Banyak Penyelewengan, Publikasi Scopus Diminta Dihapus dari Syarat Meraih Guru Besar

0
18
Dari kiri, dosen UMJ Dr Suharsiwi MPd dan Ketua Ombudsman RI Dr Mokh Najih MH dalam FGD di UMM. (Humas UMM/KLIKMU.CO)

Malang, KLIKMU.CO – Publikasi Scopus seharusnya dihapuskan sebagai syarat wajib guru besar di Indonesia. Hal tersebut ditegaskan oleh Dr Suharsiwi MPd dalam kegiatan focus group discussion (FGD) naskah akademik administrasi kepangkatan dosen.

Diskusi yang diikuti perwakilan doktor dari universitas se-Indonesia itu diselenggarakan oleh Direktorat Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang UMM) pada Rabu (9/8) lalu.

Suharsiwi yang merupakan Koordinator Penulisan Naskah Akademik mengatakan, penelitian memang merupakan salah satu tugas dosen untuk memenuhi kewajiban Tri Dharma Perguruan Tinggi. Utamanya untuk mengembangkan dan menyebarkan ilmu sebagai kontribusi.

Namun, perlunya internasionalisasi publikasi dalam bentuk publikasi terindeks Scopus nyatanya memiliki catatan-catatan negatif.

“Tuntutan publikasi Scopus membuat sebagian dosen akhirnya memilih jalur pintas. Sehingga muncul jurnal predator, perjokian karya ilmiah, sekadar menumpang nama, dan lain sebagainya. Hal tersebut semakin diperparah saat seorang dosen telah menerbitkan jurnal terindeks Scopus, tetapi jurnal tersebut berstatus discontinued. Hal itu menyebabkan dosen mengalami kerugian biaya dan pengorbanan selama proses menulis sehingga akhirnya mengambil cara pintas,” jelasnya panjang lebar.

Ada pula efek lain dari praktik negatif penerbitan jurnal terindeks Scopus. Yaitu, adanya arogansi personal atau kelompok terhadap yang lain sehingga mengakibatkan dunia akademik tidak kondusif. 

Hal-hal seperti itu, kata Suharsiwi, tidaklah sesuai dengan semangat integritas dan akhlak yang seharusnya menjadi marwah pendidikan.

Oleh karena itu, dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta itu dan tim penyusun naskah akademik berharap, temuan-temuan dari hasil kajian dapat dievaluasi dan direalisasikan oleh Ombudsman RI. Sehingga bisa segera memberikan perubahan kebijakan yang lebih membantu tenaga pendidik atau dosen. Utamanya dalam kinerja publikasi, pencapaian guru besar, dan lain sebagainya.

Sementara itu, Ketua Ombudsman RI Dr Mokh Najih MH menanggapi bahwa Ombudsman siap mengkaji naskah akademik tersebut. Dengan begitu, temuan para dosen tidak hanya berhenti dalam bentuk laporan. Tetapi juga bisa direalisasikan dan dapat bermanfaat bagi penyelenggaraan perguruan tinggi.

“Ombudsman memang mempunyai peran dan tanggung jawab penting dalam konteks penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Hal tersebut termaktub dalam UU Ombudsman Nomor 37 Tahun 2008 sebagai lembaga negara yang mengawasi terhadap penyelenggaraan pelayanan publik. Semua yang termasuk dalam pelayanan publik akan diawasi termasuk dari perguruan tinggi,” terang Najih.

Oleh karena itu, ia berharap perguruan tinggi bisa terus berkolaborasi serta bersinergi dengan Ombudsman. Sehingga penyelenggaraan pelayanan publik yang baik bisa terwujud.

Menurutnya, diskusi seperti ini merupakan kesempatan yang bisa terus dipertahankan. “Saling bahu-membahu mewujudkan kualitas penyelenggaraan pendidikan yang terbaik,” tandasnya. (Wildan/AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini