Soal Beda Hari Idul Adha, Begini Penjelasan Lucu Ustadz Adi Hidayat

0
1568

KLIKMU.CO – Idul Adha 10 Dzulhijjah 1443 H di Indonesia dirayakan berbeda hari. Sebagian umat Islam merayakan pada Sabtu (9/7/2022) sama dengan keputusan pemerintah Arab Saudi dan Muhammadiyah, sebagian lainnya merayakan pada Ahad (10/7/2022) mengikuti keputusan pemerintah.

Fenomena ini mendapat tanggapan menarik dari dai kondang Ustadz Adi Hidayat pada kajian yang disiarkan secara langsung via kanal YouTube AQSO dengan topik Fiqh Qurban dan Idul Adha, Kamis, (7/7/2022).

Dalam uraiannya, ulama muda itu menyatakan bahwa dirinya termasuk yang berpendapat bahwa rukyat dan hisab hanyalah metode penentuan awal bulan qomariyah dan bukan bagian daripada peribadahan.

“Saya termasuk yang memahami bahwa hisab dan rukyat itu metode, bukan merupakan paket dengan ibadahnya. Problemnya apa? Ya, gak ada problem. Tapi, ada nanti (problem itu) sedikit kepada pendalaman hadits. Kan, haditsnya satu paket itu,” terang UAH, panggilan akrab Ustadz Adi Hidayat.

Lantas ia menyebutkan hadits Rasulullah SAW dimaksud. “Inna ummatun ‘ummiyatun. Laa naktubu wala nahsubu, asy-syahru kadza wa-kadza. Shumu liru’yatihi waftiru liru’yatihi,” lanjutnya.

Kalau itu dipahami sebagai ibadah, lanjutnya, maka konsekuensinya, menjadi ummi alias tidak bisa baca tulis bagian dari ibadah juga. Karena haditsnya satu kesatuan. Dan itu mustahil. Sedangkan dalam pemahamannya, umat Islam diarahkan oleh hadits tersebut supaya menjadi umat yang pintar.

“Umat yang penuh dasar intelektual. Tapi, ini bukan menjadi pijakan untuk menolak atau menyalahkan satu dengan yang lain, tidak. Ini perbedaan cara pandang saja. Maka, saya melihat dalam konteks ini bahwa yang paling ideal dialami oleh Rasulullah SAW adalah praktik rukyat,” ujar mantan aktivis IPM tersebut.

Di era yang mutakhir ini, kata UAH, untuk memudahkan seperti halnya pelaksanaan shalat, maka hisab akurasinya lebih tinggi. Dalam konteks di Indoensia sekarang, problemnya adalah batas 3 derajat digunakan patokan data hisab.

“Maka cara berpikir saya sederhana, mengapa tidak menggunakan data hisab saja sekalian? (Mengapa) harus mengambil dasar di 3 derajat? Yang jadi problem adalah kalau di bawah 3 derajat walaupun dilihat ditolak penglihatannya,” ujarnya.

Menurutnya, yang membingungkan dan jadi masalah mengapa harus dilihat kalau begitu? “Jadi problenya yang jadi dasar penetapannya harus dilihat sampai kelihatan atau di atas 3 derajat atau di bawah 3 derajat?” imbuhnya.

“Kalau saya pribadi akan menunaikan shalat Idul Adhanya 10 Dzulhijjah. Puasanya tanggal 9 Dzulhijjah,” kelakar UAH disambut tawa hadirin.

UAH mengakui termasuk yang akan menunaikan puasa Arafah pada Jumat (8/7/2022) dan shalat Idul Adha pada Sabtu (9/7/2022). Tetapi, ia tetap menghormati, mendoakan, dan menghargai yang melaksanakan Idul Adha pada Ahad (10/7/2022) karena sama-sama 10 Dzulhijjahnya.

“Dan setelah itu, jangan dipertentangkan, Ustadz Adi anti-pemerintah. Gak ada begitu. Nanti kalau biasa mempertentangkan begitu jadi salah. Ustadz Adi Muhammadiyah. Jelas ya. Jangan begitu,” tandasnya disambut tawa riuh hadirin lagi.

Jika ada yang bersikap suka mempertentangkan kedua metode itu dianggap UAH tidak intelektual. “Begitu beda, nih ormas beda dengan pemerintah. Pemerintah beda dengan Arab Saudi, ikut beda dengan Saudi. Dan seterusnya,” pesan UAH kepada jamaah.

“Jadi, yang mau hari Sabtu silakan. Yang hari Ahad silakan. Sama-sama 10 Dzulhijjah,” pungkasnya disambut tawa hadirin lagi. [AIKaffa]

Keterangan gambar: Ustadz Adi Hidayat ketika menyampaikan kajian dengan topik Fiqh Qurban dan Idul Adha, Kamis, (7/7/2022). (Foto: Tangkapan layar video)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini