Survei PUSAD UM Surabaya: Hanya 33 Persen Pemilih Muda Jatim yang Menolak Politik Dinasti

1
46
Peneliti Utama PUSAD UM Surabaya Radius Setiyawan (kanan) saat rilis survei terkait politik dinasti di Jawa Timur. (Humas UM Surabaya untuk KLIKMU.CO)

Surabaya, KLIKMU.CO – Pusat Studi Antikorupsi dan Demokrasi (PUSAD) UM Surabaya merilis hasil survei terkait politik dinasti di Jawa Timur. Hasilnya, para pemilih muda Jatim 26 persen percaya, 33 persen tidak percaya, dan 41 persen tidak peduli.

Survei ini dilakukan 14-22 Oktober terhadap 1.075 responden yang tersebar secara proporsional di 38 kabupaten/kota di Jawa Timur.

Teknik pengambilan sampel memakai multistage random sampling. Lokasi diambil di semua kecamatan di Jawa Timur, yakni 38 kabupaten/kota. Kemudian, masing-masing kabupaten/kota diambil 4-5 kecamatan untuk dijadikan sampel penelitian. Sampel tiap kecamatan dibagi secara proporsional berdasarkan jumlah pemilih di tiap kecamatan dan kelurahan yang dijadikan lokasi penelitian.

Peneliti Utama Radius Setiyawan mengatakan, selain politik uang, politik dinasti dalam konteks demokrasi menarik untuk menjadi pembahasan.

Ia menjelaskan, politik dinasti dipahami sebagai proses reorganisasi kekuasaan melalui perubahan model politik baru dengan pelembagaan kekuatan pemilik modal, yang memperlihatkan oligarki kekuasaan dan berpengaruh dalam struktur sosial dan negara dalam demokrasi Indonesia.

Menurut Radius, hasil survei yang dirilis PUSAD menjadi sesuatu yang penting mengingat demografi pemilih di Jawa Timur menjelang Pemilu 2024 didominasi pemilih produktif berusia 17-40 tahun atau kelompok pemilih generasi Z dan generasi milenial.

“Dari total 31.402.838 daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 di Jawa Timur, sebanyak 16.001.790 merupakan pemilih muda. Dengan presentasi 51 persen dari total DPT di Jatim,” kata Radius dalam rilis yang disampaikan Jumat (27/10).

Radius mengungkapkan, ada tujuh alasan yang membuat anak muda Jatim menolak politik dinasti. Pertama, 30,60 persen masyarakat tidak percaya karena menghambat proses kaderisasi kepemimpinan.

Kedua, 28,00 persen masyarakat tidak percaya karena kinerja calon pemimpin sebelumnya yang buruk dan tidak ada dampak terhadap pembangunan. Ketiga 27,00 persen masyarakat tidak percaya karena menghambat fungsi check and balance antara eksekutif dan legislatif.

Keempat, 25,10 persen masyarakat tidak percaya karena kecenderungan diskriminatif terhadap minoritas politik. Kelima, 24,00 persen masyarakat tidak percaya karena kinerja pemimpin sebelumnya yang memiliki kedekatan dengan calon cenderung menyalahgunakan wewenang.

Keenam 23,10 persen masyarakat tidak percaya karena kecenderungan mengarah pada otoritarianisme. Terakhir, 20,50 persen masyarakat tidak percaya karena cenderung melanggar hak asasi manusia (HAM).

“Perdebatan soal politik dinasti menurut saya menarik dan bagus bagi tumbuh kembang demokrasi. Karena perdebatan tersebut membuat orang mulia melihat secara serius. Tidak serta-merta menolak, tetapi tidak serta-merta menerima. Mau dari mana asalnya dan silsilah keluarganya, nilai-nilai meritokrasi harus tetap menjadi pegangan,” terang sekretaris Majelis Pustaka, Informatika, dan Digitalisasi (MPID) PWM Jawa Timur tersebut.

(AS)

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini