Tadarus Ramadhan Maarif Institute Angkat Dialog Lintas Agama, Budaya, dan Gender

0
10
Dari kiri, Pdt Dr Albertus Patty, Prof Dr Musdah Mulia, dan Moh. Shofan dalam bedah buku Perjalanan Lintas Batas: Lintas Agama, Lintas Gender, dan Lintas Negara. (Maarif Institute/KLIKMU.CO)

Jakarta – Maarif Institute kembali menggelar Tadarus Ramadhan bertajuk Memperkuat Dialog Lintas Agama, Lintas Budaya, dan Lintas Gender. Pada sesi pertama, Jumat (15/3/2024), diskusi ini membedah buku karya Prof Dr Musdah Mulia berjudul Perjalanan Lintas Batas: Lintas Agama, Lintas Gender, dan Lintas Negara.

Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah narasumber. Di antaranya Prof Dr Musdah Mulia (penulis buku) dan Pdt Dr Albertus Patty (pendeta, aktivis lintas agama). Bertindak sebagai moderator adalah Moh. Shofan (Direktur Program Maarif Institute).

Dalam sambutannya, Direktur Eksekutif Maarif Institute Abd. Rohim Ghazali menyampaikan bahwa tujuan kegiatan Tadarus Ramadhan tahun ini adalah memperkaya wacana pemikiran Islam melalui diskusi buku yang ditulis oleh para cendekiawan muslim, seperti Prof Musdah, Prof Haedar Nashir, dan Prof Komaruddin Hidayat.

“Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk mempertajam kembali gagasan keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan Buya Syafii Maarif, khususnya di kalangan generasi milenial,” terang Rohim.

Sementara itu, mengawali pemaparannya, Prof Musdah Mulia menyampaikan bahwa buku ini bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan lebih pada perjalanan intelektual yang melahirkan dialog kreatif dengan beragam manusia. Baik dari aspek agama, budaya, suku, jender, kewarganegaraan, dan sebagainya.

“Saya banyak mengangkat ragam isu krusial di beberapa negara yang saya singgahi. Misalnya, isu kelompok agama minoritas, perempuan, masyarakat adat dan penganut aliran-aliran lokal, serta para pengungsi yang terusir dari negaranya,” jelas Musdah.

Pdt Albertus Patty, yang akrab disapa Pak Berty, sangat mengapresiasi buku yang ditulis oleh Musdah Mulia. Menurutnya, sebagai pendeta, ia selalu menghadirkan dialog terbuka lintas iman, membuka wawasan kedua belah pihak.

Bukan sekadar saling mengenal dan mengetahui keyakinan masing-masing. Yang utama adalah tumbuh sikap saling menghormati dan menghargai sehingga terbuka jalan untuk mengadakan berbagai kegiatan bersama. 

“Prinsip ajaran gereja atau dogmatika harus berdasarkan cinta kasih yang menciptakan keadilan dan kemanusiaan. Kalau sebuah dogma atau doktrin kehilangan cinta, artinya sudah menyimpang dari prinsip dasar kekristenan. Bukankah prinsip utama dalam kekristenan itu adalah cinta kasih?” jelasnya.

Acara ini dihadiri tidak kurang dari 50 orang peserta yang terdiri atas mahasiswa, aktivis, dosen, dan masyarakat. Kegiatan tadarus ini diharapkan bisa menjadi energi baru dalam upaya mensosialisasikan gagasan dan cita-cita sosial Buya Syafii, baik di ranah keislaman, kebangsaan yang mengusung nilai-nilai keterbukaan, kesetaraan, dan kebinekaan yang dapat diwariskan kepada anak-anak bangsa.

(Deni Murdiani/AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini