Tugas Ulama: Mencari Titik Temu

0
321
Nurbani Yusuf, dosen Universitas Muhammadiyah Malang. (Dok Pribadi)

“…dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.” Al Hasyr 9.

Pernahkah terpikir andai Prof Haedar dan Kiai Miftahul Achyar ngopi bareng kemudian semayanan mengunjungi Habib Rizieq bawa ketupat dan opor ayam dimakan bareng?

Gus Dur pernah berkelakar bahwa dirinya adalah orang Muhammadiyah yang ada di NU—pernah tinggal selama tiga tahun di Kauman Jogja dan berguru pada ulama ulama Muhammadiyah bersanad. Pada Kiai Azhar ayahanda Pak Azhar Basyir Ketua PP. Pada Mbah Hana Direktur Mu’allimat Jogja kala itu.

Tapi orang yang tak suka Islam bersatu, ia pasti tak suka dengan idiom ini, ia akan membantah dengan pertanyaan sama: Muhammadiyah kok gitu? Lantas saya pungkasi: La antum apa juga tidak begitu? Selalu merasa lebih baik, itulah sumber masalah.

Ada banyak kemaslahatan jika saja para ulama mau dan berniat baik—saling memuji, saling mengalah, dan saling memberi respek. Sesuatu yang sifatnya sederhana tapi sungguh menakjubkan. Saling mendahulukan orang atau kelompok lain juga sikap utama, tapi kerap diremehkan, karena sebagian kita masih dibekap ego sektoral: bahwa aku dan kelompokku yang lebih baik.

Menegakkan syariat Islam tak bisa sendirian, harus berjamaah saling menopang. Umat Islam ibarat satu tubuh kata baginda nabi saw—setiap kita punya peran masing-masing, tanpa diiringi sikap merasa paling: paling penting, paling berperan, paling benar sendiri, paling dekat dengqn nabi saw dan paling-paling yang lain.

Ikan busuk dari kepalanya, umat Islam busuk juga karena ulamanya. Jika ulamanya terus bertengkar, berselisih, dan terus mencari perbedaan, jangan harap umat Islam bisa bersatu. Persatuan umat Islam diawali dari ulamanya.

Mencari titik temu, menemukan simpul-simpul yang bisa menyatukan bukan sebaliknya, saling mengalah dan saling mendahulukan itu lebih utama. Betapa indahnya persatuan kaum Anshar dan Muhajirin, betapa santunnya Imam Syafi’i terhadap Imam Malik meski guru dan murid itu berikhtilaf sebanyak 5479 ikhtilaf perkara furu’. Eloknya Buya Hamka dan Kiai Idham Chalid dalam menyikapi qunut subuh. Betapa indahnya Syaikh bin Baz, Syaikh Utsaimin dan Syaikh Al Albani dalam memutus perkara.

Habib Umar bin Hafidz bernasehat: ”Jika para ulama saja lemah dalam usaha tolong-menolong di antara sesama ulama, maka untuk memperbaiki umat akan semakin lemah.”

@nurbaniyusuf

Komunitas Padhang Makhsyar

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini