UMM Gelar Seminar Bedah Kenaikan Tarif Cukai Rokok

0
21
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto memberikan penjelasan pada bedah kenaikan tarif cukai rokok. (Humas UMM/KLIKMU.CO)

Malang, KLIKMU.CO – Pada awal tahun ini, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menetapkan kenaikan 10 persen atas bea cukai rokok. Hal itu tentu semakin membuat produsen rokok untuk menaikkan harga atau menurunkan biaya produksinya.

Merespons isu tersebut, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyelenggarakan seminar nasional bertajuk cakap cukai dan bedah buku berjudul Kaki Diikat, Leher Dijerat DBH Cukai Rokok yang ditulis oleh Kepala Kantor Bea Cukai Kediri Sunaryo. Kegiatan ini berkolaborasi dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur.

Pada acara yang diselenggarakan Kamis (4/1/2024) tersebut, turut hadir Ketua Kadin Wilayah Jawa Timur Adik Dwi Putranto.

Menurut Adik, adanya kenaikan tarif bea cukai ini karena pemerintah ingin mengendalikan laju konsumsi rokok.

“Saat ini, konsumsi rokok di Indonesia juga merambah anak-anak yang sangat berdampak buruk bagi kesehatan mereka, baik sekarang maupun masa depan,” tuturnya.

Namun, di balik isu ini, perdagangan industri tembakau dan rokok menjadi salah satu penyumbang dana penerimaan negara terbesar dibandingkan dengan sektor pertanian. Pada Oktober 2023 saja, industri rokok dan tembakau menghasilkan dana sekitar 160 triliun rupiah yang kemudian masuk ke dana negara.

Di sisi lain, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto juga memberikan paparan. Menurut dia, naiknya tarif bea cukai berdampak langsung pada produsen rokok di seluruh Indonesia. Bahkan menimbulkan masalah baru berupa penjualan rokok ilegal yang meningkat.

Lebih lanjut, ia mengatakan, penjualan rokok ilegal pada tahun 2023 mengalami kenaikan menjadi 6,9 persen yang sebelumnya sebesar 5,5 persen.

Rokok ilegal yang dimaksud adalah rokok yang tidak terdaftar dan tidak memiliki pita cukai resmi. Pita atau label yang diberikan oleh bea cukai berfungsi sebagai tanda bahwa produk telah dikenakan tarif cukai dan sah untuk diperdagangkan.

“Upaya yang kami lakukan untuk memberantas rokok ilegal adalah dengan operasi gempur rokok yang berdampak pada pengendalian rokok ilegal,” ujarnya.

Menurut dia, naiknya cukai rokok tidak serta-merta karena alasan kesehatan saja, tapi juga menyangkut variabel keberlangsungan tenaga kerja, penerimaan negara, dan pengawasan barang kena cukai (BKC) ilegal.

Contohnya, pada aspek kesehatan, per 31 Desember 2021 kenaikan tarif bea cukai mampu menurunkan produksi rokok sigaret menjadi -1,77 persen atau menjadi 118,15 miliar batang/tahun.

Untuk itu, Rektor UMM Syamsul Arifin memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada pihak Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMM yang teah menyelenggarakan seminar menarik. Apalagi, isu bea cukai tengah hangat diperbincangkan dan patut didiskusikan juga bersama mahasiswa agar memberikan pandangan dan wawasan baru.

“Maka dari itu, kami terus bekerja sama dengan dunia kerja dan stakeholder untuk mencetak generasi unggul yang dapat memecahkan permasalahan-permasalahan serupa,” ucapnya.

(Wildan/AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini