Prof In’am, penitipan calon siswa ke para petinggi yang dilakukan sejumlah oknum harus ditiadakan. Sehingga persaingan sehat antarsiswa dalam upaya masuk ke sekolah bisa tumbuh.

“Semua sistem yang sudah dibangun ini akan sia-sia jika di dalamnya masih terdapat kecurangan-kecurangan yang merugikan sebelah pihak. Mari ajarkan nilai moral yang sesungguhnya kepada para penerus bangsa,” tegasnya. (Wildan/AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini