Surabaya, KLIKMU.CO – Di antara 13 formatur terpilih PWM Jatim dalam Musywil Ke-16 di Ponorogo Sabtu lalu, ada satu nama yang termasuk bukan kalangan akademisi. Dialah Dr M. Sulthon Amien MM.
Sulthon Amien sebelumnya juga menjadi pimpinan pada periode 2015-2022. Bagaimana profil dan kisah hidup tokoh kelahiran Sidoarjo, 10 Maret 1957 itu?
Sulthon Amien saat ini merupakan Direktur Utama Parahita Diagnostic Center. Laboratorium klinik terkemuka yang berpusat di Surabaya yang cabangnya ada di semua kota besar di Indonesia dan telah memiliki 900 karyawan. Saat ini ada sekitar 18 cabang yang terbentang dari Surabaya sampai Makassar.
Pria berusia 65 tahun tersebut merupakan alumnus angkatan pertama UM Surabaya. Dikutip dari laman UM Surabaya, Sulthon menempuh pendidikan di IKIP Muhammadiyah Surabaya yang sekarang menjadi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) pada jurusan Pendidikan Moral Pancasila (PMP).
Sulthon Amien kali pertama mendapat pekerjaan di SMP Muhammadiyah di Sidoarjo. Jabatannya saat itu sebagai staf tata usaha (TU). Pekerjaan itu ia jalani dengan serius. Rupiah demi rupiah ia kumpulkan sehingga ia bisa mewujudkan keinginannya untuk menempuh pendidikan tinggi.
“Waktu itu saya kuliahnya sore, pagi kerja jadi TU, malamnya saya tidur di sekolah kadang beralaskan tikar, kadang juga meja,” kenang Sulthon.
Setelah lulus S-1, ia memutuskan tinggal di Surabaya dan mengajar di SMA Muhammadiyah Kapasan dan SMA Muhammadiyah Pucang. Aktivitas itu dilakoni hingga menikahi Enny Soetji Indriastuti (almarhum).
Menurut keterangannya, Sulthon sebetulnya tak memiliki background bisnis atau cita-cita menjadi pengusaha. Namun, ia bersyukur menikah dengan istrinya sebagai alumnus analis medis. Keluarga Enny juga bukan dari keluarga kaya. Keluarganya hanya punya warung kelontong sehingga Enny sejak kecil sudah dikenalkan dengan ilmu jual beli.
Pada tahun 1987, ceritanya, seorang temannya yang menjadi direktur klinik datang ke rumahnya di gang sempit Ploso Bogen, Tambaksari, Surabaya, untuk belajar mengaji setelah ia mendapat masalah dari bisnis yang dijalankan.
Setelah berbincang, sang istri menangkap peluang dan mengajak temannya untuk mendirikan laboratorium klinik di luar Kota Surabaya.
“Waktu itu saya terkejut, karena kami sama sekali tidak memiliki modal. Setelah melalui banyak pertimbangan dengan istri, saya menjual motor. Saya berangkat mengajar naik bemo,” jelasnya.
Tidak berhenti di situ, Sulthon dan istri juga meminjam modal kepada saudara-saudaranya dan mertua. Setelah uangnya terkumpul, ia membuka laboratorium klinik di Malang.
Tanpa disangka-sangka, bisnis yang dikelolanya mulai berkembang dan dikenal. Bahkan setelah lima bulan membuka laboratorium di Malang, lima bulan kemudian ia berhasil membuka cabang baru di Surabaya.
“Parahita memiliki arti saling memberi manfaat dan saling menguntungkan satu sama lain. Dengan harapan Parahita selalu memberikan pelayanan yang maksimal kepada para pemakai jasanya,” tuturnya.
Dalam menjalankan bisnis, Sulthon memiliki tiga pandangan. Pertama, berdedikasi tinggi terhadap apa yang dijalankan. Dedikasi tersebut berupa komimen, kecintaan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik.
Kedua, memiliki determinasi. Artinya, kemauan untuk mencapai tujuan, bekerja keras, berkeyakinan, dan pantang menyerah.
Ketiga, berpikir beda dengan orang lain. Orang-orang sukses memakai jalan cara atau sistem bekerja yang berbeda dengan orang lain pada umumnya.
Di samping sebagai Dirut Laboratorium Klinik Parahita, Sulthon Amien kini juga dipercaya sebagai ketua Badan Pengurus Harian (BPH) UM Surabaya serta menjadi Ketua Badan Pembina Sekolah Alam Insan Mulia (SAIM) Surabaya. (AS)