Din Syamsuddin Mengenang Momen Keterlibatan Penutupan Lokalisasi di Surabaya

0
571
Prof Dr M. Din Syamsuddin MA (dua dari kiri) didampingi jajaran PDM Surabaya saat mengisi kajian di gedung BPSDM Jawa Timur. (Miftah/KLIKMU.CO)

Surabaya, KLIKMU.CO – Penutupan rapat kerja Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Surabaya tahun 2023 mendapat tamu istimewa, Minggu (23/7). Adalah Prof Dr M. Din Syamsuddin MA, mantan ketua umum PP Muhammadiyah, yang hadir mengisi kajian dalam acara yang berlangsung di gedung BPSDM Jawa Timur selama dua hari tersebut (22-23/7).

Din Syamsuddin mengapresiasi kiprah PDM Surabaya dalam melayani warga Muhammadiyah serta masyarakat Surabaya pada umumnya di bidang kesehatan dan pendidikan.

“Saya rasa PDM Surabaya mampu menyaingi PP Muhammadiyah seperti dengan adanya hotel berbintang bertingkat empat yang akan dikelolanya. Ada juga RS PKU Muhammadiyah yang usianya sudah hampir satu abad yang melakukan pelayanan kesehatan masyarakat. Belum lagi sekolah-sekolah yang banyak jumlahnya dan memiliki kualitas pendidikan yang mumpuni. Ditambah lagi Surabaya ini punya universitas Muhammadiyah (Universitas Muhammadiyah Surabaya, Red) yang menunjang pendidikan lanjutan bagi warga Muhammadiyah dan masyarakat umum lainnya,” tuturnya.

Dakwah Tanwiriyah

Tak lupa, Din Syamsuddin mengingatkan bahwa Muhammadiyah Surabaya tak boleh melupakan hakikat dakwah tanwiriyah yang menjadi roh utama Muhammadiyah. Dakwah tanwiriyah adalah gerakan dakwah yang mencerahkan.

“Dakwah tanwiriyah itu dakwah pencerahan yang dalam pelaksanaannya mengandung tiga dimensi dan tiga gradasi,” lanjut mantan ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut.

Pertama, pembebasan. Membebaskan manusia dari belenggu keyakinan keagamaan atau akidah yang menyimpang untuk dikembalikan kepada tauhid.

“(Membebaskan) dari belenggu kebodohan agar dibebaskan untuk diberi layanan pendidikan dan seterusnya,” papar ketua PP Pemuda Muhammadiyah 1989–1993 tersebut.

Kedua, pemberdayaan. Setelah melakukan pembebasan, selanjutnya memberdayakan umat, baik dalam aspek ekonomi, kesehatan, dan sebagainya. Terakhir adalah pemajuan.

“Jadi, masyarakat yang menjadi sasaran dakwah Muhammadiyah harus merasakan tiga dampak dari dakwah tanwiriyah jika ingin dikatakan bahwa dakwah yang dilakukan Muhammadiyah itu berhasil,” imbuhnya.

Din juga sedikit mengingat kembali beberapa pengalamannya yang berkaitan dengan dakwah tanwiriyah di Surabaya. Salah satunya ketika dirinya diundang pada acara salah satu penutupan lokalisasi di daerah Surabaya Utara.

Dalam acara tersebut, ia diundang untuk berdialog dengan beberapa WTS yang dahulu bekerja di daerah lokalisasi. Dari dialog tersebut, Din menemukan fakta bahwa banyak dari WTS yang ditemuinya sebenarnya memiliki background/latar belakang pendidikan madrasah dan mampu mengaji dengan baik dan benar.

Pada akhir acara dialog, dilakukan acara seremonial penurunan plang salah satu panti pijat yang kemudian diganti nama menjadi wisma sakinah. Keterlibatan Din pada momen tersebut tak bisa dilepaskan dari peran Arif An, salah satu kader Muhammadiyah Surabaya yang terlibat aktif dalam proses penutupan lokalisasi.

Selain itu, Din Syamsuddin menyampaikan bahwa ada cerita seorang mucikari yang meninggal di lokalisasi tersebut, namun tidak ada yang mau mengurus jenazahnya. Tak berselang lama, ibu-ibu Aisyiyah turun tangan untuk mengurus jenazah mucikari tersebut, mulai memandikan, mengafani, menyalati, hingga proses penguburan semua dibantu oleh Aisyiyah.

Dari kejadian itu, warga lokalisasi merasa bahwa selama ini tidak ada yang menghiraukan mereka, namun Muhammadiyah Surabaya masih peduli terhadap mereka. Hal-hal seperti ini, kata Din, menunjukkan bahwa Muhammadiyah Surabaya mampu menyampaikan tiga dimensi dan tiga gradasi dari dakwah tanwiriyah dengan baik kepada masyarakat.

Etos Al Ghirah Aladdin

Terakhir, Din Syamsuddin menyampaikan bahwa Muhammadiyah Surabaya harus memiliki etos bergairah dalam menegakkan agama. Etos ini diperkenalkan oleh Buya Hamka dengan nama Al Ghirah Aladdin.

“Beberapa cabang menerapkan prinsip ini. Salah satunya yang saya tahu adalah cabang Parakan di daerah Wonosobo. Cabang ini terletak di antara dua gunung, yaitu Sumbing dan Sindoro,” jelasnya.

“Awalnya cabang Parakan iri melihat geliat umat agama lain yang mampu memberikan layanan kesehatan di wilayahnya dengan mendirikan rumah sakit dan pelayanan ambulans gratis bagi ibu-ibu yang sedang hamil tua. Tak berselang lama, pengurus cabang Muhammadiyah Parakan melakukan rapat guna merencanakan program pelayanan kesehatan. Tidak lama, satu tahun kemudian mereka bisa mendirikan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Parakan,” tuturnya.

Din berharap dalam kepengurusan baru ini PDM Surabaya bisa menerapkan etos Al Ghirah Aladdin tersebut. Etos yang nantinya bisa membuat setiap organisasi Muhammadiyah terus berkembang dan mampu bersaing dengan organisasi lain guna memberikan pelayanan atas semua kebutuhan masyarakat dengan baik dan maksimal. (Miftah/Ainul Yakin/AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini