Sunan Muria, Wali Songo Termuda Putra Sunan Kalijaga

0
13
Sunan Muria. (maestromedia.co)

Oleh: H.M. Sun’an Miskan Lc, mantan Ketua PWM DKI Jakarta

Sunan Muria yang nama kecilnya Raden Umar Said adalah penyebar Islam dari kalangan Wali Songo di Tanah Jawa yang termuda.

Sunan Muria sebagaimana ayahnya, yaitu Sunan Kalijaga, menjadikan seni dan budaya sebagai sarana dakwahnya.

Tradisi Hindu Buddha yang sudah mengakar berabad-abad di Gunung Muria, Kudus, Jawa Tengah, beliau masuki dan dialihkan ke dalam ajaran Islam.

Tradisi bancaan, makan ramai-ramai untuk meminta keselamatan tanpa ada yang memimpin, dialihkan ke acara kenduri yang dipimpin oleh ahli agama Islam. Diakhiri dengan nasehat agama dan berdoa untuk mereka yang sudah meninggal dunia.

Sunan Muria wafat pada tahun 1551 M. Ia dimakamkan di lereng Gunung Muria, Colo, 18 km dari Kota Kudus.

Nama dan Tempat Lahir

Nama kecil: Raden Umar Said, lahir tahun 1450 M di Colo, Muria, Kudus, Jawa Tengah.

Tempat dan Tanggal Wafat

Wafat di Colo, Muria, Kudus, pada tahun 1551 M dan dimakamkan di ketinggian 1.600 meter di atas permukaan laut di bukit Muria.

Nasab/Keturunan

Ayah: Raden Said alias Sunan Kalijaga
Ibu: Dewi Sarah binti Maulana Ishaq

Status Sosial

Sunan Muria mempunyai dua orang istri:

1. Dewi Sujinah binti Sunan Ngudung
2. Dewi Roroyono binti Sunan Ngerang

Dari keduanya memiliki lima anak. Di antaranya: Sunan Kadilangu.

Keahlian

1. Bercocok tanam
2. Berdagang
3. Menakodai perahu
4. Berdakwah di daerah terpencil, lewat sarana seni dan budaya, terutama wayang. Ia menjadi dalang dengan lakon karya Sunan Kalijaga, seperti Dewa Ruci, Jamuskalimasada, Semar Ambarang, dan lainnya yang diarahkan untuk menegakkan kalimat Tauhid.

Perjuangan

Sejak kecil, ayahnya, Sunan Kalijaga, sudah mengajarkan Islam secara mendalam. Beliau juga berguru kepada Sunan Ngerang.

Setelah lulus, beliau lalu memilih berdakwah di daerah terpencil, mengajari masyarakat untuk pandai bercocok tanam, berdagang, menakhodai perahu, lalu diajak untuk menjalankan syariat Islam.

Beliau memilih berdakwah di kalangan rakyat jelata daripada kalangan raja-raja. Meski beliau sering diundang untuk menjadi penengah para raja Demak yang sedang konflik (1518 M-1530 M).

Dalam hal merawat lingkungan hidup, tradisi meruwat bumi pada waktu itu Guyang Cekatak, atau di masa kecil saya namanya urut-urut udan, yaitu di tengah sawah di buat air menetes untuk memancing hujan dikelilingi dengan berbagai macam sesajen di rubah menjadi shalat Istisqa, shalat meminta hujan.

Sunan Muria sebagaimana orang tuanya ia juga menyusun lagu-lagu Jawa untuk berdakwah, apakah dalam bentuk lagu Sinom dan lagu Kinanti.

Berikut contoh lagu Sinom karya Mangkunegara IV (1857 M), bait awalnya saja:

Nulhodo laku utomo… (Meneladani pada kelakuan yang utama)
Tumrape wong tanah Jawo… (Buat orang-orang Tanah Jawa)
Wong Agung ing Ngeksi Gondo… (Orang yang luhur pendiri Kerajaan Mataram).
Panembahan Senopati kapati amarsudi… (Panembahan Senopati yang dalam berusaha  sangat mati- matian untuk mencapai cita-citanya)

(*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini