Oleh: Ace Somantri
Allah SWT Maha Pencipta. Segala yang ada di dunia semua diciptakan bermacam ragam makhluk baik yang terlihat kasatmata maupun yang tidak. Jutaan bahkan miliaran jenis hayati di daratan juga lautan yang hidup dan berkembang sejak alam semesta dicipta. Manusia di antara deretan makhluk yang banyak berbeda, dengan kalimat yang jelas “ahsani taqwiim” dalam potongan Q.S. Attin bahwa manusia dicipta dalam bentuk yang baik secara fisik dibanding dengan ciptaan lainnya. Bahkan, disempurnakan yang membedakan dengan ciptaan lainnya manusia diberikan akal yang sehat (ulul albab).
Dengan kelebihan hal itu manusia mampu berbuat dan bertindak membuat perubahan isi alam semesta yang di sebut peradaban (civilization). Namun harus dicatat, dengan diberikan sesuatu yang berbeda tidak untuk berbuat sombong dan takabur dihadapan yang mencipatakan, sehebat apapun manusia dihadapan-Nya tetap lemah tak berdaya.
Dengan keunggulan yang dimiliki manusia, hal pertama yang harus dilakukan adalah bersujud atas bentuk syukur kepada-Nya. Selebihnya, gunakan akal sehat untuk kepentingan peradaban dunia yang memberi keadilan kepada seluruh mahluk yang hidup di alam semesta tanpa harus berbuat diskriminasi. Role model telah Allah SWT berikan pada jenis manusia-manusia pilihan, baik itu Nabi maupun Rasul-Nya.
Risalah yang dibawa untuk diamalkan masing-masing umatnya dan juga untuk seluruh umat manusia dan makhluk lainnya. Lengkap dan sempurna ajaran risalah yang diturunkan, manusia hanya menjalankan sesuai kebutuhan dinamika hidup. Mencari, menggali, dan meneliti hingga memformulasi segala yang dapat diambil nilai manfaat sesuai kebutuhan jasadi dan ruhani untuk hari ini dan hari esok.
Hal tersebut pada dasarnya sudah berjalan sejak manusia dicipta dan hidup didunia. Dengan kasih sayang Allah SWT pada manusia khususnya telah memberi isyarat bahwa keberadaan di dunia ini menjadi sunatullah hal ihwal perbedaan.
Berbeda adalah sunatullah dan menjadi warna yang indah dilihat kasatmata. Warna-warni kehidupan menjadi instrumen keindahan yang membuat pesona dunia indah nan menawan. Sama juga sikap dan perbuatan dalam karya manusia pasti banyak beda. Itu semua menjadi khazanah dan aset manusia dalam mengisi ruang dan waktu selama dunia ini ada. Siapapun generasinya dan abad apapun kondisinya semua memiliki masanya. Sekalipun terindikasi kategori dhaif hadits tentang ” ikhtilafu ummati rahmatun” saat digunakan kalimat motivasi menjadi penting. Karena memang pada dasarnya perbedaan merupakan kehendak Allah SWT, termasuk jenis dan macam ragam suku, etnis, ras dan keyakinan beragama menjdi bukti nyata dan fakta.
Nah, kewajiban kita yang memiliki ruang dan waktu untuk memilah dan memilih, mendahulukan atau memperioritaskan yang harus didahulukan, menunda untuk berikutnya, serta membuat pola dan strategi sesuai tahapan yang disepakati berdasarkan rencana sesuai keilmuan yang dijadikan referensi. Sehingga tertata dan terjaga dalam menajalankan kegiatannya hingga pada waktunya dapat tuntas.
Berbeda bukan untuk membeda-bedakan apalagi berbuat tidak adil karena hanya berbeda “sesuatu” baik dalam dukung-mendukung, juga berbeda pandangan, visi, dan misi. Sikap seorang khalifah filardl dalam posisi apapun memberi pesan langsung tidak boleh diskriminatif melainkan akomodatif. Berbagai momentum, tindakan dan perbuatan semestinya atas dasar kebaikan, kebenaran dan keadilan dan juga keadaban. Sehingga konsekuensinya mendatangkan kemashlahatan bukan kemafsadatan atau kerusakan.
Pencitraan dan tebar pesona boleh-boleh saja selama benar apa yang terjadi dan untuk sekedar menjalin komunikasi psikologi pada publik salah satu cara memberi informasi dengan pola komunikasi isyarat. Namun perlu dicatat bahwa kebijakan dan kepemimpinan dalam sebuah entitas sosial, baik itu yang berhubungan langsung atau tidak dalam interakasinya tetap membutuhkan sikap yang adil dan berkeadaban. Hal itu untuk menjaga dan mengurangi sikap perbuatan yang melahirkan keangkuhan dan kseombongan.
Asal beda juga bukan hal yang baik, namun perbedaan menjadi khazanah untuk mendatangkan wawasan yang bervariatif. Sehingga membangun dinamika sosial yang ciamik, unik dan juga menarik untuk dilirik. Bermacam raga harapan dan keinginan setiap individu menjadi penting untuk difahami sebagai spirit dan motivasi untuk berkreasi lebih sekedar basa-basi.
Perbedaan segala hal dapat berkolaborasi menjadi sebuah karya yang bergengsi, dalam pendekatan seni perbedaan menjadi warna warni yang bak pelangi memancar dilangit nan biru. Keindahan pelangi sebuah simbol kekuasaan Sang Pencipta Alam Semesta, pun sama jutaan bahkan milyaran manusia didunia masing-masing berbeda berbagai latar bersatu padu dalam satu kesatuan tauhidullah pada satu kalimat “laaillahaillallah” yang mengikat hidup kita didunia dan akhirat.
Keragaman manusia dan hayati yang berada didaratan dan lautan sebuah anugerah dan keberkahan dari Allah SWT tak terhingga. Sangat “dungu” penghuni dunia, baik itu sebuah bangsa dan negara ketika tidak berdaya menyejahterakan rakyatnya. Hampir dipastikan akan mengalami kesulitan menemukan jalan keluar manakala sikap kita tidak mau berpikir sehat.
Terlebih sekadar menunggu dan menerima dari pemberian dan pinjaman dari orang lain, seperti bangsa dan negara ini kemampuannya hanya pinjam ke negara luar maupun ke perbankan dunia yang hanya menjadi umpan jebakan bagi negara. Sehingga secara tidak langsung akan merasa tidak berdaya selama memiliki hutang, kemandirian dan ketegasannya terpenjara dan terjajah. Sebenarnya dengan ibroh perbedaan yang nampak dipermukaan bumi menjadi hidayah bagi manusia menjadi sumber kehidupan, bukan menjadi penghalang dan menutupi cara berpikir sehat.
Perbedaan menjadi kekayaan yang luar biasa dahsyat, sebuah harta terpendam selalu menunggu penghuni bumi menyentuhnya. Semakin pandai memanfaatkan perbedaan, semakin berpeluang menambah masa kehidupan berikutnya. Bukti nyata di depan mata, fakta tidak membohongi bahwa setiap manusia baik sendiri maupun dalam bentuk kelompok entitas masyarakat ketika mampu merekayasa perbedaan menjadi harta dan aset, maka disitu pula titik-titik awal membangun kehidupan tambah lebih panjang.
Ketika perbedaan menjadi aset dan dalam cengkraman, maka siapapun mereka tanpa melihat latar suku, ras, dan agama hampir dipastikan berkesempatan menjadi pengendali penuh yang berada disekitarnya. Karena pada realitanya, baik secara mandiri atau berkelompok ketika memiliki harta dan aset akan memunculkan kekuatan dan kekuasaan. Sangat natural dan manusiawi ketika sikap diri merasa lebih dari yang lain karena kekuatan dan kekuasaan, kecenderung akan berperan mengambil sikap seolah menjadi pemimpin yang dilegitimasi oleh simbol kekuatan material tersebut.
Hal itu dapat terjadi sangat wajar, hukum alamnya memang seperti itu dari generasi awal manusia hingga kini berabad-abad lamanya. Cara pengendaliannya, Allah SWT menurunkan wahyu kepada para nabi dan rosul untuk disampaikan kepada umatnya sesaui generasi masing-masing, sosok dan figurnya sebagai rule model yang menjadi uswah atau qudwah hasanah bagi umat, bangsa dan negara dimana berdomisili.
Berbagai kitab suci diturunkan sebagai standarisasi dan batasan yang mengikat, yakin seyakin-yakinnya jikalau memahami dan mengikuti aturan tersebut dijamin selamat dunia dan akhirat. Sebaliknya ketika tidak memahami dan mengingkari kebenarannya akan celaka dunia akhirat pula. Maka senyatanya, perbedaan adalah sunatullah yang menjadi petunjuk bagian dari ayat Ilahi Rabbi. Wallahu’alam. (*)
Bandung, Mei 2023