8 April 2025
Surabaya, Indonesia
Opini Politik, Sosial & Ekonomi

Zionis Israel: Kencing di Celana dan Merengek Minta Bantuan Amerika

Zionis Israel: Kencing di Celana dan Merengek Minta Bantuan Amerika. (tasnimnews.com)

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Tak habis-habis membicarakan Zionis Israel, negara berbangsa Yahudi, dalam dinamika kawasan Timur Tengah. Sejak terusir dan dibantai Nazi hingga menyimpan sifat dendam. Terlebih dalam dekade ini, negaranya merasa sudah menjadi sebuah negara yang memiliki kekuatan politik global. Sehingga sikap dan tindakannya terhadap bangsa Palestina tanpa ada etika kebangsaan, bahkan justru menunjukkan arogansi kekuatan berlebihan.

Merasa diri bangsa dan ras unggul dari ras-ras lainnya, sikap dan tindakannya sangat sombong dan takabur tingkat dewa. Mereka merasa menguasai dunia, seolah-olah tidak ada lagi orang yang memiliki kemampuan mengendalikan ekonomi negara selain berkebangsaan Yahudi, terlebih di beberapa negara maju di balik kemajuannya terindikasi pengendali ekonominya didominasi berkebangsaan Yahudi. Termasuk hal ihwal Palestina, Zionis Israel menunjukkan kesombongannya dengan pernyataan seperti mendikte lembaga dunia sekelas PBB, padahal di dalamnya berbagai negara-negara di dunia.

Kesombongannya tidak berhenti di situ. Negara-negara pun ternyata usut demi usut ada dalam lingkaran jebakan yang dibuatnya bersama negara adidaya, dalam hal ini Amerika Serikat. Hampir dipastikan, teknologi bernuansa ekonomi strategis negara adidaya seperti USA telah banyak menganeksasi dengan mudah negara-negara berkembang dan negara ketiga. Hal itu dilakukan dengan cara dan strategi investasi besar-besaran dengan konsekuensi-konsekuensi yang tidak disadari oleh negara penerima, bahwa negaranya ada dalam cengkeraman dan genggaman membuat negara tak berdaya.

Suka tidak suka, secara psikologis siapa pun mereka bangsanya saat ada dalam jeratan utang negara lain dengan hanya mengandalkan dan menggadaikan aset negaranya akan membuat kedaulatan sosial, politik, dan ekonomi semakin lemah. Begitu pun yang terjadi di negara-negara Arab, karena tidak berdaulat dalam ilmu pengetahuan warganya sehingga human capital-nya di bawah standar yang berdampak pada semua macam jenis kedaulatan, termasuk dalam pengembangan kekuatan militer.

Zionis Israel dengan membusungkan dada memperlihatkan keakuannya dalam kedaulatan teknologi militer. Apalagi dengan bangganya Iron Dome yang digadang-gadang sebagai tameng pertahanan negara untuk melindungi bangsa dan negaranya dari ancaman luar dengan serangan secanggih apa pun senjata yang diluncurkan menuju lokasi vital di semua wilayah Israel akan terdeteksi sekaligus akan dihancurkan sebelum menuju sasarannya. Betul memang saat awal ditemukan dan dikembangkan akurasinya memenuhi harapan. Akan tetapi, berjalannya waktu, yang namanya karya manusia pasti memiliki kelemahan, dan itu dipelajari oleh negara-negara yang memiliki kedaulatan ilmu pengetahuan dan teknologi hal ihwal kelemahan pertahanan udara tersebut.

Terbukti saat serangan mematikan brigade Hamas menembus pertahanan tersebut dengan cara yang relatif mudah. Iron Dome yang dielu-elukan sebagai pertahanan udara paling canggih membuat militer zionis Israel termehek-mehek tak berdaya. Sehingga kerugian besar yang dialami telah membuat frustrasi dan depresi berat Perdana Menteri Netanyahu. Hal itu terlihat serangan membabi buta ke Gaza tanpa perhitungan strategis, lebih pada penyerangan emosional dan ujung-ujungnya tentara IDF lelah, lemah, dan lesu hingga banyak juga di antara mereka yang stres dan depresi.

Berlaga kuat sok jago, merasa mampu dan berani menghadapi musuh dan lawan karena percaya diri sudah memiliki teknologi canggih. Namun, menghadapi Hamas dan Al-Quds saja kocar-kacir lari terbirit-birit menghindari sniper-sniper jitu di reruntuhan gedung. Kesombongan dibarengi ketakutan, menganggap perlawanan sengit dari militan Palestina dituduh oleh mereka bahwa kemampuan persenjataannya telah dipasok oleh Negeri Para Mullah, yaitu Iran.

Memang tidak diragukan Negeri Para Mullah bukan negara muslim yang tidak dapat dianggap remeh, sekalipun puluhan tahun diembargo oleh adidaya USA tidak membuat negaranya miskin dan bangkrut. Justru, dari tindakan politik global yang diskriminatif tersebut memunculkan sikap semangat juang untuk bangkit dan spirit maju membangun negeri lebih berdaulat. Bukan Iran namanya jikalau merengek-rengek gegara diembargo, malah menurut sebagian pakar dan ahli yang berkunjung dan melihat kondisi objektif di negara tersebut telah memperlihatkan kemampuannya meningkatkan human capital yang sangat dahsyat. Sehingga dalam waktu tidak lama, kedaulatan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa negeri para mullah memiliki ambisi menguasai dunia bidang energi terbarukan.

Konon kabarnya, pengembangan teknologi nuklir Iran membuat khawatir negara kompetitor karena mereka takut teknologi nuklir untuk bom pembunuh massal. Padahal, pengembangan nuklir bertujuan untuk penyediaan energi di masa yang akan datang saat energi berbahan fosil berkurang atau mungkin saja menghilang.

Iran negara satu-satunya dari deretan negara muslim yang memiliki kedaulatan teknologi militer maju, berikutnya negara Pakistan. Bahkan, Iran sudah melesatkan satelit ke angkasa untuk kepentingan negaranya. Saat ini, Iran selalu mendapatkan tekanan politik global dari negara-negara sekutu Amerika Serikat, termasuk Zionis Israel yang selalu ikut-ikutan Negeri Paman Sam turut serta memprovokasi hal ihwal kedaulatan negara Iran. Termasuk memberikan tuduhan terhadap negara Iran saat Palestina melakukan berbagai serangan terhadap Zionis Israel yang mematikan. Negara Amerika dan sekutunya melarang Iran mengembangkan reaktor nuklir dengan dalih untuk perdamaian dunia, sementara USA dan Zionis Israel pada kenyataannya membuat reaktor nuklir untuk persenjataan.

Standar ganda yang dilakukan sangat licik, negara lain dilarang mereka sendiri dibolehkan dengan dalil ini dan itu untuk kepentingan dunia. Termasuk saat Zionis Israel melakukan genosida warga Gaza tanpa etika perang, AS justru melegitimasi tindakannya dan sekaligus memasok persenjataan. Sebelas dua belas, Israel dan AS dalam standar gandanya tak ubahnya seperti dwitunggal.

Sejak serangan Zionis Israel ke kantor konsulat Iran di Damaskus, salah seorang petinggi militer Iran tewas di tempat. Respons Iran terhadap peristiwa tersebut menjadi pemantik serius Negeri Para Mullah hingga murka. Dengan hasil keputusan negara Iran merespons tindakan brutal tak beradab dari Zionis Israel, akhirnya ratusan rudal dan drone menyerang titik-titik vital militer Zionis Israel, termasuk area penerbangan pesawat tempur.

Iron Dome dan radar-radar canggih Zionis Israel dibuat kalang kabut, dentuman rudal memporak-porandakan beberapa infrastruktur vital di Israel. Panik dan mencekam bagi warga Israel, masuk ke bunker-bunker di bawah tanah dan sebagian untuk pergi keluar Israel memenuhi bandara komersial. Kepanikan dan ketakutan warga Israel sejak perang dengan militan Palestina, Hizbullah dan ditambah sekarang serangan mematikan dari Iran sebagai balasan terhadap petinggi militer Iran. Kabar tersiar, situasi rapat dadakan para petinggi militer dewan perang Israel terjadi debatable karena Iron Dome tidak mampu menangkis secara masif rudal-rudal dan drone Iran yang mampu menembus area vital Israel.

Negara sekutu Israel yang dimotori AS sangat kaget dan terperangah melihat Iran melakukan balasan, ramai-ramai pemimpin negara tersebut menyatakan mengutuk tindakan Iran, sementara saat Israel menyerang konsulat Iran di Damaskus mereka diam seribu bahasa. Itulah sikap licik nan picik, saat aliansinya menyerang seribu dalil menjadikan alasan untuk membela. Saat ini, kekhawatiran pun muncul dari negara sekutu ramai-ramai meminta Netanyahu untuk tidak membalas serangan Iran. Alasannya khawatir memantik konflik perang meluas di kawasan Jazirah Arab atau Timur Tengah dan sangat mungkin ke negara lainnya, seperti Afrika dan Asia lainnya.

Jika perang kawasan terjadi, pintu gerbang perang dunia ketiga sudah masuk lebih dalam. Konsekuensi dan risikonya sangat mahal harganya, kekacauan dunia akan menjadikan kehidupan manusia bak rimba hutan belantara yang tak ada ujung batasnya. Pada akhirnya, siapa yang kuat akan bertahan hidup lebih lama dengan syarat harus menginjak dan saling memakan satu dengan lainnya.

Dalam situasi saat ini, Israel harus membayar mahal, gembar-gembor suara menantang dan cuitan Netanyahu dan rezimnya seolah kuat dan berani. Namun nyatanya terkencing-kencing di celana dan merengek-rengek minta bantuan AS dan PBB agar mengultimatum Iran.

Para sandera warga Israel belum juga kembali dari tangan militan Palestina, baru sebagian sudah terjadi barter. Serangan tanda peduli bantuan dari Hizbullah belum mereda, begitu pun Houthi terus menghalangi bala bantuan negara sekutu Israel tanpa ampun dan menerkam siapap un negara yang membantu Israel yang melintasi laut merah sebagai jalur laut menuju Zionis Israel.

Sebenarnya perang kawasan sudah mulai tanpa disadari, empat negara secara terbuka sudah terlibat saling serang dengan alutsista yang dimiliki. Walaupun sebenarnya beberapa negara terlibat di balik serangan terbuka negara yang langsung berkonflik, seperti Amerika Serikat dan Inggris saling serang di Laut Merah selain mengirim pasukan ke Jalur Gaza secara diam-diam. Israel terus merengek-rengek tak tau malu meminta keterlibatan AS secara terbuka ikut melakukan serangan terhadap negara Iran.

Namun, karena mayoritas negara-negara berharap tidak meluas peperangan di kawasan meminta Israel untuk tidak menyerang Kota Raffah dan tidak melakukan serangan balik kembali ke Iran. Jika tetap ngotot dengan kesombongannya tidak mengindahkan saran negara sekutunya, Iran tidak segan-segan akan melakukan serang balik lebih mematikan dari sebelumnya. Terlebih saat ini Iran sudah mengetahui kelemahan pertahanan udara Israel, apalagi negara Semenanjung Arab sebagian besar apabila Raffah diserang akan membantu Palestina memberi perlawanan secara terbuka, termasuk negara Mesir dan Yordania.

Pada akhirnya, semua negara sekitar akan terlibat saling serang dengan dalih menjaga kedaulatan negaranya. Semoga peristiwa ini menjadi ibrah bagi kita semua, syahwat manusia selalu muncul karena orientasi kekuasaan berlebih.  Kesombongan merasa diri kuat dengan kelompok dan aliansinya sehingga membuat keputusan sesuai hawa nafsunya. Wallahu’alam.

Ace Somantri
Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *