Oleh: Ace Somantri
KLIKMU.CO
Menjalani hari-hari penuh dengan misteri, banyak hal tak terduga tiba-tiba muncul dalam pandangan dan realitas. Kira-kira itulah yang kadang muncul manakala sedang menjalani kehidupan. Tanpa disadari, semua makhluk hidup memiliki ruang dan waktu di mana pun berada, baik sedang menikmati indahnya alam semesta bertabur penuh rasa syukur maupun merasakan pedihnya ketika bencana menimpa.
Ada dua sisi berbeda, namun sebenarnya memiliki nilai sama. Menikmati penuh bahagia, hal itu tidak dapat dibohongi. Merana penuh sedih karena tertimpa bencana, hal itu juga tidak dapat dibohongi. Dua hal tersebut semestinya ditadaburi dan disyukuri karena peristiwa tersebut menjadi ibrah dan hikmah berharga bagi setiap manusia yang mengalaminya. Justru, manakala keduanya tidak disikapi baik akan menuntun pada prilaku kufur akan nikmat-Nya.
Tadabur dan tasyakur satu ikatan sebuah produk perilaku manusia yang saling memaknai satu dengan lainnya. Manusia di mana pun senantiasa akan berbuat sesuai kehendak jiwa dan pikirannya. Hal itu tidak lepas dari dasar dan kapasitas wawasan keagamaan Islam yang diyakininya benar. Karena semakin dalam memahami Islam, akan semakin terasa jauh dari diri merasa beriman apalagi bertaqwa, malah kadang yang ada terjadi ketakutan berlebihan. Begitulah nyatanya yang sering dirasakan bagi yang berahlak karimah.
Bagaimana seandainya ada orang yang memiliki paham Islam sangat dalam, namun sikapnya seolah merasa diri paling berislam hebat, apalagi merasa paling beriman dan bertaqwa. Hal itu apabila terjadi patut dipertanyakan akhlaknya. Karena sikap itu bentuk kesombongan dan keangkuhan yang dipengaruhi oleh penggoda abadi yang setia.
Bagi Allah Ta’ala, kebaikan seseorang bukan terletak pada kedalaman paham Islam, melainkan kedalaman menjalankan paham Islam hingga memenuhi kehendak-Nya. Karena semakin dalam penuh kekhusyukan menjalankan paham Islam, hidayah dan taufiq akan menuntun diri untuk terus berusaha mencari, menggali, hingga memahami setiap makna kalam atau firman-Nya tanpa henti.
Spirit dan motivasi thalab ilmi harus menjadi irodah kubro. Berbagai keahlian dan profesi pada dasarnya sama tidak ada beda, itu semua adalah ilmu dari Allah Ta’ala. Keahlian seseorang di dunia ini bermacam ragam, namun pada akhirnya satu tujuan untuk sebuah kematian yang hasanah.
Tadabur dan tasyakur, mata rantai yang akan terus-menerus memberi spirit dan motivasi untuk tetap mengabdi pada Ilahi tanpa henti. Tadabur dengan profesi masing-masing suatu keniscayaan, sangat banyak nilai dan manfaat ketika satu profesi dengan profesi lain berkolaborasi untuk meningkatkan rasa syukur bersama.
Tidak saling klaim keilmuan dan keahlian merasa paling bermakna dari yang lainnya, tidak ada kata lain tadabur dalam kolaborasi sesuatu yang pasti dan harus terjadi untuk saling mengisi. Pasti akan hancur lebur dan tidak bermakna manakala saling mengingkari satu dengan yang lainnya. Itulah hukum sunnatullah yang sudah menjadi rumus pasti, bahwa saling mentadaburi akan melahirkan sikap saling mensyukuri.
Tadabur dan tasyakur tidak boleh terpisah, melainkan satu makna yang harus senantiasa membangun spirit dan motivasi menjadi inspirasi. Menjaga dan memelihara perbedaan pandangan satu dengan yang lainnya sesuatu yang alami pada watak manusia, justru yang tidak diperkenankan saling menghakimi takfiri tanpa dasar keilmuan dan ahlak yang mumpuni dalam diri. Tadabur harus tumbuh subur menjadi makmur dalam alam jiwa manusia, dan tasyakur harus gembur menjadi aliran darah dalam tubuh yang senantiasa hadir sebagai penyembuh dari sakit jiwa dan raga yang kadang selalu kambuh.
Fakta dan realitas, bertadabur membuat diri manusia tidak sombong dan takabur, justru seseorang yang sering bertadabur di alam nyata menuntun pribadinya senantiasa bertasyakur. Hanya perlu dicatat, bahwa bertadabur tidak identik mutlaq dalam praktiknya pada sebatas jalan-jalan untuk wisata hiburan setiap saat yang semata menghabiskan harta benda, apalagi menghambur-hamburkan harta tanpa ada makna yang di dapat. Tasyakur pun jangan dipandang sebatas perilaku sebuah sikap semu yang hanya berhenti dalam kata-kata verbal, melainkan tasyakur dalam praktinya berbagi kebahagiaan dengan orang lain penuh tulus dan ikhlas.
Bertadabur dan bertasyakur bukan jalan wisata menikmati alam semata, apalagi hanya untuk mempertontonkan kebahagiaan foya-foya seolah merasa diri kaya raya diperlihatkan dalam media sosial. Tanpa disadari, perbuatan tersebut masuk kategori perbuatan riya yang dilarang agama. Benar kata para guru, ustadz, kiyai, dan ulama bahwa sangat tipis sekali antara dinding syukur dengan riya dan juga dinding tadabur dengan takabur. Oleh karena itu, ternyata sering dirasakan nyata adanya bahwa saking tipisnya sulit untuk dideteksi ukuran ketebalan milimeternya.
Siapapun kita, keahlian apapun yang dimiliki tetap waspada dan hati-hati akan godaan sang penggoda setia yang senantiasa ada dalam jiwa raga. Denyut nadi dan aliran darah tidak dirasakan getaran dan alirannya, sehingga sang penggoda setia memiliki ruang yang leluasa masuk dalam denyut dan aliran darah yang berada dalam tubuh manusia.
Hanya kepada Allah Ta’ala Sang Pencipta untuk meminta pertolongan, ampunan, dan perlindungan yang nyata. Tadabur dan tasyakur setiap saat menjadikan pancaindra senantiasa digunamanfaatkan untuk kebajikan semata. Tadabur dan tasyakur sangat nyata dan sederhana, bahkan penuh makna dan bernilai ternyata tidak jauh dari jiwa dan raga yang dapat di jangkau oleh pancaindra sendiri. Yaa Allah yaa Rabb, maafkan salah kami dan ampuni dosa kami. Wallahu’alam. (*)