Oleh: Ace Somantri
Gerak laju persyarikatan Muhammadiyah salah satu faktor pendorong utama roda organisasi adalah dengan kehadiran amal usaha. Sejak lahir hingga saat ini, Muhammadiyah sangat identik dengan amal usaha.
Di mana pun hadir dan berdiri persyarikatan Muhammadiyah, di situ pula berdiri amal usaha milik persyarikatan, baik itu mushala atau masjid maupun sekolah untuk pendidikan serta amal usaha lainnya yang terkait.
Dinamika bermuhammadiyah sangat beragam macam. Varian gerakan disesuaikan tuntutan dan kebutuhan gerakan dakwah. Maju dan mundurnya laju gerakan dakwah Muhammadiyah tergantung komitmen dan loyalitas pimpinan dan warga jamaah terhadap entitas persyarikatan Muhammadiyah.
Jauh dari harapan ideal, paling tidak mendekati indikator ketercapaian yang sudah ditentukan. Orientasi dan program kerja Muhammadiyah yang menjadi amanah yang harus ditunaikan. Tidak ada alasan untuk tidak dijalankan sungguh-sungguh.
Sebagaimana dalam realitas yang ada, manakala diri tidak mampu menggerakkan persyarikatan dan juga tidak memiliki kemampuan membuat amal usaha, minimal menjaga dan memelihara yang sudah berjalan. Diharapkan jangan sampai tutup, berhenti tidak mampu beroperasi atau gulung tikar akibat abai dan khianat akan amanah persyarikatan.
Namun, kadang pada realitasnya saat itu muncul dalam tubuh persyarikatan perilaku demikian kecenderungan dibiarkan ketika pengelolanya sangat dekat dengan pemegang kebijakan organisasi dengan dalil ini dan itu, untuk menjaga konflik antarindividu. Padahal, justru semakin dibiarkan dan ditoleransi, dalam waktu tak disadari benih-benih keburukan kecil akan tumbuh subur semakin berkembang hingga berujung malapetaka menjadi komplikasi masalah yang sulit diurai.
Perjuangan yang Tidak Mudah dan Murah
Amal usaha Muhammadiyah, baik itu bidang pendidikan, kesehatan, dan bidang-bidang lainnya yang diselenggarakan atas dasar kemampuan yang dimiliki. Hal itu saat mendirikan AUM bukan sesuatu yang mudah dan murah, melainkan penuh nilai dan harga tak dapat dibeli oleh uang berapa pun.
Pasalnya, saat mendirikan AUM Muhammadiyah berorientasi pada kepentingan pembangunan dan penyelamatan manusia dunia dan akhirat. Sehingga, bagi siapa pun yang diberi amanah mengelola tidak merasakan cucuran keringat berharap harus bekerja keras dan cerdas memajukan, baik meningkatkan kuantitas maupun kualitas. Paling tidak, minimal, menjaga dan memelihara apa yang sudah ada tidak berkurang dengan konversi waktu yang sepadan.
Sangat aneh dan irasional manakala seseorang diamanahi mengelola amal usaha ketika skill kepemimpinannya tidak memiliki portofolio prestasi. Hanya karena dianggap tidak banyak tingkah dan lancar memberi panggung pimpinan persyarikatan terus dipertahankan susah diganti.
Ada lagi kasus lain, pucuk pimpinan amal usaha Muhammadiyah setiap habis masa batas jabatan maksimal selalu diputar bergantian beberapa orang tertentu terkesan “lu…lagi…lu..lagi” dengan skema diputar-putar posisi jabatannya. Model tersebut bentuk upaya untuk tidak terlihat berkali-kali melanggar kaidah persyarikatan.
Apalagi amal usaha milik yayasan pribadi atau sekelompok orang, sangat jarang dan susah menemukan dinamika regenerasi pucuk pimpinan. Banyak cerita menarik dan unik kepemimpinan manajemen institusi di Indonesia. Hal itu telah menjadi tradisi dan budaya kepemimpinan di semua sektor kegiatan masyarakat.
Muhammadiyah sebagai entitas yang memiliki sejarah panjang membangun fondasi organisasi tanpa melihat latar belakang sosial dan keturunan, keterbukaan kompetisi adu prestasi masih terlihat berjalan. Walaupun di beberapa kasus masih kental dominasi kelompok-kelompok berbasis ikatan almamater pendidikan dan juga ikatan emosional primordialisme daerah dan kesukuan.
Wajar dan lumrah itu terjadi, sah dan dibolehkan karena Muhammadiyah rumah besar warga persyarikatan di mana pun berada selama rasional dan objektif. Mereka yang berhak atas dasar skill dan kompetensi mumpuni yang dapat dipertanggungjawabkan.
Andaikan sadar diri tidak berprestasi dan tidak mampu menjaga amal usaha, apalagi memajukannya. Maka, jangan duduk terus menghalangi orang lain yang memenuhi kriteria akan menggantikannya.
Wajib Dijaga dan Dipelihara
Amal usaha Muhammadiyah wajib dijaga dan dipelihara manakala sudah hadir di tengah-tengah umat. Berbagai tantangan dan hambatan harus ditembus dan dilewati dengan cara kreatif dan inovatif. Regenerasi kepemimpinan manajemen harus dinamis, keterbukaan karir semua personalia yang terlibat benar-benar dijalankan penuh objektivitas yang tinggi.
Begitupun kriteria sumber daya manusia yang direkrut untuk diposisikan dalam karir jabatan memenuhi standar kualifikasi kompetensi masa depan, bukan karena dekat semata. Pertarungan daya saing dan kekuatan institusi bukan lagi atas nama kebesaran status seseorang dalam ketokohan sosial, abad global modern kemajuan tertumpu pada kreativitas multikompetensi sumber daya manusia yang terlibat. Sehingga eksistensi amal usaha Muhammadiyah cepat adaptasi segala zaman karena didukung tenaga ahli dan terampil yang kompeten berdaya saing dengan memiliki loyalitas dan integritas baik.
Menggerakkan amal usaha dengan cerdas penuh ikhlas tidak semata karena melihat profil tampang visual fisik dzohiriyah terlihat baik, melainkan benar-benar karena bukti nyata rekam jejak portofolio pengalaman yang berhasil, baik peningkatan kuantitas maupun kualitas serta produktivitas kinerja yang dijalankan.
Menjaga dan memelihara amal usaha milik persyarikatan d iera abad global tidak lagi mengutamakan dan mengandalkan isu-isu kekuatan tokoh-tokoh individu semata. Hal itu mulai sudah usang. Yang dihadapi tantangan abad ini selain kekuatan mentalitas daya juang dan kompetensi penggerak, pengaruh produktivitas literasi digital dan kecerdasan kolaborasi lintas disiplin ilmu.
Kecepatan disrupsi sudah tidak mengenal entitas apapun, baik itu sebuah institusi negara maupun institusi sosial besar seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Bahkan, peperangan sistem software antar industri platform digital saling serang tak peduli siapapun mereka.
Tidak terbayangkan apa yang dihadapi di masa depan yang akan datang bagaimana jadinya kehidupan dalam bayang-bayang dunia digital. Kecerdasan buatan (artificial intelligence) mengubah semua sektor kehidupan manusia tanpa ada batasan hingga mendisrupsi segala bidang kegiatan sosial. Jutaan pelaku usaha konvensional ambruk dan banyak yang bangkrut, termasuk perusahaan kawasan berikat tak luput dari serangan disrupsi.
Fenomena ini pun tak terasa mulai menghinggapi berbagai amal usaha milik persyarikatan Muhammadiyah. Hal itu tidak dapat dihindari, melainkan memperkuat sistem manajemen lebih kreatif dan adaptif. Kelemahan-kelemahan yang dimiliki harus diakui dan tidak mencari kambing hitam, melainkan ada keterbukaan dan kejujuran.
Tantangan ke Depan
Berbagai tantangan ke depan akan semakin pelik dan sulit untuk diantisipasi. Hal itu diakibatkan kompleksitas masalah sosial semakin bermacam ragam. Begitu pun masalah-masalah yang dianggap tidak akan muncul dari awal, sangat mungkin pada waktu yang akan datang tiba-tiba muncul hingga membuat prustasi semua pihak, padahal masalah tersebut relatif tidak mungkin mengemuka karena sudah dianggap selesai.
Seperti yang dihadapi beberapa pengelola amal usaha Muhammadiyah berdiri di atas lahan yang di kemudian hari disengketakan. Dengan berbagi kasus, persyarikatan sebuah entitas organisasi sosial dan memiliki positioning besar dan kuat di mata publik. Sebaiknya penguatan advokasi hukum diperkuat dengan instrumennya untuk lahan-lahan terindikasi akan menimbulkan masalah di masa yang akan datang benar-benar dikaji sedari dini dengan berbagai pendekatan yang ada.
Tidak ada alasan bagi penggerak amal usaha, baik pada level di bawah hingga pusat, untuk memperhatikan aspek-aspek hukum sebagai pengawal penegak keadilan hukum. Dan bukan saja sesaat dibutuhkan para advokat atau pengacara hukum warga Muhammadiyah muncul, melainkan secara berkala memberikan pemahaman-pemahaman hukum kepada warga persyarikatan dan masyarakat umum.
Dapat dikatakan masih kategori minim atau di bawah standar pada umumnya, bidang hukum persyarikatan Muhammadiyah dalam intensitas dan agresivitasnya memberikan pencerahan hukum. Atau memang, pimpinannya kurang care terhadap dunia hukum sehingga kurang ada skala perhatian lebih terhadap edukasi hukum bagi warga persyarikatan.
Hal itu dapat dilihat secara kasat mata. Di berbagai daerah Muhammadiyah denyut nadi pergerakan pencerahan hukum positif, baik itu hal ihwal pidana, perdata, tata negara dan hukum tata niaga atau bisnis relatif tidak dirasakan seperti tidak ada keberadaannya.
Dinamika hukum dalam menghadapi sengketa di berbagai bidang, persyarikatan Muhammadiyah benar-benar belajar dari pengalaman yang telah terjadi, sedang dihadapi dan yang akan muncul di kemudian hari.
Sedikit memberi pendapat, setiap kasus yang dihadapi oleh persyarikatan Muhammadiyah sebaiknya ada “bedah kasus” yang dihadiri pakar hukum dan pakar bidang lainnya yang terkait. Dikaji secara bersama, semua yang berkepentingan diundang agar dapat memahami masalah yang dihadapi.
Pasalnya, hal tersebut merupakan aset milik publik sehingga sangat mungkin berbagai alat bukti atau temuan-temuan yang akan memperkuat dalam sengketa dapat menjadi tambahan sebagai novum saat dibutuhkan. Belajar dari beberapa kasus hukum dihadapi oleh masyarakat, bukan hanya Muhammadiyah tampaknya secara visual advokasinya terbilang masih lemah. Hal itu terjadi salah satu faktornya berkaitan dengan anggaran operasional saat proses advokasi terjadi.
Semoga peristiwa sengketa yang diperkarakan, Allah SWT memberikan kemenangan yang adil. Aamiin. Wallahu’alam. (*)